Skip to main content

Biografi Sayyid Sabiq

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 22, 2012

Sayyid Sabiq lahir di di Istanha, Distrik al-Bagur, Propinsi al-Munufiah, Mesir, tahun 1915. Ulama kontemporer Mesir yang memiliki reputasi internasional di bidang fikih dan dakwah Islam, terutama melalui karyanya yang monumental, Fikih as-Sunnah (Fikih Berdasarkan Sunah Nabi).
Nama lengkapnya adalah Sayyid Sabiq Muhammad at-Tihamiy. Lahir dari pasangan keluarga terhormat, Sabiq Muhammad at-Tihamiy dan Husna Ali Azeb di desa Istanha (sekitar 60 km di utara Cairo). Mesir. At-Tihamiy adalah gelar keluarga yang menunjukkan daerah asal leluhurnya, Tihamah (dataran rendah Semenanjung Arabia bagian barat). Silsilahnya berhubungan dengan khalifah ketiga, Utsman bin Affan (576-656). Mayoritas warga desa Istanha, termasuk keluarga Sayyid Sabiq sendiri, menganut Mazhab Syafi'i.
Sesuai dengan tradisi keluarga Islam di Mesir pada masa itu, Sayyid Sabiq menerima pendidikan pertamanya pada kuttab (tempat belajar pertama tajwid, tulis, baca, dan hafal al-Quran). Pada usia antara 10 dan 11 tahun, ia telah menghafal al-Quran dengan baik, Setelah itu, ia langsung memasuki perguruan al-Azhar di Cairo dan di sinilah ia menyelesaikan seluruh pendidikan formalnya mulai dari tingkat dasar sampai tingkat takhassus (kejuruan). Pada tingkat akhir ini ia memperoleh asy-Syahadah al-'Alimyyah (1947), ijazah tertinggi di Universitas al-Azhar ketika itu, kurang lebih sama dengan ijazah doktor.
Meskipun datang dari keluarga penganut Mazhab Syafi'i, Sayyid Sabiq mengambil Mazhab Hanafi di Universitas al-Azhar. Para mahasiswa Mesir ketika itu cenderung memilih mazhab ini karena beasiswanya lebih besar dan peluang untuk menjadi pegawai pun lebih terbuka lebar. Ini merupakan pengaruh Kerajaan Turki Usmani (Ottoman), penganut Mazhab Hanafi, yang de Facto menguasai Mesir hingga tahun 1914. Namun demikian, Sayyid Sabiq mempunyai kecenderungan suka membaca dan menelaah mazhab-mazhab lain.
Di antara guru-guru Sayyid Sabiq adalah Syekh Mahmud Syaltut dan Syekh Tahir ad-Dinari, keduanya dikenal sebagai ulama besar di al-Azhar ketika itu. Ia juga belajar kepada Syekh Mahmud Khattab, pendiri al-Jam'iyyah asy-Syar'iyyah li al-'Amilin fi al-Kitab wa as-Sunnah (Perhimpunan Syariat bagi Pengamal al-Quran dan Sunah Nabi). Al-Jam'iyyah ini bertujuan mengajak umat kembali mengamalkan al-Quran dan sunah Nabi saw tanpa terikat pada mazhab tertentu.
Sejak usia muda, Sayyid Sabiq dipercayakan untuk mengemban berbagai tugas dan jabatan, baik dalam bidang administrasi maupun akademi. Ia pernah bertugas sebagai guru pada Departemen Pendidikan dan Pengajaran Mesir. Pada tahun 1955 ia menjadi direktur Lembaga Santunan Mesir di Mekah selama 2 tahun. Lembaga ini berfungsi menyalurkan santunan para dermawan Mesir untuk honorarium imam dan guru-guru Masjidilharam, pengadaan kiswah Ka'bah, dan bantuan kepada fakir-miskin serta berbagai bentuk bantuan sosial lainnya. la juga pernah menduduki berbagai jabatan pada Kementerian Wakaf Mesir. Di Unversitas al-Azhar Cairo ia pernah menjadi anggota dewan dosen.
Sayyid Sabiq mendapat tugas di Universitas Jam'iah Umm al-Qura, Mekah. Pada mulanya, ia menjadi dewan dosen, kemudian diangkat sebagai ketua Jurusan Peradilan Fakultas Syariat (1397-1400 H) dan direktur Pascasarjana Syariat (1400-1408 H).
Sesudah itu, Sayyid Sabiq kembali menjadi anggota dewan dosen Fakultas Usuluddin dan, mengajar di tingkat pascasarjana. Sejak muda ia juga aktif berdakwah melalui ceramah di masjid-masjid pengajian khusus, radio, dan tulisan di media massa. Ceramahnya di radio dan tulisannya di media massa dapat dibaca dan dikaji.
Sayyid Sabiq tetap bergabung dengan al-Jam'iyyah asy-Sy-ar'iyyah li al-'Amilin fi al-Kitab wa as-Sunnah. Pada organisasi ini ia mendapat tugas untuk menyampaikan khotbah Jumat dan mengisi pengajian-pengajiannya. la juga pernah dipercayakan oleh Hasan al-Banna (1906-1949), pendiri Ikhwanul Muslimin (suatu organisasi gerakan Islam di Mesir) untuk mengajarkan fikih Islam kepada anggotanya. Bahkan, karena menyinggung persoalan politik dalam dakwahnya, ia sempat dipenjarakan bersama sejumlah ulama Mesir di masa pemerintahan Raja Farouk (1936-1952) pada tahun 1949 dan dibebaskan 3 tahun kemudian.
Di desa Istanha, Sayyid Sabiq mendirikan sebuah pesantren yang megah. Guru-gurunya diangkat dan digaji oleh Universitas al-Azhar. Karena jasanya dalam mendirikan pesantren ini dan sekaligus penghargaan baginya sebagai putra desa, al-Jam'iyyah asy-Syar'iyyah li al-'Amilin fi al-Kitab wa as-Sunnah, pengelola pesantren, menamakan pesantren Ma'had as-Sayyid Sabiq al-Azhari (Pesantren Sayyid Sabiq Ulama al-Azhar).
Sayyid Sabiq menulis sejumlah buku yang sebagiannya beredar di dunia Islam, termasuk di Indonesia, antara lain: Al-Yahud fi al-Qur'an (Yahudi dalam Al-Quran), 'Anasir al-Quwwah fi al-lslam (Unsur-Unsur Dinamika dalam Islam), Al-'Aqa'id at-Islamiyyah (Akidah Islam), Ar-Riddah (Kemurtadan), As-Salah wa at-Taharah wa al-Wudu' (Salat, Bersuci, dan Berwudu), dll
Sebagian dari buku-buku ini telah diterjemahkan ke bahasa asing, termasuk bahasa Indonesia. Namun, yang paling populer di antaranya adalah Fikih as-Sunnah. Buku ini telah dicetak ulang oleh berbagai percetakan di Mesir, Arab Saudi, dan Libanon. Buku ini juga sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia, seperti Inggris, Perancis, Urdu, Turki, Swawahili, dan Indonesia.
Sayyid Sabiq seorang ulama moderat, menolak paham yang menyatakan tertutupnya pintu ijtihad. Dalam menetapkan hukum, ia senantiasa merujuk langsung pada al-Quran dan sunnah Nabi saw, tanpa terikat pada mazhab tertentu, sehingga tidak jarang ia mengemukakan pendapat para ulama yang disertakan dengan dalilnya tanpa melakukan tarjih (menguatkan salah satu dan dua dalil).
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Abdul Aziz Dahlan, et al, (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar