Skip to main content

Asal-usul Dosa menurut Islam

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 16, 2012

Asal-usul dosa menurut Islam, sangat berhubungan dengan kisah Adam dan Hawa. Kisah Adam adalah kisah manusia dengan segala rahasianya, kehidupannya merupakan kehidupan mahluk ini secara lengkap, semenjak sang pencipta menghendaki agar dunia ini diramaikan, agar alam ini nampak, dan agar kehidupan ini menjadi sempurna dan indah maka manusia menjadi penghuni dunia.
Banyak yang menguatkan bahwa Adam adalah manusia pertama dan tidak ada jenis manusia sebelumnya. Demikian pula kitab samawi, semuanya sepakat akan hal ini dan berita-berita dari semua ahli agama saling mendukung terhadap hal itu bahwa Adam adalah bapak manusia dan bahwa dia secara mutlak adalah manusia pertama yang diciptakan oleh sang pencipta.
Adam adalah manusia pertama. Sebelum Adam, belum ada manusia. Seluruh manusia selain Adam, semuanya adalah turunan Adam. Di antara manusia turunan Adam itu, ada yang menjadi Nabi dan Rasul, menjadi orang­orang suci. Di antaranya ada orang-orang pandai dalam berbagai bidang yang menyebabkan kemajuan-kemajuan hebat bagi manusia dari abad ke abad.
Semua agama samawi sepakat bahwa Adam diberi tempat di syurga dan baginya diciptakanlah Hawa untuk mendampinginya dan menjadi teman hidupnya, menghilangkan rasa kesepiannya dan melengkapi kebutuhan fitrahnya, untuk menurunkan turunan.
Menurut kitab-kitab agama samawi, Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam yang sebelah kiri di waktu ia lagi tidur.
Sesuai dengan ancaman yang diucapkan ketika diusir oleh Tuhan dari surga akibat pembangkangannya dan terdorong pula oleh rasa iri hati dan dengki terhadap Adam yang menjadi sebab sampai ia terkutuk dan terlaknat selama-lamanya, tersingkir dari singgasana kebesarannya, Iblis mulai menunjukkan rencana penyesatannya kepada Adam dan Hawa yang sedang hidup berdua di surga tenteram, damai dan bahagia.
la menyatakan kepada mereka bahwa ia adalah kawan mereka dan ingin memberi nasehat dan petunjuk untuk kebaikan dan kelestarian kebahagiaan mereka. Segala cara dan kata-kata halus digunakan oleh Iblis untuk mendapat kepercayaan Adam dan.
Adam dan Hawa mendengar perkataan Tuhan itu, sadarlah bahwa mereka telah melanggar perintah Tuhan dan bahwa mereka telah melakukan suatu kesalahan dan dosa yang besar. Seraya menyesal berkatalah mereka: "Wahai Tuhan kami! Kami telah menganiaya diri kami sendiri dan telah melanggar perintah-Mu, karena terkena bujukan Iblis. Ampunilah dosa kami, karena niscaya kami akan tergolong dalam golongan orang-orang yang rugi bila Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami".
Tuhan telah menerima taubat Adam dan Hawa serta mengampuni perbuatan pelanggaran yang mereka telah lakukan, hal mana telah melegakan dada mereka dan menghilangkan rasa sedih akibat kelalaian peringatan Tuhan tentang Iblis sehingga terjerumus menjadi mangsa bujukan dan rayuannya yang manis namun beracun itu.
Adam dan Hawa merasa tenteram kembali setelah menerima pengampunan Tuhan dan selanjutnya akan menjaga jangan sampai tertipu lagi oleh Iblis dan akan berusaha agar pelanggaran yang telah dilakukan tidak menimbulkan murka dan teguran Tuhan. Hal itu menjadi pelajaran bagi mereka berdua untuk lebih berhati-hati menghadapi tipu-daya dan bujukan Iblis yang terlaknat itu. Harapan akan tinggal terus di surga yang telah pudar karena perbuatan pelanggaran perintah Tuhan, hidup kembali dalam hati dan pikiran Adam dan Hawa yang merasa kenikmatan dan kebahagiaan hidup mereka di surga tidak akan terganggu oleh sesuatu dan bahwa kasih Tuhan serta karunianya akan tetap melimpah di atas mereka untuk selama-lamanya. Akan tetapi Tuhan telah menentukan dalam takdir-Nya apa yang tidak terlintas dalam hati dan tidak terpikirkan oleh mereka.
Turunlah Adam dan Hawa ke bumi menghadapi cara hidup baru yang jauh berlainan dengan hidup di surga yang pernah dialami dan yang tidak akan berulang kembali. Mereka harus menempuh hidup di dunia yang fana ini dengan suka dan dukanya dan akan menurunkan umat manusia yang beraneka-ragam sifat dan tabiatnya, berbeda-beda warna kulitnya dan kecerdasan otaknya.
Adam dan Hawa dikarunia Tuhan anak dan turunan, laki-laki dan perempuan, yang semakin lama semakin banyak. Setelah anak-anak itu meningkat dewasa, yang laki-laki ingin isteri dan yang perempuan ingin suami. Semua agama sepakat bahwa dengan petunjuk Tuhan, Adam menetapkan bahwa anak laki-laki pertama tidak boleh kawin dengan adik perempuannya sendiri melainkan harus kawin dengan adik perempuan anak laki-laki kedua dan begitu seterusnya. Anak laki-laki pertama yang bernama Habil harus kawin dengan adik-perempuan dari anak laki-laki kedua yang bernama Qabil. Tentang ini Qabil tidak setuju, dia ingin kawin dengan adiknya sendiri. Inilah perselisihan pertama di antara anak-anak Adam dan Hawa.
Sang pencipta Maha Tahu, bahwa setelah perselisihan pertama itu, akan muncul banyak dan bermacam ragam perselisihan di antara anak dan cucu Adam (manusia). Makin banyak jumlah manusia makin banyak perselisihan itu. Bahkan bukan hanya perselisihan atau pertengkaran, bahkan akan terjadi yang lebih hebat, yaitu perkelahian, bahkan pembunuhan. Bukan hanya antara 2 orang, bahkan akan timbul perselisihan antara kelompok, yang menimbulkan perang-perangan, dalam format yang kecil sampai yang besar. Bahkan perang menyeluruh, yang disebut perang dunia pertama, kedua dan selanjutnya.
Untuk mengurangi bahaya perselisihan, perkelahian, pembunuhan atau perang itu itulah Tuhan menyatakan kepada Adam sebelum didaratkan di permukaan bumi ini, bahwa akan datang petunjuk-petunjuk dari Tuhan. Siapa yang mengikuti petunjuk Tuhan itu, maka ia tidak perlu takut atau sedih. Maka Tuhan memberikan petunjuk pertama kepada Adam agar disampaikan kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Petunjuk pertama itu sederhana dan ringkas sekali, tetapi menyeluruh dan amat luas jangkauannya. Dengan petunjuk Tuhan ini Adam sudah diangkat Tuhan menjadi Nabi dan Rasul-Nya.
Habil ahli peternakan mempunyai banyak binatang ternak. Dia pilih binatang ternak terbaik untuk dikorbankan. Sedang Qabil ahli pertanian banyak menghasilkan buah-buahan. Dia milih buah-buah yang telah busuk untuk dikorbankan. Korban Habil diterima oleh Tuhan, sedang korban Qabil ditolak, karena Tuhan suka kepada yang baik, tidak dapat menerima yang busuk. Qabil bertambah iri terhadap kakaknya Habil yang baik itu. Iblis datang menggoda, menghasung. Akhirnya Qabil membunuh Habil. Terjadilah pembunuhan pertama dipermukaan bumi ini.
Setelah terjadi pembunuhan itu, Adam dan Hawa begitupun seluruh anak-anaknya menjadi sedih sesedih-sedihnya, termasuk Qabil sendiri. Dia menyesal, tetapi sesal kemudian yang tidak berguna. Lama ia tak karuan, tidak dapat apa yang harus dilakukannya terhadap jenazah kakaknya yang terkapar berlumuran darah itu.
Tiba-tiba matanya melihat 2 ekor burung gagak yang berkelahi memperebutkan sepotong daging busuk. Salah satu dari keduanya luka dan patah lehernya lalu mati, terkapar di tanah berlumuran darah. Gagak yang hidup lalu menggali lubang di tanah dengan paruhnya, lalu menarik bangkai gagak yang mati itu dimasukkannya ke dalam lubang, lalu ditimbunnya. Qabil meniru apa yang dilakukan oleh gagak itu, jenazah kakaknya dikuburnya. Kemudian ia bertualang kemana saja menyesali diri tanpa tujuan, menyesal dan menyesal.
Demikianlah riwayat manusia yang diceritakan secara umum oleh semua agama samawi. Kejadian seperti itu terus menerus terjadi di kalangan manusia bodoh dan pintar sampai hari ini. Manusia yang tidak beriman sama saja, bodoh atau pintar, gampang membunuh sesamanya, bahkan terhadap orang yang tak bersalah sama sekali. Adam dan Hawa serta anak-anaknya menjadi semakin tua, karena begitulah sunnah Tuhan berlaku di alam ini. Akhirnya keduanya meninggalkan dunia ini.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Salim Bahreisy, (penyadur), Sejarah Hidup Nabi-Nabi, (PT.Bina Ilmu, Surabaya, 1999). Hamzah Yakub, Tingkat Ketenangan Dan Kebahagiaan Mu ’min: Uraian Tasawuf dan Takorub, (PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1978). Imam Al-Ghazali, Bimbingan Untuk Mencapai Tingkat Mukmin, (CV.Diponegoro, Bandung, 1975). Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.). Ensiklopedi Hukum Islam, (Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1997). Muhammad Ali Ash-Shabuni, Kisah-kisah Nabi dan Masalah Kenabian, alih bahasa, Muslich Shabir, (Cahaya Indah, Semarang, 1994). Bey Arifin, Rangkaian cerita dalam Al-Qur'an, (Al-Ma'arif, Bandung, 1952).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar