Skip to main content

Pengertian Filsafat dan Cara Berpikir Filsofis

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 29, 2012

Istilah Filsafat dalam bahasa Arab al-falsafah (الفلسفة), berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yakni philein yang berarti suka atau cinta;dan sophos yang berarti kebijaksanaan (hikmat) atau wisdom, sehingga terbaca Philosopia yang artinya cinta pada kebijaksanaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa interpretasi, yakni (1) suatu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat yang ada, sebab, asal dan hukumnya; (2) teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; (3) ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan epistimologi; (4) falsafah, yakni anggapan, gagasan dan sikap batin yang paling dasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat.
Harun Nasution menyebutkan, di antaranya adalah: pengetahuan tentang hikmah; pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar mencari kebenaran; membahas dasar-dasar dan apa yang dibahas.
Berdasar dari batasan-batasan filsafat ini, maka dapat dikembangkan bahwa berpikir filsofis, memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dibedakan dari bidang ilmu lain, yakni :
  1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya hingga sampai pada hakekat atau subtansi yang dipikirkan
  2. Universal, artinya pemikiran secara luas.
  3. Konseptual, artinya generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia.
  4. Koheren atau konsisten, artinya runtut dan tidak mengandung kontradiksi.
  5. Sistematis, artinya uraian yang saling berhubungan secara teratur.
  6. Komprhensif, artinya mencakup atau menyeluruh.
  7. Bebas, artinya tidak memiliki batasan dalam berpikir dan tidak terikat dengan prasangka-pransngka sosial, historis, kultural bahkan religius.
Dalam Islam, orang yang cinta kepada ilmu pengetahuan disebut dengan “ahli pengetahuan” atau “hakim” yang berasal dari kata al-hikmah. Dalam al-Quran, penyebutan term al-hikmah merupakan perkara tertinggi yang bisa dicapai manusia melalui alat-alatnya yang tertentu, yaitu akal dan metode-metode berpikirnya. Misalnya saja, dalam QS. al-Baqarah (2): 269
Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang al-Quran dan as-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah di-anugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
Untuk mengetahui apa sesungguhnya al-hikmah yang juga disinonimkan dengan ilmu itu harus melalui filsafat ilmu. Dengan demikian setiap ilmuan muslim merasa sangat penting untuk mendalami filsafat guna mengenal hakekat ilmu yang dimilikinya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
H.M. Rasyidi dan H. Harifuddin Cawidu, Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat (Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1988). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II, Cet. I (Jakarta: Balai Pustaka, 1991). Harun Nasution, Falsafat Agama (Cet. VIII; Jakarta: Bulan Bintang, 1991). Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Cet. VI; Jakarta: Bulan Bintang, 1996). Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1992).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar