Skip to main content

Biografi Bung Hatta (Mohammad Hatta)

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 05, 2012

Mohammad Hatta, lebih populer dengan sapaan Bung Hatta, lahir di Kampung Aur, Tanjung Karang, Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 12 Agustus 1902 dari pasangan Angku Bule Syekh Batu Hampar yang juga dikenal dengan sebutan Haji Muhammad Djamil dan Ibunya Siti Saleha. Nama Bung Hatta sesungguhnya adalah Muhammad Athar, yaitu sebuah kata arab yang artinya harum (minyak wangi).
Ayah Bung Hatta adalah keturunan ulama besar di Tanah Minangkabau dan berasal dari Batu Hampar dekat Paya Kumbuh. Sedangkan Ibunnya berasal dari keluarga kaya Bukittinggi, anak seorang pedagang, Ilyas Bagindo Marah.
Bung Hatta pada masa kecil hidup dalam keluarga yang berada, serba mewah dan dimanjakan oleh keluarganya. Apalagi ia adalah anak laki-laki tunggal. Pada umur delapan bulan ia sudah menjadi anak yatim, ayahnya wafat dalam usia 30 tahun. Kemudian Ibunya Siti Saleha menikah kembali dengan Mas Agus Haji Ning.
Bung Hatta semenjak kecil dikenal disiplin, selalu bekerja menurut waktu yang tepat, shaleh dalam beragama dan teguh dalam pendiriannya. Karakter demikian sudah tampak benih-benihnya ketika kecil dan terus berkembang sepanjang hidupnya.
Ketika remaja, Bung Hatta tidak merasa terikat dengan sistem adat Minangkabau yang bersifat matrilinial. Dari keluarga kedua belah pihak membebaskan dan mendorong dirinya untuk meluaskan wawasannya melampui tempat asalnya. Hal ini bisa diketahui dan diperkuat oleh pengalamannya sebagai pemuda dimulai di Padang ketika bersekolah di Europese Logere School (ELS) tahun 1913 dan lulus tahun 1916 dan kemudian dilanjutkan di Meer Uitgrebied Luger Onderwijs (MULO) pada tahun 1917.
Semasa remaja, Bung Hatta sudah banyak pengalaman yang didapat di Padang, dimulai bergerak dari masyarakat dalam sekolahnya sebagai ketua olah raga dan perkumpulan kaum muda Sumatera yang dinamakan Jong Sumateranen Bond sebagai anggota. Hal ini yang akhirnya terbukti dikemudian hari dengan bersama-sama berjuang melawan penjajah hingga sampai mendampingi Bung Karno membacakan naskah proklamasi kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia.
Pendidikan formal Bung Hatta dimulai pada awal umur lima tahun, ia sudah masuk pada sekolah taman kanak-kanak atau Frobel School. Setahun kemudian ia bersekolah di Europese Lagere School (Sekolah Rakyat) di Bukittinggi selama dua tahun. Pagi ia belajar disekolah tersebut, sedangkan sore hari ia belajar bahasa Belanda, karena cita-cita orang tuanya kelak Bung Hatta akan disekolahkan di Rotterdam Belanda. Oleh neneknya, Siti Aminah ia diarahkan, sesudah menghrib untuk belajar mengaji kepada Syekh Muhammad Djamil Jambek asal Bantam (1860-1947) dan Haji Abdullah Ahmad (1878-1933). Dari mereka Bung Hatta diasuh, dibimbing dan di didik belajar membaca al-Quran dan al‑hadis serta pelajaran Nahwu, Sharaf, fikih dan Tafsir, hingga menamatkannya. Selain belajar kepada kedua guru tersebut, ia juga belajar tentang agama Islam dari Syekh Arsyad.
Setelah sekolah rakyat, selanjutnya Bung Hatta masuk pada Meer Uitgrabied Onderwijs (MULO/Sekolah Menengah Pertama) di Padang dan dapat selesai tahun 1919. Kemudian melanjutkan kembali pada di Handels Midlebare School (HMS) di Betawi (Jakarta), dengan mengambil jurusan dagang dan lulus dengan baik pada tahun 1921. Pada yang sama ia melanjutkan juga studinya di Handels Hogere School (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, Belanda. Dari sini ia memperoleh gelar sarjana muda.
Disamping itu, karena tuntutan aktif diorganisasi Perhimpunan Indonesia (PI) didalam keaktifannya sebagai anggota di organisasi tersebut, yang pada awalnya Perhimpunan Indonesia bernama Indische Veriniging, kemudian berubah kembali menjadi Indonesiche Veriniging ia menjabat sebagai ketua selama empat tahun berturut-turut (1926-1930).
Namun pada akhirnya ia mengundurkan diri karena Perhimpunan Indonesia (PI) yang dimotori oleh Rustam Efendi berorientasi kealiran komunisme. Selain di PI, ia juga aktif dalam majalah Hindia Putra (Indonesia Merdeka) yang mulai menjadi anggota sampai menjabat sebagai bendahara merangkap anggota. Sedangkan aktivitas politiknya ia mulai muncul dan bergerak pada tahun 1926-1930, saat menjadi mahasiswa di Rotterdam Belanda dengan aktif diberbagai organisasi yang ada, dan juga aktif didalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Pada akhir tahun 1927, Bung Hatta bersama Ali Sastroamidjojo, Muhammad Natsir Pamuntjak dan Abdul Madjid Djojodiningrat ditahan oleh pemerintah Belanda. Tahun 1932 ia kembali ke Indonesia bersama Sutan Syahrir membentuk dan mendirikan Partai PNI (Pendidikan Nasional Indonesia) dengan tujuan perjuangannya adalah membentuk pengkaderan watak dari kepemimpinan.
Tahun 1934, Bung Hatta kembali ditahan oleh pemerintah Hindia Belanda di Penjara Glodok Jakarta, kemudian pada bulan Desember dipindahkan ke Boven Digul selama satu tahun dan selanjutnya dipindahkan kembali ke Banda Naira selama enam tahun. Kemudian pada bulan pebruari tahun 1942 dipindahkan ke Sukabumi, namun pada akhirnya pada tahun yang sama ia dibebaskan bersamaan dengan pendudukan pasukan Jepang di Indonesia.
Pada tahun 1945, bersama Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, kemudian Bung Karno sebagai presiden dan Bung Hatta sebagai wakil presiden sampai tahun 1948. Selain menjabat sebagai wakil presiden ia pada tahun 1949 Bung Hatta merangkap sebagai perdana menteri dan menteri pertahanan. Bulan Agustus sampai Nopember 1949 ia memimpin delegesai RI ke Den Haag Belanda untuk mengikuti Konferensi Meja Bundar (KMB) hingga pada akhir tanggal 27 Desember tahun yang sama menerima penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dari Ratu Juliana.
Setelah pemilihan DPR dan Dewan Konstituante oleh rakyat pada tahun 1956, Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden dengan kehendak dan kesadaran sendiri. Sejak itu bukan berarti perjuangannya selesai, akan tetapi dilakukannya melalui pendidikan dengan mengajar diberbagai universitas dan perguruan tinggi ternama di Indonesia.
Tahun 1969 oleh presiden Soeharto, Bung Hatta diangkat sebagai penasehat komisi VI tentang masalah korupsi, dan tahun 1972 ia menerima tanda jasa bintang republik. Pada tahun berikutnya 1975 ditunjuk menjadi ketua panitia lima atau panitia Pancasila yang dibentuk atas anjuran presiden dan bertugas melakukan penafsiran tunggal mengenai Pancasila.
Bung Hatta wafat pada hari Jum’at tanggal 14 Maret 1980 dirumah sakit Cipto Mangunkusumo dalam usia 78 tahun dengan wasiat kepada keluarganya untuk disemayamkan ditengah-tengah rakyat di pemakaman Tanah Kusir Jakarta Selatan. Ia wafat dengan meninggalkan seorang istri Rahmi Hatta dan tiga orang putri (Meutia Farida Hatta, Gemala Rabi’ah Hatta dan Halidah Nuriah Hatta).
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Tugiyono. KS (eds), Dwi Tunggal Soekarno Hatta Pahlawan Proklamator Kemerdekaan Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1998). Deliar Neor, Biografi Politik Bung Hatta, (Jakarta: LP3ES, 1990). M. D. J. al-Barry (et. al’s), Kamus Ilmiah Kontemporer, (Bandung: Pustaka Setia, 2000). Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: Nada Utama, 1993). Perpustakaan Departemen RI, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1989). Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi Kemerdekaan 1908-1945, (Yogyakara: Pustaka Pelajar, 1994). Wahidin Said, Studi Perbandingan tentang Koperasi menurut Bung Hatta dengan Koperasi menurut Mahmud Syaltout, Semarang: Perpustakaan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2002).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar