Skip to main content

Biografi Husain; Cucu Nabi saw

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 27, 2012

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Husain bin Ali bin Abi thalib. Lahir di Madinah, 5 Sya’ban 4 Hijrah. Ayahnya adalah salah satu dari Assabiqun al-Awwalun, menantu Rasulullah saw, Ali bin Abi Thalib. Ibunya adalah Fatimah binti Muhammad saw.
Husain adalah orang yang kuat dan perkasa, bertubuh sedang, berkening luas, berjenggot tebal, berdada lebar, bertulang besar, berambut tebal, hitam, suaranya berwibawa dan enak didengar, tegas dan berani mengambil keputusan, tidak takut melawan musuh, berparas mirip dengan Nabi saw. Rasulullah saw bersabda “Husain dariku dan aku dari Husen”. “Siapa yang ingin melihat pemuda dari surga maka lihatlah Husain”.
Dari hasil pernikahan Husain dengan Rabab binti Imrul Qais, lahirlah Ali Al-Akbar, Ali Zainal Abidin, Ali Al-Ashghar, Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Abdullah, Muhammad, Ja’far.
Husain hidup di rumah ayahnya di Madinah. Lingkungan yang paling bersih dan mulia dari sifat manusiawi. Kakeknya adalah Rasulullah. Ayahnya adalah Ali bin Abu Thalib, memiliki peringkat teratas dari sifat dermawan. Ibunya adalah Fatimah Az Zahra, seutama-utama perempuan pada masanya.
Banyak hadis yang meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw, sangat mencintai Hasan dan Husain. diantaranya, diriwayatkan oleh Abu Hurairah;
“Rasulullah datang kepada kami bersama kedua cucunya, Hasan dan Husain. Yang pertama ada di bahunya yang satu, dan yang kedua ada di bahunya yang lain. Sesekali baginda Rasulullah menciumnya, sampai Rasulullah saw berhenti di tempat kami. Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa mencintai keduanya (Hasan dan Husain) bererti ia mencintai aku. Barangsiapa membenci keduanya bererti ia membenci aku”.
Diriwayatkan pula, bahwa suatu hari Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib sedang keluar dari masjid selesai shalat. Tiba-tiba mereka berdua melihat Hasan sedang bermain. Lalu Abu Bakar ikut mengajaknya bermain. Setelah itu beliau berkata kepada Ali bin Abi Thalib, Ayah Husain, “Demi Allah, dia lebih mirip dengan Rasulullah dari pada denganmu.” Mendengar yang demikian itu Ali bin Abi Thalib tertawa.
Husain sangat peduli kepada keadaan kaum muslimin. Ketika penduduk Syam membaiat Muawiyah sebagai khalifah, menyebabkan pertempuran baru antara Iraq dan Syam tidak dapat dihindari lagi. Waktu itu Husain berpikir, terbayang dalam benaknya apa yang pernah terjadi dalam perang Shiffin. Di situ ia melihat ramainya korban yang terbunuh dan darah yang mengalir, mengakibatkan anak menjadi yatim dan perempuan menjadi janda. Apa yang dihasilkan perang kerusakan. Husain khawatir kejadian itu terulang kembali.
Ketika ia sedang mencari solusi penyelesaian dari perang sesama muslim tersebut, datanglah surat dari Muawiyah. Isi surat, Bani Umaiyah meminta untuk mengadakan perdamaian dengan syarat, Hasan saudara Husain dijanjikan akan menjadi khalifah nanti setelah kematian Muawiyah.
Husain kemudian menerima usul perdamaian tersebut. Demikian pula sikapnya saat para pemuka penduduk Iraq berkumpul di gedung pertemuan di Iraq. Dia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya kalian membaiatku adalah untuk berdamai dengan orang yang mengajak damai dan berperang dengan orang yang mengajak perang. Sesungguhnya aku telah membaiat Muawiyah, maka dengarlah kata-kataku.”
Husain wafat di Karbala’ dekat Kufah, pada tanggal 10 Muharam 61 H.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Al-Albani (Muhammad Nashiruddin bin Nuh Najati), Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, (al-Maktab al-Islami, Cet I tahun 1399 M). Al-Fazary (Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Harits, Kitab as-Siyar, (Beirut; 1408 H). Al-Ghaban, Fitnah Maqtal Utsman bin Affan, (tp; 1410 H). Al-Khatib (Ahmad bin Tsabit al-Baghdadi), Tarikh Baghdad, (Maktabah Salafiyah Madinah, tt). Al-Kindi, Muhammad bin Yusuf al-Mishri, Tarikh Wulatil Mishri wa Qudhatiha, (Yayasan al-Kutubuts Tsaqafiyah; 1407 H).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar