Skip to main content

Hubungan Karakter, Etika, dan Moral

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: October 22, 2012

Pembahasan mengenai karakter manusia tidak dapat dilepaskan dari permasalahan tingkah laku manusia, dan pembahasan tingkah laku manusia selalu berkaitan dengan etika dan moral. Manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial, menganut sebuah tatanan atau sistem yang menjadi landasan kehidupan masyarakat.

Sebagai individu, manusia memiliki karakter, sedangkan sebagai makhluk sosial dituntut bertindak sesuai etika dan moral yang berlaku. Maka pembahasan mengenai karakter, etika dan moral menjadi sangat penting.

Karakter pada diri seseorang dapat terbentuk karena adanya interaksi dengan dunia luar. Cara seseorang menanggapi setiap keadaan biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Karakter menjadi sesuatu yang abstrak tetapi begitu nyata dalam tingkah laku sehingga bisa dibentuk dan diarahkan. Pembentukannya tentu saja dengan pengajaran dan pelatihan melalui proses pendidikan. Itulah yang bisa disebut sebagai pendidikan karakter, suatu usaha yang ditujukan untuk membentuk dan mengarahkan karakter serta kedewasaan seseorang.

Karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, jika pengetahuan mengenai karakter seseorang itu dapat diketahui, maka dapat diketahui pula bagaimana individu tersebut akan bersikap untuk kondisi-kondisi tertentu.

Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer, karakter adalah watak, tabiat, pembawaan atau kebiasaan. Karakter menurut Abdullah Munir adalah pola pikir, sikap atau tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan kuat dan sulit dihilangkan.

Sementara Yahya Khan mengatakan bahwa karakter adalah sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan. Sering kali karakter dianggap sama dengan kepribadian, yakni ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga atau bawaan sejak lahir.

Karakter bukan sekadar penampilan lahiriah, melainkan secara implisit mengungkapkan hal-hal tersembunyi. Oleh karenanya, orang seringkali mendefinisikan karakter sebagai "siapa diri seseorang yang sebenarnya".

Karakter menjadi bagian terdalam dari diri manusia yang mempengaruhi tingkah laku, baik sebagai individu ataupun sebagai makhluk sosial. Sedangkan etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir.

Bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles (381-322 SM) dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika mempunyai sifat yang sangat mendasar, yaitu sifat kritis.

Etika bertugas memberi jawaban atas pertanyaan: Atas dasar apa orang menuntut kita tunduk terhadap norma-norma? Dan bagaimana kita bisa menilai norma-norma tersebut? Dengan demikian, etika menuntut manusia agar bersikap rasional terhadap semua norma. Perlunya etika dalam konteks kekinian ada beberapa alasan.

Pertama karena kita hidup dalam masyarakat yang semakin plural yang rawan akan konflik. Semakin banyak perbedaan, maka potensi konflik semakin besar.

Kedua, terjadinya transformasi dalam masyarakat, di sini diperlukan etika untuk menjaga keutuhan.

Ketiga, adanya proses perubahan sosial budaya sering dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Keempat, etika dapat dimanfaatkan kaum agamawan untuk memantapkan iman para pengikutnya.

Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang tidak baik bagi kehidupan. Filsafat moral merupakan upaya untuk mensistematiskan pengetahuan tentang hakikat moralitas dan apa yang dituntut dari kita tentang bagaimana seharusnya kita hidup.

Istilah moral senantiasa mengacu kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia. Jadi antara etika dan moral sama-sama membahas tentang tingkah laku manusia dalam kehidupannya.

Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan, namun ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio.

Sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dalam berinteraksi dengan masyarakat, etika dan moral sangat diperlukan agar tercipta tatanan masyarakat yang rukun dan damai. Seseorang tidak cukup hanya dengan mempunyai moral dan mentaati aturan, ia juga harus mengetahui alasan mengapa mereka melakukannya.

Dalam pandangan Kant (1724-1804), kita tidak boleh melihat kebaikan pada hasil perbuatan. Yang membuat perbuatan manusia menjadi baik dalam arti moral bukanlah hasil yang dicapai, tetapi ditentukan semata-mata oleh kenyataan bahwa perbuatan itu merupakan kewajibannya. Untuk menjalankan semuanya, diperlukan karakter kuat dalam diri manusia yang mampu melakukan semuanya dengan penuh kesadaran, bukan dengan paksaan.

Maka dari itu, hubungan antara karakter, etika dan moral tidak dapat dilepaskan dalam upaya mencetak generasi yang bertanggung jawab dan kondisi masyarakat yang sejahtera melalui pendidikan karakter.

Referensi Makalah®

Kepustakaan:
Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, (Jakarta: The Wahid Institute, 2006). Frans Magnis-Suseno, Etika Dasar, (Yogyakarta: Kanisius, 1987). Abdullah Munir, Pendidikan Karakter; Membangun Karakter Anak Sejak Dari Rumah, (Yogyakarta: Pedagogia, 2010). D. Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar