Skip to main content

Pembunuhan menurut KUHP

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: March 14, 2013

Pembunuhan secara terminologi berarti perkara membunuh, atau perbuatan membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.
Tindak pidana pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-undang.
Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.
Bentuk kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain ini dapat berupa sengaja (dolus) dan tidak sengaja (alpa). Kesengajaan adalah suatu perbuatan yang dapat terjadi dengan direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan. Tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya niat yang diwujudkan melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai. Berdasarkan unsur kesalahan, tindak pidana pembunuhan dapat dibedakan menjadi:
Pertama, Pembunuhan Biasa
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk pokok (Doodslag In Zijn Grondvorm), yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya.
Adapun rumusan Pasal 338 KUHP adalah:
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”
Sedangkan Pasal 340 KUHP menyatakan:
“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Pada pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa pemberian sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana penjara paling lama lima belas tahun. Di sini disebutkan paling lama jadi tidak menutup kemungkinan hakim akan memberikan sanksi pidana kurang dari lima belas tahun penjara.
Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai berikut :
Unsur subyektif: perbuatan dengan sengaja. Dengan sengaja (Doodslag) artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu (Met voorbedachte rade).
Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain. Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu menghilangkan, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain.
Berkenaan dengan nyawa orang lain maksudnya adalah nyawa orang lain dari si pembunuh. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal, meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP.
Dari pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku.
Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Kedua, Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag) Hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”
Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah: “diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan.” Kata diikuti (gevold) dimaksudkan diikuti kejahatan lain. Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain.
Ketiga, Pembunuhan Berencana (Moord)
Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, unsur-unsur pembunuhan berencana adalah; unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu, unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain.
Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat dikenai Pasal 340 KUHP.
Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari pada pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan 339 KUHP bahkan merupakan pembunuhan dengan ancaman pidana paling berat, yaitu pidana mati, di mana sanksi pidana mati ini tidak tertera pada kejahatan terhadap nyawa lainnya, yang menjadi dasar beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan terlebih dahulu. Selain diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana pembunuhan berencana juga dapat dipidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Keempat, Pembunuhan yang Dilakukan dengan Permintaan yang Sangat dan Tegas oleh Korban Sendiri.
Jenis kejahatan ini mempunyai unsur khusus, atas permintaan yang tegas (uitdrukkelijk) dan sungguh-sungguh/ nyata (ernstig). Tidak cukup hanya dengan persetujuan belaka, karena hal itu tidak memenuhi perumusan Pasal 344 KUHP.
Pembunuhan tidak sengaja.
Tindak pidana yang di lakukan dengan tidak sengaja merupakan bentuk kejahatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan ini diatur dalam Pasal 359 KUHP,
Terhadap kejahatan yang melanggar Pasal 359 KUHP ini ada dua macam hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pelakunya yaitu berupa pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Ketidaksengajaan (alpa) adalah suatu perbuatan tertentu terhadap seseorang yang beraki bat matinya seseorang. Bentuk dari kealpaan ini dapat berupa perbuatan pasif maupun aktif.
Dalam perilaku sosial, tindak kejahatan merupakan prilaku menyimpang, yaitu tingkah laku yang melanggar atau menyimpang dari aturan-aturan pengertian normatif atau dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dan salah satu cara untuk mengendalikan adalah dengan sanksi pidana.
Hakikat dari sanksi pidana adalah pembalasan, sedangkan tujuan sanksi pidana adalah penjeraan baik ditujukan pada pelanggar hukum itu sendiri maupun pada mereka yang mempunyai potensi menjadi penjahat. Selain itu juga bertujuan melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan dan pendidikan atau perbaikan bagi para penjahat.
Adapun sanksi tindak pidana pembunuhan sesuai dengan KUHP bab XIX buku II adalah sebagai berikut :
  1. Pembunuhan biasa, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
  2. Pembunuhan dengan pemberatan, diancam dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun
  3. Pembunuhan berencana, diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun
  4. Pembunuhan bayi oleh ibunya, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun
  5. Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun
  6. Pembunuhan atas permintaan sendiri, bagi orang yang membunuh diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun
  7. Penganjuran agar bunuh diri, jika benar-benar orangnya membunuh diri pelaku penganjuran diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982). P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, (Bandung: Bina Cipta, 1986). Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP (dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). M. Sudradjat Bassar, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986). Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2000). Saparinah Sadli, Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977). Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, (Jakarta: Pradya Paramita, 1989).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar