Skip to main content

Pengertian Waris menurut al-Quran

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 10, 2012

Ungkapan yang digunakan al-Quran untuk menunjukkan masalah warits dan kewarisan. dapat dilihat pada tiga jenis, yakni al-Miirats, al-Faraidh dan al-Tirkah.
Pengertian waris dari kata mirats, menurut bahasa adalah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum yang lain. Sesuatu ini bersifat umum, bisa berupa harta, ilmu, keluhuran atau kemuliaan.
Sedangkan waris menurut Ash-Shabuni, ialah berpindahnya hak milik dari mayit kepada ahli warisnya yang hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta, atau hak-hak syar’i ahli waris.
Adapun dalam hukum waris Islam adalah penggunaan hak manusia akan harta peninggalan orang yang meninggal kepada ahli waris karena adanya sebab-sebab dan telah terpenuhinya syarat ­rukunnya, tidak tergolong terhalang atau menjadi penghalang warits.
Menurut al-Raghib (dalam Ali Parman), dikatakan bahwa pewarisan adalah pengalihan harta milik seseorang yang telah wafat kepada seseorang yang masih hidup tanpa terjadi akad lebih dahulu.
Jadi esensi pewarisan dalam al-Quran adalah proses pelaksanaan hak-hak pewaris kepada ahli warisnya dengan pembagian harta pusaka melalui tata cara yang telah ditetapkan oleh nash.
Kata kedua dalam al-Quran yang menunjukan waris dan kewarisan adalah Al-faraidh. Dalam bahasa Arab, al-Faraidh adalah bentuk jamak dari kata faridhah, yang diambil dari kata fardh yang artinya ketentuan yang pasti. Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran Surat An-Nisa’ (4) ayat 11:
“Ini adalah ketetapan dari Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana”.
Faraidh dalam istilah syara’ adalah bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris. Kata faraidh sering diartikan sebagai saham-saham yang telah dipastikan kadarnya, maka ia mengandung arti pula sebagai suatu kewajiban yang tidak bisa diubah karena datangnya dari Allah.
Berkaitan dengan hukum pasti ini, kata faraidh (kepastian) terdiri dari dua kata, pertama: mafrudha (An-Nisa’:7), menurut al-Maraghi hal itu mengandung makna bahwa saham yang telah ditetapkan kadarnya itu, para ahli waris harus mengambilnya, kedua: faridhatan (An-Nisa’:11), menurut al-Maraghi juga, mengandung maksud bahwa saham-saham yang telah disebutkan dalam al-Quran secara terinci itu disertai siapa­-siapa ahli waris yang akan memperoleh saham itu. Dan ini merupakan ketetapan yang harus diimplementasikan.
Dengan demikian, secara operasional dapat ditegaskan bahwa dalam konteks kewarisan, kata faraidh tetap dimaksudkan sebagai pengalihan harta pewaris kepada ahli warisnya dengan saham yang pasti.
Kata ketiga dalam al-Quran yang menunjukan waris dan kewarisan adalah al-Tirkah. Dalam bahasa Arab, adalah bentuk masdar dari kata tunggal taraka, mengandung beberapa makna dasar, yakni membiarkan menjadi, mengulurkan lidah, meninggalkan agama dan harta peninggalan.
Dalam referensi ini, makna tirkah dibatasi pada makna harta peninggalan. Tirkah dijelaskan oleh firman Allah dalam surat al­Nisa’ (4) ayat 7 :
“Untuk laki-laki ada hak dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik itu sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.
Menurut Madzhab Hanafi, tirkah adalah harta yang ditinggalkan oleh mayit (orang yang mati) secara mutlak. Ibnu Hazm menambahkan bahwa Allah telah mewajibkan warisan pada harta bukan yang lain, yang ditinggalkan oleh manusia sesudah ia mati.
Sebelum harta itu dibagi kepada ahli warisnya, maka hak-hak yang berhubungan dengan tirkah harus didahulukan, seperti biaya penguburan jenazah, pelunasan utang atau wasiat pewaris.
Dengan demikian, tirkah adalah semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran utang dan pelaksanaan wasiat serta pembagian kepada ahli warisnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Islam, Ali bahasa: Sarmin Syukur, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995). Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Ahkam al-Mawarits fi al-Syari’at al-Islamiyah ‘ala Madzahib Arba’ah, ttp, (Dar Al-kitab,1984). Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Vol.14, Alih Bahasa: Mudzakir As, (Bandung: Al-­Ma’arif, 1996). Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: CV. Jaya Sakti, 1989).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar