Skip to main content

Pengertian Masyarakat Sipil (Civil Society)

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 03, 2012

Istilah masyarakat sipil sering kali dipersepsikan kurang tepat. Pengertian masyarakat sipil terkadang dipertentangkan dengan komunitas militer. Di zaman Orde Baru pandangan seperti itulah yang mendominasi. Masyarakat sipil selalu dikotomikan dengan kelompok militer. Pendikotomian itu telah mereduksi makna sesungguhnya dari istilah Civil Society yang menjadi padanan kata masyarakat sipil.
Term masyarakat sipil sebenarnya hanya salah satu di antara beberapa istilah lain dalam mengindonesiakan kata Civil Society. Di samping masyarakat sipil, padanan kata lainnya yang sering digunakan adalah masyarakat beradab atau masyarakat berbudaya, masyarakat kewargaan, dan masyarakat madani.
Maksud masyarakat berbudaya sebagai padanan kata Civil Society adalah sebagai lawan masyarakat liar. Masyarakat berbudaya merujuk pada masyarakat yang saling menghargai nilai-nilai sosial kemanusiaan (termasuk dalam kehidupan politik).
Sementara, istilah masyarakat madani merujuk pada Madinah, sebuah kota yang sebelumnya bernama Yastrib di wilayah Arab, di mana masyarakat Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad di masa lalu pernah membangun peradaban tinggi.
Civil Society juga sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi masyarakat warga atau masyarakat kewargaan. Istilah mulai diperkenalkan oleh AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia), Pemikiran Civil Society memang umumnya dikaitkan dengan pengelompokan masyarakat, tepatnya menunjuk pada kelompok-kelompok sosial yang salah satu cirri utamanya ialah sifat otonomi terhadap negara.
Masyarakat Sipil (Civil Society), banyak diterjemahkan dengan berbagai macam makna. Pada hakekatnya, versi terjemahan apapun yang dipakai, ternyata rujukan berpijaknya bertemu pada pemahaman konseptual yang sama. Pada dasarnya istilah manapun yang dipakai tidak menjadi soal sepanjang kita memiliki perspektif, sudut pandang dan pemahaman konseptual yang sama menurut makna istilah yang digunakan.
Civil Society sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, anatara lain; kesukarelaan (voluntary), kesewasembadaan (self generating), dan keswadayaan (self supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma­norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Penulis lebih sepakat menggunakan istilah masyarakat sipil sebagai padanan Civil Society. Sederhana saja, kata Civil Society bila diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah masyarakat sipil. Masyarakat sipil lebih ditekankan pada konsep sesungguhnya dari CivilSociety yang pada dasarnya terkait dengan ide demokrasi.
Dalam alam demokrasi, keberadaan Civil Society dianggap sebagai syarat pembangunan demokrasi. Menurut Franz Magnis Suseno, Civil Society bila didefinisikan secara luas, ia disamakan dengan masyarakat yang mandiri yang identik dengan demokrasi.
Sebagai sebuah ruang politik, Civil Society adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya perilaku, tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaring-jaring kelembagaan politik resmi. Tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas, tempat di mana transaksi komunikasi yang bisa dilakukan oleh warga negara.
Robert W Hefner mengilustrasikan bahwa konsep masyarakat sipil berarti sesuatu yang membedakan secara luas dalam tradisi teiritis yang berbeda. Dalam pemikirannya, gagasan ini mengacu pada klub, organisasi-organisasi agama, kelompok­kelompok bisnis, serikat-serikat buruh, kelompok-kelompok HAM, dan asosiasi-asosiasi lainnya yang berada diantara rumah tangga dan negara yang diatur secara suka rela dan saling menguntungkan. Idenya adalah agar institusi-institusi formal bisa bekerja, warga negara pertama, harus belajar berpartisipasi dalam asosiasi-asosiasi sukarela local. Hal ini bisa melalui jaringan perjanjian masyarakat sipil.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ade Suryadi Culla, Masyarakat Madani; pemikiran, teori, dan relevansinya dengan cita-cita reformasi, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999). Robert W Hefner, Civil Islam, Islam dan Demokrasi di Indonesia, (Yogyakarta: ISAI, The Asia Foundation, LKIS, edisi XXI, 2000).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar