Skip to main content

Pola Perjuangan Muhammad Ali Jinnah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 01, 2012

Dalam usahanya untuk mendirikaan negara tersendiri bagi ummat Islam, Muhammad Ali Jinnah mempunyai motto “Persatuan, Keyakinan, dan Disiplin”. Dengan motto inilah ia menjalankan khittah perjuangannya. Oleh karena itu gelar Qaidhi Azam (Pemimpin Besar) yang diberikan kepadanya tidak sekedar menunjukkann kepemimpinannya sebagai pendiri negara Pakistan yang kemudian menjadi negara Islam, tetapi juga karena usahanya yang ingin memerdekakan India dalam arti yang luas dan sebenar-benarnya tanpa membedakan penganut suatu aliran dan agama yang ada di anak benua tersebut. Hal itu pula sebabnya, maka ia dijuluki dengan tokoh persatuan Hindu Islam India.
Dalam garis besarnya pandangan para pemimpin kaum muslimin di India sehubungan dengan nasib ummat Islam dapat dibedakan atas dua pola, yaitu pola Nasionalis India Islam dan pola gerakan Aligarh.
Golongan Nasionalis menjalankan perjuangannya dalam partai kongres. Mereka berkeyakinan bahwa ummat Islam dapat hidup bersama dengan ummat Hindu dalam satu negara. Mereka menolak pendirian Pakistan sebagai negara disamping India. Mereka berkeyakinan bahwa masalah minoritas muslim disamping mayoritas akan hilang dengan sendirinya setelah kemerdekaan tercapai. Untuk mencapai kemerdekaan itu tidak perlu mengemis kepada penjajah Inggris. Oleh karena itu, itu mereka menjalankan politik non kooperatif bahkan kalau perlu dengan kekerasan.
Berbeda dengan pola dengan pola pertama, pola kedua dapat tertampung dalam partai Liga Muslim. Mereka menjalankan politik kooperatif. Mereka menginginkan suatu negara dengan pemerintahan Islam sendiri. Negara itu meliputi wilayah-wilayah: Punjab, Afghan, Kasymir, Sindi dan Bulukhistan.
Pendapat tentang perlunya pemerintahan yang terpisah antara ummat Hindu dan Islam sesungguhnya juga secara tidak langsung disadari oleh pihak luar Islam, antara lain Mr. Shakepeare, seorang pejabat pemerintah Inggris di Benares. Ia mengungkapkan bahwa :
“Saya sekarang manjadi yakin, bahwa kedua golongan Hindu dan Muslim tidak akan dapat bekerjasama dengan damai. Hal itu pada saat sekarang belum kentara. Namun, pada masa yang akan datang lebih banyak lagi perbedaan dan pertentangan yang akan muncul dalam kalangan rakyat yang terpelajar dan inilah yang mengahirinya’.
Pandangan senada juga dikemukakan oleh salah seorang pemimpin senior Hindu Muhasabha, Mr. V.D. Savarkas, yakni :
“Kenyataan yang tegas adalah bahwa apa yang dinamai persoalan masyarakat Hindu-Muslim itu adalah suatu warisan yang disampaikan kepada kita oleh pertentangan kebudayaan, agama dan kebangsaan yang berabad-abad lamanya diantara Hindu dan Muslim. Apabila pada waktu ini saudara akan dapat memecahkan persoalannya, tetapi saudara tidak dapat memecahkannya hanya dengan tidak mengakuinya. Marilah dengan jujur dan berani kita hadapi kenyatan-kenyataan itu sebagai adanya. India tidak dapat dianggap sebagai satu kesatuan dan sebagai satu bangsa yang homogen, akan tetapi sebaliknya pada pokoknya adalah dua bangsa yaitu Hindu dan Muslim di India”.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Kenneth W. Morgan, Islam the Straig Path. Diterjemahkan oleh Abussalamah dan Chaidir Anwar dengan judul Islam Jalan Lurus. Cet. II, (Jakarta: Bina Pustaka Jaya). L. Stodard, The New World of Islam. Diterjemahkan oleh Mulyadi D dkk dengan judul Dunia Baru Islam (Jakarta: t. tp., 1966). Erwin J. Rosenthal, Islam in the Modern National State (London: Cambridge at the University Press: 1965).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar