Skip to main content

Protektorat dan Gerakan Zionis

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 03, 2012

Gerakan Zionisme mulai mendapatkan momentumnya berkat bantuan dana keuangan tanpa reserve dari Mayer Amschel Rothschild (1743-1812) dari Frankfurt, pendiri dinasti Rothschilds, keluarga Yahudi paling kaya di dunia. Pendukung kuat dari kalangan politisi Eropa terhadap gerakan Zionis mendatang terutama dari Lloyd George (perdana menteri Inggeris), Arthur Balfour (menteri luar-negeri Inggeris), Herbert Sidebotham (tokohmiliter Inggeris), Mark Sykes, Alfred Milner, Ormsby-Gore, RobertCecil, J.S.Smuts, dan Richard Meinerzhagen.
Sebenarnya sejak tahun 1882 Sultan Abdul Hamid II telah mengeluarkan sebuah dekrit yang berbunyi, meski sultan “sepenuhnya siap untuk mengizinkan orang Yahudi beremigrasi ke wilayah kekuasaannya, dengan syarat mereka menjadi kawula daulah Utsmaniyah, tetapi baginda tidak akan mengizinkan mereka menetap di Palestina”.
Alasan pembatasan ini karena, “emigrasi kaum Yahudidi masa depan akan dapat membuahkan sebuah negara Yahudi”. Pada waktu itu sebelum imigrasi kaum Yahudi yang massif dimulai, kira-kira hanya ada 25.000 jiwa orang Yahudi di antara 0,5 juta jiwa penduduk Arab di Palestina. Meski ada titah sultan tersebut, arus imigrasi orang Yahudi tetap berhasil menerobos masuk ke Palestina secara diam-diam dan berlanjut bahkan melalui cara sogok sekalipun.
Menjelang 1891 beberapa pengusaha Palestina mengungkapkan keprihatinan mereka mengenai kian meningkatnya imigran Yahudi, sehingga menganggap perlu mengirimkan telegram ke Istambul menyampaikan keluhan tentang kekhawatiran itu yang mereka simpulkan akan mampu memonopoli perdagangan yang akan menjadi ancaman bagi kepentingan bisnis setempat, yang pada gilirannya akan menjadi ancaman politik.
Pemikiran ini dibenarkan oleh sebagian besar pendukung Zionisme sejak awal, sebagaimana dibuktikan oleh fakta bahwa thema tentang pengusiran secara konsisten terus menjadi pemikiran kaum Zionis.
Kaum pendahulu Zionis menempuh beberapa strategi untuk mencapai tujuan mereka, Yaitu : 1. Dengan imigrasi jumlah besar orang Yahudi; sehingga orang Palestina menjadi kecil 2. Bilamana sejumlah petani dan buruh Arab-Palestina ditutup kesempatan kerjanya, maka hasilnya akan memaksa orang Arab-Palestina beremigrasi (meninggalkan) Palestina.
Dalam kenyataannya, kedua rencana di atas itu kurang begitu diketahui, karena lebih banyak diperbincangkan di koridor-koridor kekuasaan di Berlin, London, dan Washington untuk mendapatkan dukungan(‘sponsorship’) dunia internasional, terhadap klaim kaum Yahudi sebagai imbangan terhadap hak-hak kaum mayoritas penduduk Arab-Palestina.
Opsi satu-satunya yang tersisa adalah pengusiran secara paksa sebagai cara untuk dapat mendirikan negara Yahudi yang mereka impikan. Dengan mengembangkan konsep “men-delegitimasi-kan masyarakat Arab-Palestina, sambil berusaha me-legitimasi-kan kehadiran orang Yahudi”. Usaha pertama Zionis ditujukan kepada Sultan AbdulHamid II, suatu pilihan yang masuk akal, mengingat kesultanan Usmaniyah memegang kuasa mutlak atas Palestina. Sebelum secara resmi mendirikan Zionisme pada tahun 1897, Theodore Herzl pernah berkunjung ke Istambul pada tahun 1896 untuk memohon hibah tanah di Palestina dari Sultan dengan imbalan akan memberikan “bantuan keuangan untuk memulihkan kas kesultanan yang sedang kosong melalui jasa para finansier Yahudi”.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ronald Sanders, ‘Shores of Refuge : A Hundred Years of Jewish Emmigration’ ,Henry Holt and Company, New York, 1988. Connor Cruise O’Brian, ‘The Siege : The Saga of Israel and Zionism’, Simonand Schuster, New York, 1986. Phillip Mattar, ‘The Mufti of Jerusalem : Al-Hajj Amin Al-Husyni, and thePalestinian National Movement’, Columbia University Press, New York, 1993. Neville J.Mandel, ‘The Arabs and Zionism Before World War II’, University of California Press, Berkeley, 1976. David Mc Dowall, ‘Palestine and Israel : The Uprising and Beyond’ , (Berkeley :University of California Press, 1989. Khalid Walidi, ‘The Jewish-Ottoman Land Compan: Herzl’sBlueprint for the Colonization of Palestine’, Journal of Palestine Studies, Winter1993. Neville Barbour, ‘A Survey of the Palestine Controversy’, Beirut : Institute of Palestine Studies, 1969.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar