Skip to main content

Model Pembelajaran 'Cooperatif Learning'

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: July 12, 2011

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan dalam proses pembelajaran, termasuk peserta didik yang tidak bisa bekerja sama dengan sesamanya. Pembelajaran kooperatif mengupayakan peserta didik mampu mengajarkan sesuatu kepada peserta didik lainnya. Mengajar teman sebaya memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu bersamaan. Peserta didik menjadi nara sumber bagi peserta didik lainnya. Meski demikian, pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi dalam kelas.
Cooperative learning atau dalam bahasa indonesia berarti pembelajaran kooperatif, berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim. Slavin mengemukakan, “In cooperative learning methods, student work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut, cooperatif learning adalah model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil.
Anita Lie menyebut bahwa cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu system pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dengan tugas-tugas yang tersruktur.
Ibrahim berpendapat bahwa;
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman kelompoknya, menghargai pendapat teman, diskusi dengan teratur, peserta didik yang pandai membantu yang lebih lemah.
Sedangkan Johnson sebagaimana dikutip Isjoni, memberikan batasan tentang pembelajaran kooperatif bahwa:
Cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within coopera-tive activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative learning is the instructional use of small groups that allows stu-dents to work together to maximize their own and each other as learning.
Berdasarkan uraian tersebut, cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan ke-lompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam ke-lompok itu. Prosedur cooperative learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil.
Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.
Ada banyak alasan mengapa cooperative learning tersebut memasuki kelaziman praktek pendidikan. Selain bukti-bukti nyata tentang keberhasilan pendekatan ini, pada masa sekarang masyarakat pendidikan semakin menyadari pentingnya para siswa berlatih berpikir, memecahkan masalah, serta menggabungkan kemampuan dan keahlian. Walaupun memang pendekatan ini akan berjalan baik jika diterapkan di kelas yang siswanya punya kemampuan merata, namun sebenarnya kelas dengan kemampuan siswa yang bervariasi lebih membutuhkan pendekatan ini. Karena dengan mencampurkan para siswa dengan kemampuan yang beragam tersebut, maka siswa yang kurang akan sangat terbantu dan termotivasi oleh siswa yang punyah kemampuan lebih. Demikian juga siswa yang punya kemampuan akademik tinggi akan semakin terasah pemahamannya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas (Ed. I, Cet. I; Jakarta: Prenada Media Group, 2009). Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran; Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 2008). Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: Quantum Teaching, 2005). Noehi Nasution, Evaluasi Proses dan Hasil Belajar PAI (Cet. 1; Jakarta: Dirjen Lembaga Islam, 1995). Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006). Molyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (Cet. III; Jakarta: Rineka Cipta, 2003). Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psokologi Belajar (Edisi Revisi, Cet. II; Jakarta: Rineka Cipta, 2004).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar