Skip to main content

Premis Teori Gerak dan Perbedaannya dengan Teori Lain

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: March 01, 2012

Menjelaskan adanya kelebihan teori gerak atas teori-teori lainnya seperti teori keteraturan, teori huduts, wujub-imkan, dan teori sebab-akibat, hal ini mengharuskan kami untuk lebih cermat dan lebih jeli dalam menanggapi premis-premis teori ini serta prinsip middle term-nya.
Allamah Syahid Muthahari (ra) menuliskan: Teori penggerak awal terdiri dari lima prinsip pokok:
  1. Gerak, membutuhkan penggerak,
  2. Penggerak dan gerak keduanya adalah bersamaan secara temporal, yaitu mustahil terjadi pemisahan waktu di antara keduanya,
  3. Setiap penggerak, mungkin digerakkan dan mungkin konstan,
  4. Setiap eksistensi jasmani akan berubah dan digerakkan,
  5. Gradasi interkoneksi (tasalsul) tanpa batas adalah mustahil.
Ayatullah Taqi Misbah Yazdy dalam uraiannya atas kitabnya Allamah Thabathbai Nihayatul Hikmah mengungkapkan empat premis untuk teori gerak, sebagai berikut: Argumen gerak bersandar pada empat asas : obyek gerak membutuhkan penggerak, penggerak harus berakhir pada sesuatu yang tidak bergerak, sesuatu yang non materi bukanlah obyek gerak, mata rantai sesuatu non materi harus berakhir pada wajib al wujud.
Harus diketahui bahwa gerak adalah semacam bentuk perubahan dan tidak setara dengan perubahan mutlak. Gerak merupakan perubahan bertahap, dan dalam teori gerak perubahan tidak diperhatikan dari sisi kejadiannya, karena dalam keadaan ini berarti, pertama: tidak akan ada perbedaan antara perubahan seketika dengan perubahan bertahap (gerak), kedua: teori gerak pasti akan kembali kepada teori hudust (dari tiada menjadi ada). Demikian juga harus dicermati bahwa penegasan dalam teori gerak ini tidak diletakkan pada keharmonisan dan keteraturan gerak langit dan seluruh gerakan lainnya, karena dalam keadaan ini teori gerak akan kembali pada teori keteraturan. Dan juga harus diperhatikan bahwa yang menjadi point pembahasan gerak dalam teori ini bukanlah dari sisi kemungkinannya dan kebutuhannya terhadap wajib, karena hal ini akan berarti tidak ada perbedaan antara perubahan bertahap (gerak) dengan perubahan seketika, karena keduanya merupakan wujud-wujud possibel yang membutuhkan wajib.
Dalam teori gerak, prinsip keberadaan gerak di alam natural adalah jelas dan nyata. Apabila seseorang mengingkari prinsip ini-sebagaimana yang dilakukan oleh filosof Paramandise dkk, maka hal tersebut akan membuat torehan pada teori ini, akan tetapi pengingkaran semacam ini untuk teori-teori seperti teori keteraturan, hudust, imkan-wujub, sebab-akibat, tidak akan memberikan goresan apapun. Oleh karena itu untuk memisahkan teori gerak dari teori-teori lainnya, harus kita perhatikan bahwa dalam teori ini middle termnya adalah “perjalanan benda secara bertahap dari potensi ke aktual”, dan bukan sesuatu yang lain, dan gerak baik sebagai persepsi mandiri atas asumsi penggerak ataupun sebagai gerak yang posisinya terletak dibawah persepsi mumkin atau akibat, merupakan sebuah persepsi filosofi, oleh karena itu midle term teori gerak ini adalah middle term yang filosofi, dan oleh karena itu teori gerak tidak bisa hanya dinamakan sebagai teori alami atau bertahap. Bukanlah Aristoteles dalam definisi geraknya mengatakan: “Gerak merupakan kesempurnaan pertama untuk sesuatu yang potensi, dari sisi kepotensiannya”
Tanpa ragu lagi perspesi seperti kesempurnaan, pertama dan potensi merupakan persepsi filosofis dan bukan persepsi dari kelompok ilmu alam, oleh karena itu perlu ditinjau kembali apabila kita mengatakan: “Aristoteles membahas teori ini dalam kapasitasnya sebagai seorang ahli ilmu alam bukan dari kapasitasnya sebagai seorang filsosof ilahi” tentu saja tidak ragu lagi bahwa gerak merupakan fenomena alami akan tetapi pembahasan hukum-hukum gerak merupakan pembahasan rasional dan filosofi. (diperhatikan)
Ayatullah Jawadi Amuli, pada pasal kedua dari makalah “teori gerak” -nya menuliskan:
“Pembahasan dalam eksistensi gerak, merupakan partikulasi dari filsafat ilahi yang membahas mulai dari prinsip eksistensi hingga terlahirnya benda, .... akan tetapi pembahasan gerak dalam ilmu alam menjelaskan gerak sebagai sebuah fenomena khusus pada substansi tertentu, yaitu gerak pada ilmu alam membahas tentang apakah fulan substansi mempunyai kepadatan gerak ataukah tidak, bagaimanakah cara dia bergerak serta apa tujuannya, akan tetapi tidak membahas fenomena lain yang tidak berada dalam lingkup pembahasannya. Dan secara global pembahasan tentang apakah gerak ada di alam semesta ini ataukah tidak, dengan mengesampingkan substansi-substansi tertentu, berada di luar institusi ilmu alam melainkan berada dalam batasan pembahasan murni filosofi, ..... dan karena pembahasan kita sekarang adalah tentang wujud gerak sebagai sebuah pembahasan filosofi murni, maka hal ini harus dilakukan dengan memanfaatkan metode-metode khusus itu sendiri yang dalam filsafat ilahi dipergunakan untuk membuktikan eksistensi benda, lalu meletakkan inovasi ilmu alam sebagai saksi dan penegas, karena inderawi maupun deduksi tak satupun ada yang mampu membuktikan hakekat gerak dengan makna mendalam sebagaimana yang telah ditafsirkan, dan menjelaskan kemunculannya obyek luar.
Mulla Sadra (ra) sendiri dalam kitab Asfar-nya pun mengatakan bahwa gerak dan diam merupakan sebuah masalah yang tidak bisa difahami dengan indera, melainkan indera hanyalah sebagai penentu dan sahabat akal dalam memahami mereka.
Saksi lain yang menyatakan bahwa teori gerak merupakan sebuah teori filsafat murni dan bukannya sebuah teori eksperimen adalah bahwa “gerak” sama sekali tidak bisa dikatagorikan atau istilahnya tidak termasuk dalam kelompok mahiyat (esensi) dan akal pertama, melainkan termasuk ke dalam akal kedua filsafat dan oleh karena itu pembahasan yang berkaitan dengan masalah tersebut berada dalam institusi hikmah ilahi.
Referensi Makalah®
*Berbagai Sumber
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar