Skip to main content

Larangan Isbal dan Benturan Trend Mode

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 23, 2011

Ditinjau dari segi bahasa , Isbal berasal dari kata-kata : أَسْبَلَ – يُسْبِلُ – إِسْـبَالٌ yang berarti: أَرْخَى – يُرْخِيْ - إِرْخَاءُ yaitu menurunkan atau melepaskan ke bawah. Orang yang melakukan Isbal disebut musbil, dan seorang dikatakan “Musbil” jika memanjangkan pakaiannya dan membiarkannya hingga ke tanah. Adapun makna Istilah (Syari’at) adalah menurunkan pakaian dan membiarkannya hingga melewati batas yang telah ditetapkan oleh syariat Islam baik karena sombong maupun tidak karena sombong.
Jika kita memperhatikan larangan-larangan yang melarang Isbal akan kita dapati kebanyakan dari hadis-hadis tersebut menyebutkan kata-kata: اَلإِزَارُ (sarung). Namun hal ini tidak menunjukkan bahwa larangan tersebut hanya berlaku untuk sarung, adapun sebab dari berulangnya kata-kata sarung dalam hadis-hadis karena pada zaman tersebut umumnya kaum muslimin menggunakan sarung. Adapun saat sekarang ini dimana sarung sangat jarang dipakai lagi dan umumnya kaum muslimin menggunakan gamis dan celana panjang, maka Isbal tetap berlaku untuk semua jenis pakaian yang ada baik itu gamis, jaket, jubah, sorban, celana panjang, dan sebagainya.
Sebagaimana keterangan dari dua hadis berikut:
عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّـمَ قَالَ :  ( اَلإِسْـبَالُ فيِ اْلإِزَارِ  وَ القَمِيْصِوَ الْعِمَامَةِ ، مَنْ جَرَّ مِنْهَا شَيْئًا خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَـيْهِ  يَوْمَ الْقِيَامَةِ )
Dari Salim bin Abdullah dari bapaknya dari Nabi , bersabda: “Isbal itu berlaku untuk sarung, gamis, sorban, Barang siapa menyeretkannya karena sombong maka Allah tidak melihat kepadanya di hari kiamat”.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : ( مَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فيِ اْلإِزَارِ فَهُوَ فيِ الْقَمِيْصِ )
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma berkata: “Apa yang disabdakan oleh Rasulullah tentang sarung maka itu juga berlaku untuk gamis”.
Berkata Imam Ibnu Hazm rahimahulloh dalam kitabnya al-Muhalla tentang Isbal bahwa larangan tersebut berlaku umum untuk celana panjang, sarung, gamis dan semua yang dikenakan.
Berkata Syaikh Abdul Azis bin Baz rahimahulloh bahwa Isbal itu hukumnya haram dan merupakan perbuatan yang munkar, baik itu pada gamis maupun sarung atau apa saja yang melewati mata kaki.
Dalil Pelarangan Isbal
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ عَلَيَّ  إِزَارٌ يَتَقَعْقَعُ  ( يَعْنِيْ       جَدِيْدًا ) فَقَالَ : ( مَنْ هَذَا ) قُلْتُ : عَبْدُ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، قَالَ : ( إِنْ كُنْتَ عَبْدَ اللهِ فَارْفَعْ إِزَارَكَ ) قَالَ :       فَرَفَعْـتُهُ ، قَالَ : ( زِدْ ) قَالَ : فَرَفَعْـتُهُ حَتَّى بَلَغَ نِصْفَ السَّاقِ .
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma dia berkata: Saya mendatangi Rasulullah, saat itu saya memakai sarung yang baru, maka beliau bertanya: “Siapa ini?” Saya menjawab: “’Abdullah bin ‘Umar”, beliau bersabda : “Jika kamu ‘Abdullah maka angkatlah sarungmu”. Berkata Ibnu ‘Umar : “Maka saya mengangkatnya, beliau bersabda lagi: “Tambah”, berkata Ibnu ‘Umar: “Maka saya mengangkatnya hingga ke tengah betis”.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : مَرَرْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَ فيِ إِزَارِيْ اِ   سْتِرْخَاءُ فَقَالَ : ( يَا عَبْدَ اللهِ اِرْفَعْ إِزَارَكَ )) فَرَفَعْـتُهُ ثُمَّ قَالَ : ( زِدْ ) فَزِدْتُ فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ ، فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ :  إِلىَ أَيْنَ ؟ فَقَالَ : أَنْصَافُ السَّاقَيْنِ .
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu ‘anhuma dia berkata: Pernah aku lewat di depan Nabi sedang kainku agak rendah, maka beliau bersabda: “ Hai ‘Abdullah angkatlah kainmu”,  lalu kuangkat. Kemudian beliau bersabda: “Naikkan lagi”, lalu kunaikkan, maka akupun selalu menjaga kainku sesuai petunjuk Nabi.. Lalu ada yang bertanya: “Sampai apa batasnya ?”,  ‘Abdullah menjawab : “Sampai tengah-tengah betis”.
عَنْ أَبِيْ جُرَيْ جَابِرِ بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ : رَ أَيْتُ رَجُلاً يَصْدُرُ النَّاسُ عَنْ رَ أْيِهِ  لاَ يَقُوْلُ شَيْئًا إِلاَّ  صَدَرُوْا  عَنْهُ ،      قُلْتُ : مَنْ هَذَا ؟ قَالُوْا هَذَا رَسُوْلُ اللهِ …… إِلىَ قَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ : ( وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلىَ نِصْفِ      السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكُعْبَيْنِ  وَ إِيَّاكَ وَ إِسْبَالَ اْلإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمِخِيْلَةِ وَ إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيْلَةَ ….)
Dari Abi Juray Jabir bin Sulaiman, ia berkata : Aku melihat ada seorang yang pendapatnya selalu diikuti  orang, ia tidak berkata-kata melainkan diikuti oleh  orang banyak. Aku bertanya: “Siapa dia itu?” Mereka menjawab: Rasulullah …….hingga sabda Rasulullah: “Angkatlah kainmu sampai setengah betis dan jika kamu enggan hingga ke atas mata kaki dan hati-hatilah terhadap Isbal karena Isbal itu dari kesombongan dan Allah tidak menyenangi kesombongan,..….”
عَنِ الْعَلاَءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ عَنْ أَبِيْهِ  قَالَ : سَأَلْتُ أَبَا سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ عَنِ اْلإِزَارِ قَالَ : عَلَى الْخَبِيْرِ سَقَطَتْ ،      قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (( إِزْرَةُ الْمُسْلِمِ إِلىَ نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ  أَوْ لاَ جُنَاحَ فِيْمَا بَيْنَهُ وَ بَيْنَ الْكَعْبَيْنِ ، مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فيِ النَّارِ) يَقُوْلُهَا ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ( مَنْ جَرَّ  إِزَارَهُ بَطَرًا  لَمْ  يَنْظُرِ اللهُ إِلَـيْهِ)
Dari Al-‘Alaa’ bin ‘Abdurrahman dari bapaknya berkata: Saya bertanya kepada Abu  Sa’id Al-Khudry tentang sarung maka ia berkata: Berita yang sampai padaku bahwa Rasulullah bersabda: “Sarung muslim itu hingga tengah betis dan tidak berdosa antara tengah betis dan mata kaki, dan apa yang  di bawah mata kaki itu maka di neraka” (Beliau mengulanginya tiga kali) “Barang siapa yang meleretkan pakaiannya karena sombong maka  Allah tidak akan memandangnya”.
عَنْ خُذَيْفَةَ قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  بِعَضْلَةِ سَاقِيْ  أَوْ  سَاقِهِ  ( هَكَذَا قَالَ أَبُوْ إِسْحَاقٍ )       فَقَالَ : ( هَذَا مَوْضِعُ اْلإِزَارِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَهَذَا  ( وَطَأْطَأَ قَبْضَةً ) فَإِنْ أَبَيْتَ فَهَذَا (وَطَأْطَأَ قَبْضَةً) فَإِنْ أَبَيْتَ فَلاَ      حَقَّ لِلإِزَارِ فيِ الْكَعْبَيْنِ )
Dari Hudzaifah berkata: Rasulullah memegang otot betisku atau otot betisnya (demikian perkataan Abu Ishaq) maka beliau bersabda: “Ini adalah letak sarung dan jika kamu enggan maka ini (dan beliau menurunkan   pegangannya)  dan  jika  kamu  masih  enggan maka ini (dan beliau menurunkan pegangannya) dan jika kamu masih enggan maka  tidak ada hak bagi sarung di kedua mata kaki.”  
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَـيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : ( اْلإِزَارُ  إِلىَ  نِصْفِ السَّاقِ ) فَلَمَّا رَأى شِدَّةَ  ذَلِكَ  عَلَى      الْمُسْلِمِيْنَ  قَالَ : ( إِلَى الْكَعْبَيْنِ لاَ خَيْرَ فِيْمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ )
Dari Anas dari Nabi beliau bersabda : “Sarung itu sampai tengah betis”. Maka ketika Rasulullah melihat hal itu berat bagi kaum muslimin maka beliau bersabda: “Hingga di mata kaki dan tidak ada kebaikan pada apa yang di bawah kedua mata kaki.”
Keenam hadis tadi menjelaskan dengan tegas bahwa wajib bagi seorang muslim mengenakan pakaian yang panjangnya tidak melewati kedua mata kaki dan disunnahkan baginya untuk menjadikan pakaian tersebut di tengah-tengah kedua betis. Oleh karena itu apabila seseorang berpaling dari hadis-hadis yang shohih ini dan membelakanginya maka baginya siksaan yang keras sebagaimana yang disebutkan dalam hadis-hadis berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِيْ النَّارِ )
Dari Abu Hurairah dari Nabi bersabda : “Apa yang di bawah kedua mata kaki dari kain sarung maka itu tempatnya di Neraka”.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ( إِزْرَةُ الْمُؤْمِنِ إِلَى عَضْلَةِ سَاقَيْهِ ثُمَّ إِلىَ نِصْفِ      سَاقَيْهِ ثُمَّ إِلىَ كَعْبَيْهِ فَمَا كَانَ أَسْفَلَ مِنْ ذَلِكَ فَفِيْ النَّارِ )
Dari Abu Hurairah. berkata: Bersabda Rasulullah: “Sarungnya orang mu’min itu hingga otot kedua betisnya, kemudian hingga ke tengah kedua betisnya kemudian hingga kedua mata kakinya, maka apa yang di bawah dari itu tempatnya di Neraka”.
Berkata Al Khaththaby rahimahulloh sabda Rasulullah “maka itu tempatnya di neraka (فَهُوَ فيِ النَّارِ) dita’wilkan atas dua wajah: Bahwa apa yang di bawah mata kaki Musbil tersebut di Neraka sebagai hukuman baginya atas perbuatannya. Sesungguhnya perbuatan itu di Neraka yaitu ia termasuk dari perbuatan-perbuatan ahli neraka.
Maka hadis-hadis yang tersebut di atas dengan jelas menyebutkan bahwa penyebab dari ancaman akan siksa yang pedih, seperti neraka dan yang lainnya adalah disebabkan karena penambahan dari panjang kain sarung. Maka apakah setelah ini seseorang dapat berkata bahwa ancaman-ancaman ini ditujukan bagi yang melakukannya dengan sombang?. Mengapa hal ini bisa terjadi, padahal hadis-hadis dengan jelas menunjukkan batasan yang wajib bagi seseorang dimana ia harus berada di situ, yang mana
apabila melewati batas tersebut dan memanjangkan pakaian di bawah mata kaki maka dia termasuk golongan yang diancam dari hadis-hadis yang sudah dijelaskan tadi. Memang ada beberapa hadis yang secara zhahir menunjukkan bahwa ancaman hanya berlaku bagi yang melakukannya dengan sombong, namun itu tidak berarti bahwa semua hadis bisa kita bawa ke syarat sombong karena ada beberapa hadis yang sifatnya umum sebagaimana hadis-hadis yang sudah kami sebutkan dan beberapa hadis berikut :
عَنِ الشَّرِيْدِ  أَنَّ  النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  تَبِعَ رَجُلاً مِنْ ثَقِيْفٍ حَتَّى هَرْوَلَ فيِ أَثَرِهِ حَتَّى أَخَذَ  ثَوْبَهُ فَقَالَ :      ( اِرْفَعْ  إِزَارَكَ ) قَالَ : فَكَشَفَ الرَّجُلُ عَنْ رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ  إِنِّيْ أَحْنَفُ وَ تَصْـتَكُّ رُكْبَتَايَ ،       فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ( كُلُّ خَلْقِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ حَسَنٌ ) قَالَ : وَ لَمْ يُرَ ذَلِكَ الرَّجُلُ إِلاَّ وَ إِزَارُهُ  إِلىَ أَنْصَافِ سَاقَيْهِ  حَتَّى مَاتَ .
Dari Asy Syarid bahwasanya Nabi mengikuti  seorang laki-laki dari Tsaqif hingga beliau berlari kecil mengikuti jejaknya, ketika beliau sampai pada laki-laki tersebut, beliau memegang pakaiannya, lalu bersabda: “Angkatlah sarungmu!”, laki-laki tersebut menyingkapkan pakaiannya hingga terlihat ke dua lututnya lalu berkata: “Wahai Rasulullah, kakiku bengkok dan lututku berbenturan waktu berjalan”, maka Rasulullah bersabda: “Setiap ciptaan Allah itu baik.” Sejak saat itu laki-laki tersebut tidak dilihat kecuali sarungnya di tengah kedua betisnya hingga ia meninggal dunia.
عَنْ عَمْرِو بْنِ فُلاَنٍ الأنْصَارِيِّ قَالَ : بَيْنَمَا هُوَ يَمْشِيْ قَدْ أَسْـبَلَ  إِزَارَهُ إِذْ لَحِقَهُ  رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  وَ قَدْ أَخَذَ بِنَاصِيَةِ نَفْسِهِ وَهُوَ يَقُوْلُ :  ( اللَّهُمَّ عَبْدُكَ وَ ابْنُ عَبْدِكَ وَ ابْنُ أَمَتِكَ )  قَالَ عَمْرُو : فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ رَجُلُ حَمْشِ السَّاقَيْنِ ، فَقَالَ : ( يَا عَمْرُو  إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ قَدْ أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ  خَلْقَهُ يَا عَمْرُو) وَ ضَرَبَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ بِأَرْبَعِ أَصَابِعَ مِنْ كَفِّهِ الْيُمْنَى تَحْتَ  رُكْبَةِ  عَمْرٍو   فَقَالَ : ( يَا عَمْرُو هَذَا  مَوْضِعُ اْلإِزَارِ ) ثُمَّ رَفَعَهَا ثُمَّ وَضَعَهَا تَحْتَ الثَّـانِيَةِ  فَقَـالَ : ( يَا عَمْرُو هَذَا مَوْضِعُ   اْلإِزَارِ )
Dari ‘Amru anak seorang dari kaum Anshar berkata: Ketika ia berjalan dan sarungnya di bawah mata kaki, tiba-tiba Rasulullah mendapatinya lalu memegang ubun-ubunnya dan beliau bersabda: “Ya  Allah hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan anak dari hamba-Mu yang perempuan”. Berkata ‘Amru : Saya berkata : Ya Rasulullah saya adalah seorang yang mempunyai betis yang kecil, maka sabda beliau : “Wahai ‘Amru, sesungguhnya Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya”. Dan  Rasulullah  meletakkan empat jarinya yang kanan di bawah lutut ‘Amru, lalu  beliau bersabda : “Wahai ‘Amru inilah letak sarung"
Kemudian mengangkatnya, kemudian meletakkannya lagi di bawah yang kedua lalu bersabda lagi : “Wahai ‘Amru inilah letak sarung”.
عَنِ اْلأَشْعَثِ بْنِ سُلَيْمٍ قَالَ : سَمِعْتُ عَمَّتِيْ تُحَدِّثُ عَنْ عَمِّهَا قَالَ : بَيْنَا أَنَا أَمْشِيْ  بِالْمَدِيْنَةِ  إِذَا  إِنْسَانٌ  خَلْفِيْ يَقُوْلُ : ( اِرْفَعْ  إِزَارَكَ فَإِنَّهُ أَتْقَى ) فَإِذَا هُوَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  فَقُلْتُ :  يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّمَا هِيَ بُرْدَةٌ مَلْحَاءُ ، قَالَ : ( أَمَالَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ ) فَنَظَرْتُ فَإِذَا إِزَارُهُ  إِلىَ نِصْفِ سَاقَيْهِ )
Dari Al Asy’ats bin Sulaim berkata :  Saya mendengar bibi saya (Ruham) bercerita tentang pamannya (‘Ubaid bin Kholid) bahwa dia berkata: Ketika saya sedang jalan di Madinah, tiba-tiba ada orang di belakangku yang menegurku:“Angkatlah sarungmu, karena itu lebih taqwa!”,  ternyata orang tersebut adalah Rasulullah, maka saya berkata: “Kakiku ada belangnya”, bersabda Rasulullah: “Bukankah pada diriku ada contoh bagimu ?”, maka saya melihatnya, ternyata sarung beliau sampai ke tengah betis.
Ketiga hadis ini tidak mungkin di bawah kepada makna sombong, karena setiap mereka melakukan Isbal hanya untuk menutupi cacat tubuhnya bukan karena sombong dan mereka telah menyampaikan uzur itu kepada Rasulullah, namun Rasulullah tetap tidak mengizinkan mereka untuk melakukan Isbal, Kesemua hadis yang telah kami sebutkan menunjukkan kepada kita letak kain sarung dari seorang muslim yaitu afdhalnya di tengah betis dan minimal di atas mata kaki. Lantas bagaimana dengan trend mode...???
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Hadis riwayat Ahmad (4:390), Humaidy (810), Ath Thohawy dalam Musykilul Atsar (2:287) dan Ath Thobrany dalam Al Kabir (7 : 377, 378), Diriwayatkan oleh Ahmad (3:140, 249, 256), Ibnu Abi Syaibah (8:285), Al Bukhary (10:256), Ahmad (2:410, 461, 498), Abdurrozzaq (11:83), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (7:192), Al Baihaqy (2:244), Al Baghawy (12:12), Ibnu Abi Syaibah (8:204), Ath Thobrany dalam Al Kabir (7:282) dari hadis Samurah bin Jundub dan dia riwayat Ahmad (5:15) dan Ath Thobrany dengan lafazh (تَحْتَ الكَعْبَيْنِ ), Ibnu Abi Syaibah (8:203), Ahmad (2:255, 287, 504), Abu Dawud (4084), Ahmad (5:63, 64, 377), Ath Thoyalisi (1208), Abdur Rozzaq (11:82), Ibnu Abi Syaibah (8:204), Ibnu Hibban di Shohihnya, Ath Thobrani di Al Kabir (7:72), Hakim (4:18). Abu Dawud (5209), AtTirmidzy (2721, 2722), Abu Dawud (4093), Ibnu Majah (3573), Ahmad (3:5, 6, 31, 44, 52, 97), Malik di Al Muwattho’ hal. 914-915, Al Humaidy (737), Ibnu Abi Syaibah (8:203),  Abu Uwanah (5 :483), Ibnu Hibban di Shohihnya (5422, 5423, 5426), Al Baihaqy di As Sunan (2:244), Al Baghawy di Syarhus Sunnah (12:12), AtTirmidzy (1783), An Nasa’i (8:206), Ibnu Majah (3572), Ahmad (5:382, 396, 398, 400), At Thoyalisy (425), Humaidy (445), Ibnu Abi Syaibah (8:202), Ibnu Hibban dalam Shohihnya (5421, 5424, 5425), Al Baghawy (12:10) dan berkata Al Hafizh dalam Al Fath (10:256).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar