Skip to main content

Pengertian Asuransi Syariah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 25, 2013

Asuransi secara umum diartikan sebagai pertanggungan yang merupakan terjemahan dari insurance atau verzekering atau assurantie, timbul karena kebutuhan manusia. Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung.
Sedangkan asuransi syariah (ta’min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/ atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Pengertian asuransi sesuai dengan prinsip takafuli dalam syariah Islam, yaitu prinsip saling menanggung sesama muslim. Bahwa dalam rangka menjalankan usahanya, seseorang sering memerlukan penjaminan dari pihak lain melalui akad kafalah dalam al-Quran, kafalah dijelaskan sebagai berikut:
Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya. (QS. Yusuf [12] : 72)
Pada hakikatnya asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Dilihat dari berbagai sudut pandang seperti segi ekonomi, bisnis, hukum dan sosial menjelaskan bahwa pengertian asuransi konvensional adalah pemindahan/ pengalihan risiko dari tertanggung kepada penanggung atau istilahnya adalah transfer risk. Hal ini berbeda dengan asuransi syariah menurut DSN-MUI, risiko yang akan terjadi ditanggung bersama atas dasar ta’awun, yakni dengan menggunakan konsep saling berbagi risiko atau istilahnya adalah sharing of risk. Dengan demikian prinsip-prinsip asuransi syariah berbeda dengan prinsip asuransi konvensional.
Asuransi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan non bank yang melakukan transaksi bisnis secara sistem operasional didasarkan atas pedoman syariah Islam. Sistem asuransi syariah yang berasaskan prinsip asuransi konvensional, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa berpedoman pada prinsip-prinsip asuransi yang terdiri dari:
1) Insurable Interest
Prinsip ini menyatakan bahwa pihak-pihak yang ingin mengasuransikan (tertanggung) harus mempunyai hubungan keuangan dengan objek yang dipertanggungkan, sehingga pada tertanggung timbul hak atau kepentingan atas objek yang dipertanggungkan.
2) Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna)
Prinsip ini menyatakan bahwa tertanggung yang ingin mengasuransikan objek pertanggungan harus mempunyai iktikad yang sangat baik dalam berasuransi.
3) Indemnity
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa dalam hal terjadi kerugian yang dijamin polis, maka penanggung berkewajiban mengembalikan posisi keuangan tertanggung seperti saat sebelum terjadinya kerugian. Prinsip ini menganut asas keseimbangan dalam asuransi.
4) Subrogation
Prinsip ini diatur dalam Pasal 284 kitab Undang-undang Hukum Dagang, yang berbunyi: “Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung.”
5) Contribution (Kontribusi)
Prinsip kontribusi mengandung pengertian bahwa bila terjadi pertanggungan rangkap, yaitu tertanggung memiliki lebih dari satu polis atas objek pertanggungan yang sama, maka dalam hal terjadinya kerugian, tertanggung tidak boleh menerima ganti rugi melebihi jumlah kerugian yang dialaminya.
6) Proximate Cause (Kausa Proksimal)
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam hal terjadinya suatu kerugian, maka penyebab dari kerugian tersebut haruslah merupakan suatu penyebab yang tidak terputus atau tidak di intervensi oleh penyebab lain.
Asal mula kegiatan asuransi di Indonesia merupakan kelanjutan asuransi yang ditinggalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan Peraturan Pemerintah Indonesia yang mengatur tentang asuransi baru dikeluarkan pada tahun 1976 dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Keuangan.
Selama beberapa periode perusahaan asuransi di Indonesia dapat menjalankan operasionalnya dengan adanya regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan kemunculan asuransi syariah yang tidak lepas dari adanya asuransi konvensional sejak berdirinya lembaga keuangan bank maupun non bank yang berasaskan syariah, maka kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang berdasarkan syari’ah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Bab III Pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian pada poin a, dimana perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi kerugian harus didirikan secara terpisah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-aspek Hukum Asuransi, dan Surat Berharga, (Bandung: Alumni, 1997). H. Muhammad Sholahuddin, Kamus Istilah Ekonomi, Keuangan, dan Bisnis Syariah A-Z, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011). Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Sygma Examedia Arkanleema, 2009). H. Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). Abdullah Amrin, Asuransi Syari’ah, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar