Skip to main content

Pengertian Euthanasia dalam Kajian Fikih

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 13, 2012

Term euthanasia berasal dari bahasa Yunani terdiri atas dua kata, yakni eu yang berarti “baik” dan thanatos yang berarti “kematian”. Dalam konteks Islam, euthanasia disebut qatl al-nafs (قتل النفس), yakni bunuh diri, sedangkan dalam pengertian kedokteran forensik euthanasia adalah salah satu bentuk dari pembunuhan, dimana seseorang dimatikan dengan maksud untuk mengakhiri penderitaan orang tadi, hal mana sering dijumpai pada kasus penderita kanker yang tidak dapat disembuhkan dan orang yang terdekat dengan penderita tersebut memutuskan untuk membunuh penderita tadi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, didefinisikan bahwa euthanasia adalah tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang, hewan piaraan) yang sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan mudah atas dasar prikemanusiaan.
Penulis dapat merumuskan bahwa euthanasia adalah upaya mempercepat kematian secara mudah tanpa sakit sebab ada alasan yang kuat untuk melakukannya. Dapat dipahami bahwa euthanasia bukan saja masalah moral dalam praktek dunia medik kedokteran, tetapi juga menyangkut masalah moral dalam Islam.
Dalam praktek kedokteran dikenal dua macam euthanasia. Pertama, euthanasia pasif, yakni tindakan dokter berupa pengentian pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Kedua, euthanasia aktif, yakni tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut dan dilakukan ketika pasien sudah sangat parah atau sampai pada stadium akhir.
Dalam perspektif Islam, masalah euthaniasi sangat mendasar dan bahkan telah dilukiskan dalam al-Quran sejak adanya manusia pertama, yakni Adam as, dimana kedua anaknya Habil dibunuh oleh saudaranya sendiri yang bernama Qabil. Pada masa berikutnya, al-Quran secara tegas melansir masalah tersebut dengan mengambil sampel bagi kaum Bani Israil, sebagaimana dalam QS. al-Maidah (5): 32,
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.
Masalah kematian dan atau pembunuhan tersebut termasuk wacana yang banyak terungkap dalam al-Quran. Dalam hal ini, setidaknya terdapat 122 ayat dalam al-Quran yang berbicara tentang kematian. Tetapi, dari sederetan ayat-ayat tersebut tidak di-temukan satupun ayat yang tentang hak bunuh diri, justeru al-Quran menggambarkan bahwa Allah swt menciptakan kehidupan dan kematian dengan tujuan untuk menguji hamba-hambaNya, siapa di antara mereka yang terbaik amalnya. Dengan demikian, kehidupan dan kematian dalam perspektif Islam adalah hal yang sangat berharga dan patut dihormati. Sebagai konsekuensinya, maka Islam memiliki patron tersendiri dalam menentukan hukum, boleh atau tidak bolehnya euthanasia.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugah (Bairūt: Dār al-Masyriq, 1977). Abdul Mun’im Idries, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (Jakarta: Binapura Aksara, 2000). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002). Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Baqy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’ān al-Karim (Bairut: Dar al-Fikr, 1992).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar