Skip to main content

Referensi Makalah; Islam di Belanda

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 14, 2011

Islamisasi yang dimaksud dalam sub bahasan ini adalah merujuk pada batasan pengertian yakni suatu proses yang tidak pernah berhenti sejak datang-nya Islam pertama kali, penerimaan dan penyebarannya lebih lanjut. Berkaitan dengan pengertian ini, penulis menemukan data yang akurat bahwa proses islamisasi di Belanda baru dimulai pada abad ke-19. Ini berarti bahwa kedatangan Islam di Belanda agak terlambat jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya
Di sisi lain, memang ditemukan data bahwa orang Islam pertama datang ke Belanda adalah Abdus Samad, Duta Besar Kesultanan Aceh untuk Belanda, pada tahun 1602. Hanya saja, kedatangannya ketika itu tidak dalam misi dakwah, selain waktu kunjungan yang singkat. Karena itu, tetap dipersepsikan bahwa proses islamisasi di Belanda adalah pada abad ke-19 sebagaimana yang telah disebutkan. Hal ini berdasarkan survey sejarah bahwa pada tahun 1947 ada gerakan missi dakwah dari Islam Ahmadiyah yang menamakan dirinya Holland Mission (perutusan Belanda) di Den Haag.
Pada tahun 1953 kaum Ahmadiyah mendirikan Mesjid Mubarak di Den Haag yang merupakan Mesjid pertama di Belanda. Kemudian pada tahun 1955, mereka menerbitkan Alquran edisi Arab-Belanda, yang disebut De Heilige Qor’an (Kitab Suci al-Quran).
Selain Ahmadiyah, tercatat pula bahwa kelompok pertama Muslim Sunni di Belanda berasal dari tentara KNIL (Koninklijke Nederlandse Indicshe Leger) dan keluarganya yang datang ke Belanda pada tahun 1951. Walaupun sebagian besar dari tentara KNIL (seluruhnya berjumlah 12.000 orang) beragama Kristen, ada sebagian kecil yang beragama Islam, kira-kira 200 orang dan berasal dari Ambon. Atas usaha pemimpin muslim Akhmad Tan yang kharismatik, kelompok yang beragama Islam ini dapat menetap di dalam kamp Wijldemaerk. Sama halnya dengan Ahmadiyah, Muslim Sunni di Belanda juga mendirikan Mesjid Sunni.
Selanjutnya, sekitar tahun 1960 perkembangan industri di Belanda memerlukan tenaga kerja yang tidak dapat dicukupi oleh tenaga kerja di sana. Hal ini memaksa pemerintah Belanda untuk mengizinkan masuknya tenaga kerja dalam jumlah yang besar dari Turki, Maroko, Indonesia, Tunisia, Suriname, Pakistan, Aljazair, Urganda, Mesir, Irak dan sebagainya. Tenaga kerja itu umumnya beragama Islam dan mereka terpencar di seluruh negeri Belanda. Dengan berdatangannya migrasi muslim sebagai “pekerja tamu” di Belanda, mengindikasikan bahwa populasi kaum muslim di sana semakin bertambah dan tentu saja, proses Islamisasi di Belanda sejak permulaan tahun 1960 memiliki arti signifikan dalam upaya penyebaran Islam lebih lanjut melalui gerakan dakwah.
Memasuki tahun 1970-an, gerakan dakwah di Belanda, terkordinir dalam wadah organisasi yang disebut Persatuan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME) yang terbentuk pada 12 April 1971. Yang hadir dalam pembetukan PPME di Den Haag ketika itu adalah antara lain; Gusdur (Abdurrahman Wahid), Moh. Chaeran, A. Hambali Maksum, Abd. Muiz Kaderi, Rais Mustafa, dan Moh. Sayuti Suaib; dari Den Haag, hadir Rmhat Zitter, Amir Alhajri, dan Jus Muhtar; dari Jerman, hadir Abdul Wahid Kadungga, Ali Bab, dan A. Donny. Gusdur ketika itu diunggulkan menjadi ketua, namun ia menolak dan akhirnya yang terpilih menjadi ketua pertama adalah Abdul Wahid Kadungga, dan sekretarisnya adalah Hambali Maksum.
Di samping PMEE telah berdiri, dan salah satu tujuannya adalah untuk kepentingan islamisasi, maka bersamaan itu pula (tahun 1970-an) bahkan berlanjut sampai tahun 1980-an, imigran muslim masih tetap berdatangan ke Belanda. Keadaan seperti ini, dinyatakan oleh N.J.G Kaptein bahwa :
Migrants from Suriname came hera in large numbers from the beginning of the 1970’s…. on Januari  1 st 1984 the total number of Muslims from Suriname was estimated to be 25,000. Afart from the groups just mentioned, we may add a few more groups of muslim some 2000 Tunesians; 5000 Pakistani and smeller of native from other conutries.
Artinya :
Imigran dari Suriname berdatangan di sini dalam jumlah besar sejak permulaan tahun 1970-an … dan pada tanggal 1 Januari 1984 jumlah muslim Suriname kira-kiran 25.000 (orang). Selain kelompok yang telah disebutkan, masih ada kelompok Islam lagi 2.000 dari Tunisia; 5.000 pakistan dan beberapa negara-negara lain.
Secara jelas dari sketsa di atas dapat dipahami, bahwa kaum muslim di Belanda telah mengalami perkembangan dari tahun ke-tahun, dan memasuki tahun 1990-an jumlah umat Islam di Belanda menempati posisi ketiga (3,7%), setelah Katolik Roma (32%), dan Kristen Protestan 22%. Sebanyak 40% warga Belanda mengaku tidak beragama, dan sekitar 0,5% pemeluk Hindu. Bertambahnya jumlah umat dari tahun ke tahun itu, diperkirakan berasal dari imigran dan sebagian lain mendapatkan hidayah, dan pernikahan.
Memasuki tahun 2000-an, terutama pasca peledakan gedung kembar WTC 11 September 2002, perkembangan Islam di negeri Belanda cukup menggembirakan. Pasalnya, hampir tiap bulan tiga orang warga Belanda masuk Islam. Mereka masuk Islam, ada yang berawal dari membaca buku-buku Islam, dialog di kampus-kampus atau melalui informasi lainnya. Namun demikian, dan sebagaimana yang telah dikatakan bahwa Islam di Belanda belumlah menjadi agama yang penganutnya mayoritas.
Hal yang menarik dengan kedatangan imigran muslim di Belanda, adalah mereka secara etnis berdasarkan ras dan bangsanya mendirikan mesjid-mesjid. Sehingga, di sana ditemukan sebanyak 194 mesjid yang didirikan oleh imigran muslim Turki, sebanyak 94 mesjid yang didirikan oleh imigran muslim Maroko, sebanyak 13 mesjid yang didirikan oleh imigran muslim Suriname, dan 1 buah mesjid yang didirikan oleh imigran muslim Indonesia. Jadi, secara keseluruhan jumlah mesjid yang ada di Belanda sekarang ini, adalah sebanyak 302 buah mesjid. Keberadaan mesjid-mesjid di Belanda, termasuk salah satu indikasi bahwa Islam di sana mengalami perkembangan yang cukup siginifikan.
Pada tahun 1983, pemerintah legislatif Belanda telah mengeluarkan kebijakan yang berisi Minderheid-Minder Recht, artinya: “Minoritas-Kurang Haknya”, antara lain juga mempermasalahkan agama. Sebagian besar kebijakan ini mencakup ranah perayaan keagamaan. Maka pada tahun 1984 terjadilah pertentangan antara seorang perempuan  muslim dan atasannya, yang menimbulkan banyak perdebatan politik yang menarik mengenai status hari libur non-Kristen di negeri Belanda. Perempuan tersebut, namanya Hayriye Inan, mengajukan permintaan untuk libur satu hari (tanpa gaji) agar dapat mengikuti peranyaan buka puasa pada akhir Ramadhan. Pemintaannya ditolak, Inan tidak datang untuk bekerja dan langsung dipecat. Setelah perempuan muslim ini mengajukan tuntutan, Pengadilan Kota Den Bosch memutuskan bahwa Inan benar, dan menetapkan antara lain bahwa:
“Islamic employees are in principle entiled two day off to celebrate their religios holidays, and thet they could only be refused on the same grounds as wolud entitle the employer to require an employee to works on a publik Christian holiday”.
Artinya :
Pekerja beragama Islam pada dasarnya berhak libur pada perayaan keagamaan mereka, dan hak ini baru boleh ditolak atas dasar yang sama, yaitu apabila atasan itu juga menuntut bawahannya yang beragama Kristen itu supaya tetap bekerja pada hari libur Kristen.
Dari uraian di atas, dipahami bahwa paradigma kita selama ini adalah, “bahwa dimana ada umat Islam minoritas di situ tertindas”, dan ternyata di negeri Belanda tidak demikian halnya eksistensinya. Di sana tidak ada penindasan, dan agama hanya dianggap adat (kebudayaan). Bahkan, di Belanda ada perpustakaan lengkap tentang Syi’ah, yakni perpustakaan Universitas Leiden.
Hal yang menarik lagi adalah bahwa perempuan muslim di Belanda dengan bebas memakai jilbab, meski dibeberapa sekolah sekuer mereka dianjurkan untuk menanggalkannya.  Sementara hampir semua rumah sakit di Belanda menerima pasien yang ingin “sunat”. Juga rumah pemotongan hewan muslim saat ini dilaporkan berjumlah 500 buah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994. Iwan Gayo, Buku Pintar Seri Senior; Plus 20 Negara Baru Jakarta: Upaya Warga Negara, 2000. Tim Penulis, Ilmu Pengetahuan Sosial-Geografi, Jakarta: Tiga Serangkai 1998. Ahmad M. Sewang, dalam “Makalah Bedah Buku” Islamisasi Kerajaan Gowa, kerjasama Pemda dan MPM PPS UIN Alauddin, N.J.G. Kaptein, Islam in Presesnt-Day Dutch Society dalam W.A.L. Stokhof (ed), “Indonesian and Islamic Studies Jakarta: INIS, 1991. Team Penyusun Textbook Sejarah dan Kebudayaan Islam Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid II Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1982/1983. Ahmad M. Sewang dalam Seminar Kelas Makalah Eksistensi Islam di Belanda, Makassar. http://www.rsi.sg/indonesia.com dalam Kehidupan Umat Muslim di Belanda, 2005. http://www2.mw.n1/images/assets/10626905. http://muslimdelft.nl/kmd/warga/h_nugraha.php.
Dapatkan makalah tentang Islam di Belanda secara gratis di sini
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar