Skip to main content

Plotinus dan Fisafat Neoplatonisme

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 24, 2014

Menjelang filsafat purba mengakhiri zamannya, muncullah pemikiran filsafat yang disebut Neoplatonisme. Filsafat pada zaman ini banyak diwarnai oleh agama. Di sini pemikiran filsafat disusun secara sistematis.

Kebangkitan pemikiran filsafat kuno ini bersama kelahiran filsafat Kristen sehingga terjadi pergumulan yang sangat dahsyat antara keduanya. Dua tokoh yang sering muncul pada filsafat ini adalah Ammonius Sakkas dan Plotinus.

Ammonius Sakkas tidak meninggalkan tulisan apapun, sehingga ajarannya hampir tak dapat diketahui. Orang dapat mengetahui tentang pemikiran filsafat Neoplatonisme ini melalui Plotinus.

Plotinus adalah tokoh pendiri Neoplatonisme, ia dilahirkan di Lykopolis, Mesir pada tahun 205. Pemikirannya dipengaruhi oleh Plato, disamping Aristotales, Pythagoras, Epikuros, Zeno dan kaum Stoa. Dari Pythagoras ia mengambil fikiran yang mangatakan bahwa semua yang ada mendapatkan wujud Yang Esa.

Jiwa manusia sejak kekal telah berada di dalam jiwa dunia dan bersama dengannya telah memandang kepada yang Ilahi. Seharunya jiwa melahirkan tubuh, tetapi jiwa lebih tertarik untuk menciptakan suatu tubuh di mana ia dapat menemukan gambarnya sendiri.

Keadaan itu menurut Plotinus, menyebabkan penggabungan jiwa dan tubuh bagi manusia suatu hukuman. Menurut Plotinus, terdapat tiga substansi, yaitu roh, jiwa dan tubuh. Ketiganya membentuk suatu keseluruhan, dan di mana jiwa sebagai tempat kesadaran.

Menurut Plotinus tujuan hidup manusia adalah persatuan kembali antara manusia dengan Ilahi, manusia harus melalui tiga tahapan, yaitu melakukan kebajikan umum, berfilsafat dan mistik. Plotinus awalnya tidak bermaksud akan mengemukakan filosofinya sendiri. Ia hanya ingin memperdalam filosofi Plato yang dipelajarinya. Itulah sebabnya filosofinya disebut Neoplatonisme.

Apabila Plato mendasarkan ajarannya kepada yang baik yang meliputi segala-galanya, ajaran Plotinus berpokok kepada yang satu. Yang satu itu pangkal dari segala-galanya. Meskipun filosofinya berdasarkan ajaran Plato, ia juga mengambil jajaran dari filosofi-filosofi sesudah Plato, selama ajaran-ajaran tersebut sesuai dengan ajaran agamanya.

Plotinus memalingkan diri dari pemandangan yang berupa puing-puing dan derita yng terjadi di dunia nyata, agar dapat berkontemplasi tentang dunia kebaikan dan keindahan yang kekal. Menurut Plotinus dunia bukanlah tujuan, melainkan hanya sebuah alat untuk mencapai persatuan dengan Tuhan. Dalam hal ini searah dengan semua tokoh paling serius pada zamannya. Bagi mereka semua, baik yang Kristen maupun yang pagan, dunia sehari-hari tampaknya tak lagi memberikan harapan, dan hanya dunia lain yang pantas diberi kesetiaan.

Bagi orang Kristen, dunia lain itu adalah kerajaan surga, yang bisa dinikmati sesudah mati. Bagi pengikut Plato, dunia lain adalah dunia ide yang kekal, suatu dunia sejati yang berbeda dengan dunia yang hanya berupa penampakan khayali. Para teolog Kristen menggabungkan sudut-sudut pandangan ini, contohnya: Menurut para teolog Kristen Yesus Kristus adalah Tuhan yang mendaging menjadi manusia.

Di samping mengambil pemikiran dari Plato mereka juga banyak mengambil dari pemikiran Plotinus, dan itu berarti agama Kristen berhutang budi pada Plotinus. Neoplatonisme adalah bagian dari struktur utama teologi Kristen, dan sangat mustahil menceraikan Neoplatonisme dari Kristianitas. Dengan demikian Neoplatonisme sangat penting secara histories sebagai sumber pengaruh yang membentuk Kristianitas. Filosofi Plotinus berpangkal kepada keyakinan bahwa segala sesuatu datang dari Yang Asal. Yang Asal itu adalah permulaan dan sebab yang pertama dari segala yang ada.

Menurut Plotinus, alam semesta dan segala isinya bersumber pada yang Ilahi, yang merupakan sumber segala yang ada. Dengan demikian, maka alam semesta dan segala isinya telah ada sejak kekal dan terpendam dalam yang Ilahi, makin jauh sesuatu itu mengalir dari sumbernya makin kurang sempurna keadaannya. Dari Ilahi mengalirkan Roh atau Nous, kemudian mengalirkan Soul yang terwujud menjadi benda atau materi.

Pada Tuhan, yang dikonsepsikan umpamanya oleh Plato, berdasarkan analoginya dengan mata hari, sumber terang dan yang diterangi adalah sama. Mengikuti analogi tersebut, Logos bisa dianggap sebagai cahaya, yang dengan itu Yang Esa memandang diri-Nya sendiri. Ada kemungkinan bagi kita mengenal Ilahi, yang kita lupakan karena kehendak diri. Untuk mengenal akal Ilahi, kita harus mempelajari jiwa kita sendiri di saat jiwa itu paling mendekati Tuhan; kita harus mengesampingkan jasmani, dan bagian jiwa yang membaur dengan jasmani, serta indra yang memiliki berbagai hasrat dorongan dan segala kesia-siaan demikian itu, yang tertinggal kemudian hanyalah cinta intelektual Ilahi.

Walaupun Plotinus mandasarkan diri pada pemikiran Plato tetapi Plotinus memajukan hal baru yang belum terdapat dalam filsafat Yunani yaitu arah pemikiran kepada Tuhan, dan Tuhan dijadikan dasar segala sesuatunya. Disini terlihat Plotinus telah sampai pada suatu ajaran yang baru yaitu ajaran tentang mistik yang akan dikembangkan pada filsafat abad pertengahan.

Referensi Makalah®  
Kepustakaan: Muhammad Hatta. Alam Pikiran Yunani, (Tinta Mas, Jakarta, 1986). Poedjawijayatna, Pembimbing Kearah Alam Filsafat, (PT. Pembangunan Jakarta 1980). Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat (dan kaitannya dengan kondisi sosio politik dari zaman kuno sampai sekarang) Pustaka Pelajar, Terj. Sigit Jatmiko (ed. All.), (Yogyakarta, 2002).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar