Skip to main content

Pengertian Gibah Menurut Konteks Hadis

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: March 10, 2012

Dalam memahami pengertian ghibah sebagai sebuah istilah dalam Islam, sumber pokok yang dijadikan acuan pemahaman adalah hadis Nabi saw. Di antara hadis Nabi saw yang menerangkan pengertian ghibah ini, misalnya hadis yang berbunyi sebagai berikut:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ ...رواه مسلم، ترميذى وأحمد
Rasulullah saw telah bersabda : Apakah kalian mengetahui apa ghībah itu ? Mereka berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda : (Ghībah itu) adalah pengungkapan engkau tentang saudaramu mengenai apa yang ia benci. Dikatakan (ia ditanya): Apakah pendapatmu jika yang ada pada saudaraku sesuai apa yang saya katakan Beliau bersabda: Jika yang ada padanya sesuai apa yang engkau katakan, maka sesungguhnya engkau telah menggunjingnya, dan jika tidak sesuai yang ada padanya, maka sungguh engkau telah mendustakannya. (HR. Muslim; Turmuzi dan Ahmad).
Penjelasan Nabi saw tentang pengertian ghibah dalam hadis tersebut di atas, sesungguhnya telah memberikan suatu pengertian bahwa ghībah itu adalah pengungkapan yang dilakukan seorang Muslim mengenai diri sesamanya Muslim yang apabila didengar menimbulkan rasa benci. Setelah Syaikh Muhammad Shālih al-Munajjid mengemukakan hadis tersebut, ia menyimpulkan bahwa ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang Muslim, sedang ia tidak suka bila itu disebutkan.
Secara leksikal, kata ghībah dalam bahasa Indonesia mengandung arti umpatan. Sementara itu, kata umpatan tersebut dapat diartikan sebagai perkataan yang memburuk-burukkan orang lain. Melihat arti kata umpatan ini, maka ia dapat pula berarti penggunjingan yang diidentikkan dengan kata gossip, yaitu cerita negatif tentang seseorang. Dengan demikian, pengertian ghibah dapat dipahami mempunyai arti yang kurang lebih sama dengan kata umpatan, penggunjingan dan gossip.
Muhammad al-Zarqāni menyatakan bahwa ghibah ini sebenarnya berlaku khusus bagi orang Muslim, sebab kata akhāka dalam hadis Nabi saw yang dimaksudkan adalah saudara seagama (sesama umat Islam). Karena itu, ghībah tidak berlaku pada orang kafir (la ghibah fī kifir).
Imam al-Ghzali memahami pengertian ghibah ini tidak hanya pengungkapan aib seseorang yang dilakukan secara lisan, tetapi juga termasuk peng-ungkapan dengan melalui perbuatan, misalnya dengan isyarat tangan, isyarat mata, tulisan, gerakan dan seluruh yang dapat dipahami maksud-nya. Aib seseorang yang diungkapkan itu meliputi berbagai hal, seperti kekurangan pada badannya, pada keturunannya, pada akhlaknya, pada pebuatannya, pada ucapannya, pada agamanya, termasuk pada pakaian, tempat tinggal dan kendaraannya. Demikian banyak hal yang dapat menjadi obyek pengungkapan tentang kekurangan diri seseorang, sehingga seorang Islam, sadar atau tidak sadar memungkinkan dirinya sangat mudah terjerumus dalam hal ghībah, bila tidak berhati-hati dan tidak pula mewaspadainya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
al-Syaikh Khalīl Ma’mum Syeikh, al-Manhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjāj (Cet. II; Bairūt-Libanon: Dār al-Ma’rifah, 1996). Muhammad Shālih al-Munajjid, Muharramāt Istihāna al-Nās, diterjemah-kan oleh Ainul Haris Umar Thayib dengan judul Dosa-dosa Yang Dianggap Biasa (Cet. I; Jakarta: Akafa Press, 1997). Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir; Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, 1984). Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdhor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Cet.II; Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996). WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. VIII; Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985). al-Imām Sayyidiy Muhammad al-Zarqāniy, Syarh al-Zarqahni ‘Alā Muwaththa’ li al-Imām Mālik, juz IV (Bairūt-Libanon: Dār al-Fikr, t.th). al-Imām Abū Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazāli, Ihyā’ Ulūm al-Dīn, jilid II (Cet.III; Bairūt-Libanon: Dār al-Fikr, 1991).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar