Skip to main content

Asal Paham Jabariyah; Yahudi, Zoroaster, Manu?

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: October 06, 2011

Jabariyah secara bahasa berasal dari kata “jabara” yang berarti baik, memperbaiki, meluruskan dan membelanya, serta menguasai dan memaksa. Adapun secara istilah, Jabariyah adalah suatu aliran atau paham yang berpendapat bahwa manusia di dalam perbuatannya serba terpaksa (majbur).
Dalam al-Mu’jam al-Wasith, Jabariyyah adalah mazhab yang berpendapat bahwa segala yang terjadi pada manusia telah ditetapkan/ditakdirkan sejak zaman azali, manusia hanya menjalankan dan tidak mempunyai hak memilih. Dalam ungkapan lain, manusia tidak mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan dalam menentukan perbuatan dan kehendak sendiri.
Manusia, menurut paham ini ibarat sehelai bulu yang diterpa angin, pohon berbuah dan air yang mengalir. Benda-benda yang disebutkan ini, seluruhnya bergerak, tumbuh dan mengalir tidak mempunyai pilihan kecuali sebagaimana yang telah ditetapkan Allah swt kepadanya. Istilah Jabar dapat diartikan pula menolak adanya pebuatan manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Berdasarkan pengertian ini, maka secara filosofis, Jabariyah terdiri dari dua bentuk; Jabariyah murni, dan Jabariyah pertengahan yang moderat, yang mengakui adanya perbuatan dari manusia.
Paham Jabariyah murni adalah manusia dipandang tidak mempunyai kemampuan, kehendak dan hak memilih. Manusia dan perbuatannya dipaksa oleh dan tunduk pada kekuasaan serta kehendak Tuhan. “tuhan adalah pemegang remote dari segala sesuatu yang dilakukan manusia”. Perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan dalam diri manusia seperti gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati. Paham Jabariyah murni (ekstrim) inilah yang dibawa dan diajarkan oleh Jahm bin Shafwan.
Sedang paham Jabariyah dalam bentuknya yang moderat masih mengakui adanya peranan manusia dalam perbuatannya. Ajaran yang moderat ini dibawa dan diajarkan oleh Dirar bin Amr dan Husain bin Muhammad An-Najjar. Menurut paham moderat ini, Tuhan sebagai pencipta (Khalik) dan manusia sebagai yang mengusahakan (muktasib). Jadi, manusia sebenarnya mempunyai daya dan kehendak yang efektif dalam perbuatannya. Suatu perbuatan diwujudkan oleh dua pelaku, Tuhan dan manusia. Dengan demikian, menurut Jabariyah moderat ini, manusia tidak serba terpaksa dalam perbuatannya, tetapi ia masih mempunyai andil dan mempunyai hak memilih untuk melakukan perbuatannya.
Dua model paham Jabariyah tersebut juga dikemukakan oleh Harun Nasution, dengan ungkapan bahwa yang ekstrim disebut dengan Jabariyah sebenarnya, yaitu bukan paham Jabariyah yang terdapat dalam aliran Asy’ariyah, manusia tak ubahnya seperti wayang atau golek yang tak dapat bergerak kalau tidak digerakkan oleh dalang. Sedangkan Jabariyah yang moderat adalah Jabariyah yang berafiliasi kepada aliran atau paham Asy’ariyah.
Paham Jabariyah dan paham Qadariyah bertentangan secara diametral, terutama ketika membahas manusia dan kebebasan manusia di hadapan Tuhan. Patut juga dikemukakan di sini, meskipun aliran paham teologi Islam tersebut timbul dan berkembang pada periode akhir masa khulafaur Rasyidin, tidak tertutup kemungkinan masih ada Jabariyah-Jabariyah modern zaman sekarang. Apakah menggunakan nama itu atau tidak mengerti sejarah dan nama paham ini, tetapi manhaj berpikir sama dengan dua paham teologi ekstrim ini. Para ahli teologi dan pemikiran Islam mengemukakan sejarah timbulnya Jabariyah. Umumnya mereka berpendapat bahwa yang mula-mula membawa paham ini adalah orang-orang Yahudi.
Sedangkan orang Islam pertama yang memperkenalkan paham Jabariyah adalah Ja`ad bin Dirham. Paham ini kemudian diterima dan disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwan. Tokoh terakhir inilah yang dipandang sebagai tokoh pendiri aliran Jabariyah Di samping itu, sebagaimana aliran Qadariyah, aliran Jabariyah juga timbul karena latar belakang diskusi dan perdebatan dalam masalah qadha dan qadar. Hal ini dapat dimaklumi karena Jabariyah dan Qadariyah adalah lawan berpikir ketika membahas tentang kekuasaan Allah dan kebebaan manusia memilih dan bertindak di hadapan Allah swt.
Meskipun demikian, Imam Abu Zahrah percaya bahwa paham Yahudi bukanlah satu-satunya yang mempengaruhi timbulnya Jabariyah, tetapi sangat mungkin juga dipengaruhi paham orang-orang Persia yang berlatar belakang agama Zoroaster dan Manu. Aliran Jabariyah, selain timbul karena latar belakang agama Masehi dan perdebatan soal qadar, ternyata di dalam al-Qur’`an memang terdapat ayat-ayat yang dapat dikatakan mengarah dan mendukung kepada paham Jabariyah di satu sisi dan sekaligus di sisi lain ada ayat-ayat yang mengarah kepada paham Qadariyah.
Hemat penulis, persoalan ini adalah persoalan yang rumit yang dapat menggelincirkan kaki ahli yang memasuki wilayah pembahasan teologi Islam, khususnya kajian mengenai takdir. Tanpa ilmu dan wawasan cukup yang dilandasi keadilan dan kejujuran serta menjauhi pengaruh hawa nafsu dalam membahas ayat-ayat seperti ini, akan dapat menjerumuskan ke dalam kesesatan dan penyimpangan sebagaimana terjadi pada aliran yang ekstrim.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: 
Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, Dar fikr, juz 2. al-Fairuz Abadiy, al-Qamus al-Muhith, Dikutip dari CD maktabah al-Ma’arif al-Islamiyah edisi ke-II. Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam, Jakarta PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 2003. Muhammad Ali Abu Rayyan, Tarikhu al-Fikri al-Falsafi fi al-Islam, Darul Ma`’rifah al-Jami`’iyyah 1996. Muhammad Abu Zahrah, Tarikhu al-Mazahibi al-Islamiyyah, Darul fikr Arabiy. Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Mizan Bandung:1996. Jalaluddin Rahman, Konsep Perbuatan Manusia Menurut Al-Qur`an, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1998. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Syifa`ul Alil fi Masa`ail Qadha wal al-Qadar wa al-Hikmah wa at-Ta`lil diterjemahkan Abd Gaffar, Qadha dan Qadar Ulasan Tuntas Masalah Takdir, Pustaka Azzam 2004. Ibnu Taimiyah, Majmu` Fatawa, Darul Fikr Beirut jilid VIII. Mahmud Abd al-Raziq, Mafhum al-Qadr wa al-Hurriyah inda Awa’il al-Shufiyah, Dikutip dari CD al-Maktabah al-Syamilah Edisi kedua. Imam Asy-Syihristani, al-Milal wa an-Nihal, diterjemahkan Aswadie Syukur LC, Bina Ilmu. Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta Universitas Indonesia, 1986.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar