Ali bin Abi Thalib; Penerima Panji Rasulullah
Pada: September 11, 2011
Seusai ditandatanganinya perjanjian Hudaibiyyah di bulan Dzulqa'dah tahun ke-enam Hijriyah, Rasulullah saw dan kaum muslimin merasa lega karena musuh yang paling sengit selama ini memerangi kaum muslimin yaitu Quraisy telah menawarkan perdamaian dan gencatan senjata selama 10 tahun. Akan tetapi masih ada satu musuh lagi yang selalu menunjukkan permusuhannya dan melancarkan berbagai jurus makarnya untuk menghabisi kaum muslimin atau melemahkan kekuatan Islam. Musuh tersebut adalah kaum Yahudi yang telah berulang kali melakukan pengkhianatan terhadap Rasulullah saw dan kaum muslimin.
Ketika awal mula Rasulullah saw dan kaum muslimin berhijrah ke Madinah beliau telah membuat suatu perjanjian dengan kaum Yahudi yang isinya adalah kesepakatan bersama untuk hidup berdampingan secara damai di kota Madinah dan bersama-sama menjaga keamanan kota tersebut dari setiap serangan yang datang dari luar. Tetapi perjanjian tersebut mereka langgar berulang kali, bahkan salah satu suku dari mereka yaitu Bani Nadzir pernah membuat suatu makar jahat yaitu upaya pembunuhan terhadap Rasulullah saw.
Kekuatan Yahudi kini terpusat di Khaibar, satu kota yang besar, memiliki beberapa benteng yang berlapis-lapis dan kebun-kebun kurma yang subur. Mereka memiliki 8 benteng yang besar di kota tersebut dan mereka sangat yakin sekali bahwa kekuatan mereka tidak akan mungkin dikalahkan oleh tentara manapun karena benteng-benteng tersebut sangat kokoh dan berlapis-lapis. Kota tersebut terletak 60-80 mil di utara Madinah.
Keberadaan mereka di Khaibar sangat membahayakan Islam dan kaum muslimin. Telah terbukti sebelumnya bahwa kaum Yahudi Khaibar inilah yang memprovokasi suku Quraisy dan Ghothofan (dua suku besar Arab) untuk berkoalisi menyerang kaum muslimin dalam suatu peperangan yang dikenal dengan perang Ahzab (perang Khandaq). Mereka juga yang telah mendesak suku Quraidhah, suku Yahudi di Madinah yang belum pernah melanggar perjanjiannya terhadap Nabi saw, untuk melanggar perjanjiannya dan ikut bergabung dalam pasukan Ahzab (sekutu) memerangi Rasulullah saw dan kaum muslimin.
Bukti-bukti tersebut cukup kuat bagi Rasulullah saw untuk memberikan hukuman yang setimpal atas kejahatan-kejahatan mereka. Maka pada akhir bulan Muharram tahun ketujuh Hijriyah keluarlah Rasulullah saw bersama 1.400 sahabatnya menuju Khaibar. Sementara Yahudi Khaibar memiliki kekuatan tentara tak kurang dari 10.000 prajurit dan memiliki persenjataan yang lengkap. Peperangan yang cukup sengit terjadi di sekitar benteng Naa'im, satu dari delapan benteng mereka yang terkenal kokoh. Berkali-kali tentara kaum muslimin mencoba untuk menjebol benteng tersebut tetapi selalu gagal. Kemudian pada suatu malam Rasulullah saw bersabda kepada para sahabatnya:
"Sungguh aku akan menyerahkan panji perang ini besok kepada seorang laki-laki yang Allah akan memberikan kemenangan lewat kedua tangannya, dia mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya."
Maka para sahabat sibuk membicarakan tentang siapakah yang akan menerima panji tersebut. Maka ketika di pagi hari para sahabat mendatangi Rasulullah saw masing-masing mengharap bahwa dialah yang akan diserahi panji perang tersebut. Lalu beliau saw bersabda, "Di manakah 'Ali bin Abi Thalib?" Para sahabat menjawab, "Wahai Rasulullah, dia sedang sakit mata." Beliau bersabda, "Panggillah dia untuk datang kesini." Ia pun didatangkan lalu Rasulullah saw meludah pada kedua matanya dan mendo'akannya maka sembuhlah sakitnya bahkan seolah-olah tidak pernah sakit sebelumnya. Pengaruh dari tiupan ludah Rasulullah saw kepada 'Ali tersebut dilukiskan sendiri olehnya sebagai berikut, "Aku tidak pernah sakit mata dan tidak pernah pusing semenjak Rasulullah saw mengusap wajahku dan meludah pada kedua mataku pada waktu perang Khaibar." (HR. Ahmad dan Abu Ya'la, hadits shahih)
Kemudian beliau menyerahkan panji perang tersebut kepadanya. Lalu 'Ali bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah aku perangi mereka hingga menjadi muslim seperti kami?" Beliau bersabda, "Berjalanlah dengan perlahan sampai engkau mendatangi halaman mereka, kemudian serulah mereka untuk masuk Islam dan beritahulah tentang hak-hak Allah yang wajib atas mereka. Demi Allah! Seandainya Allah memberi hidayah kepada satu orang saja dengan sebabmu maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta yang merah-merah." (HR. Bukhari)
Kemudian kaum muslimin menggempur sekali lagi benteng-benteng Yahudi tersebut dengan semangat yang baru. 'Ali bin Abi Thalib keluar memimpin kaum muslimin menuju benteng tersebut. Sebelum melakukan penyerangan dia menyeru orang-orang yang Yahudi terlebih dahulu untuk masuk Islam akan tetapi mereka menolak seruan tersebut dan mereka menantang kaum muslimin dengan dipimpin oleh Marhab, raja mereka. Marhab menantang perang tanding (duel) seraya berkata:
"Medan Khaibar telah tahu bahwa akulah Marhab!Penyandang senjata pahlawan yang teruji!Jika peperangan telah berkecamuk dan menyala!"
Amir bin Al-Akwa' ra maju untuk menghadapinya, perang tanding berjalan seru akan tetapi pada akhirnya Amir terbunuh sebagai syahid, maka Nabi saw bersabda; "Sesungguhnya baginya dua pahala seraya beliau mengisyaratkan dengan kedua jarinya sesungguhnya dia telah bersungguh-sungguh dan mujahid yang sedikit sekali seorang Arab yang berjalan seperti dia." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian dengan sombongnya Marhab menantang sekali lagi perang tanding seraya melantunkan bait-bait syair di atas, maka 'Ali bin Abi Thalib maju seraya berkata:
"Akulah yang diberi nama oleh ibuku dengan Haidar (singa). Bagaikan singa hutan yang seram tampangnya."
Sekejap saja beliau berhasil memukul kepala Marhab dan menewaskannya saat itu juga. Kemudian kemenangan kaum muslimin dapat diraih dengan kepemimpinan 'Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Ishak meriwayatkan dari Abu Rafiq ra bahwa ia berkata, "Ketika peperangan berkecamuk, 'Ali bin Abi Thalib sempat mengambil salah satu pintu benteng untuk dijadikan tameng (perisai), pintu tersebut senantiasa dipegangnya sambil berperang menghadapi lawan sampai Allah memberikan kemenangan atas kami, setelah itu beliau lemparkan pintu tersebut. Sungguh aku menyaksikan bahwa delapan orang di antara kami berupaya keras untuk membalikkannya tetapi kami tak kuasa (karena beratnya)."
Alangkah butuhnya Islam terhadap pemuda-pemuda seperti beliau yang tulus mencintai Allah dan Rasul-Nya, lemah lembut terhadap orang yang beriman, tegas terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah dan tidak takut cercaan orang-orang yang suka mencerca. Inilah sifat-sifat generasi yang diharapkan oleh Islam. Inilah kriteria generasi yang akan membawa perubahan (Qs. Al Maidah: 5/54).
Imam Malik rahimahullah pernah berkata, "Tidak akan menjadi baik kondisi generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang generasi awal umat ini menjadi baik dengannya." Ya, benar! Generasi awal umat Islam tidak melejit menjadi jaya (mulia) kecuali dengan meluruskan aqidah dan tauhidnya, menjadikan Allah, Rasul dan berjihad di jalan-Nya lebih dicintai daripada dunia dan seisinya (Qs. At Taubah: 9/24).
Referensi Makalah®
Dikutip dari; al-Rahiiqul Makhtuum, Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Taariikh al-Khulafaa', al-Hafidh Jalaaluddin As Suyuthi