Skip to main content

Manusia sebagai Makhluk Paedagogik

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: July 17, 2012

Zakiah Daradjat mendefinisikan bahwa makhluk paedagogiek adalah ;
Makhluk Tuhan yang dilahirkan membawa potensi dapat didik dan dapat mendidik. Makhluk itu adalah manusia. Dialah yang memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembangan kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang. Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah itu.
Jika definisi di atas dikaitkan dengan hakikat penciptaan manusia, maka ditemukan rekonsiliasi bahwa sebab utama manusia sehingga ia dapat dididik dan mendidik oleh karena adanya potensi alamiah berupa pisik dan psikis yang dapat bertumbuh dan berkembang melalui proses dan interaksi paedagogis.
Dalam pandangan Hasan Langgulung bahwa bahwa manusia yang terdiri atas dua subtansi itu, telah dilengkapi dengan alat-alat potensial dan potensi dasar yang disebut dengan fitrah. Fitrah inilah (yang dalam batasan defenisi Zakiah Daradjat di atas), harus diaktualkan dan ditumbuh kembangkan dalam kehidupan melalui proses pendidikan.
Dalam pandangan al-Ashfahāni bahwa term fithratallahi, mengandung interpretasi adanya suatu kenyatan/daya untuk mengenal atau mengakui Allah yang menetap di dalam diri manusia. Dengan demikian, implikasi dari makna fitrah adalah suatu kekuatan atau kemampuan yang menetap pada diri manusia sejak awal kelahirannya, untuk komitmen terhadap nilai-nilai keimanan kepada-Nya, cenderung kepada kebenaran dan potensi itu merupakan ciptaan-Nya.
Fitrah tersebut, harus ditumbuh kembangkan secara terpadu oleh manusia dan diaktualkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individu, maupun sosial. Dengan fithrah ini jugalah yang membedakan antara manusia dengan makhluk Allah lainnya, dan karena itu manusia menjadi istimewa dan lebih muliah yang sekaligus berarti bahwa manusia adalah makhluk paedagogiek. Allah memang telah menciptakan semua makhluk-Nya ini berdasarkan fitrah-Nya, tetapi fitrah Allah untuk manusia yang di sini diterjemahkan dengan potensi dapat dididik dan mendidik, memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya dapat melampaui jauh dari kemampuan fisiknya yang tidak berkembang.
Dalam pandangan Abdurrahman Saleh Abdullah bahwa melalui proses pendidikan, manusia dapat dengan bebas menumbuhkan fitrah tersebut. Namun demikian, dalam pandangan penulis bahwa perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap yang menguasai alam (sunnatullah), atau hukum yang menguasai benda-benda atau manusia itu sendiri, yang tidak tunduk dan tidak bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut taqdīr.
Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan fitrah manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas lingkungan alam dan geografis, lingkungan sosio kultural, sejarah dan faktor-faktor temporal. Dalam Ilmu Pendidikan, faktor-faktor yang ikut menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan tersebutada lima lima, yakni; faktor tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, maka minat, bakat dan kemampuan, skill dan sikap manusia yang diwujudkan dalam kegiatan ikhtiarnya serta hasilnya akan bermacam-macam.
Pada sisi lain, kalau fitrah manusia itu tidak dikembangkan melalui proses paedagogis, niscaya ia fitrah tersebut kurang bermakna dalam kehidupan. Atau dengan kata lain, dengan pendidikan dan pengajaran potensi (fitrah) itu dapat dikembangkan manusia, meskipun dilahirkan seperti kerats putih, bersih belum berisi apa-apa dan meskipun ia lahir dengan pembawaan yang dapat berkembang sendiri, namun perkembangan itu tidak akan maju kalau tidak melalui proses tertentu, yaitu proses pendidikan.
Menurut Zakiah Daradjat bahwa kewajiban mengembangkan potensi itu merupakan beban dan tanggung jawab manusia kepada Tuhan. Kemungkinan pengembangan potensi itu mempunyai arti bahwa manusia mungkin dapat dididik, sekaligus mungkin pula bahwa suatu saat ia akan mendidik.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996). Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam; Suatu Analisa Sosio-Psikologi (cet. III; Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985). Departeman Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1992). Abdurahman Sakeh Abdullah, Educational Theory a Quranic Outlook diterjemahkan oleh H. M. Arifin dengan judul Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an (Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 1994). Kamaruddin Hidayat, Taqdir dan Kebebasan Manusia dalam Muhammad Wahyuni Nafis (ed.), Rekonstruksi dan Renungan Religisu Islam (Cet. I; Jakarta: Paramadina, 1996). Abduddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar