Skip to main content

Pengertian Era Globalisasi menurut Pakar

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 15, 2014

Satu kata yang familiar saat ini, “Globalisasi” ternyata telah membuat banyak orang memberikan arti yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya tentang kata tersebut. Sehingga perlu penegasan dari kata globalisasi dengan kongkret untuk mendapatkan makna dan arti yang sesuai.

Di dalam Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, tertulis bahwa: istilah globalisasi berasal dari kata “global” yang dalam bahasa inggris berarti: 1) “Covering or affecting the whole world, 2) Considering or including all parts of sth,49 Embracing the whole of group of items (merangkul keseluruhan kelompok yang ada)”.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia "globalisasi" adalah proses masuknya ke ruang dunia. (baca: konsep ekonomi kerakyatan)

Secara lebih lengkap globalisasi banyak didefinisikan oleh para ilmuwan dunia, seperti: Baylish dan Smith, mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses meningkatnya keterkaitan antara masyarakat sehingga satu peristiwa yang terjadi di wilayah tertentu semakin lama akan kian berpengaruh terhadap manusia dan masyarakat yang hidup di bagian lain.

Globalisasi pada dasarnya merupakan produk dari modernisasi. Menurut Nurcholis Madjid, modernisasi berarti rasionalisasi untuk memperoleh daya-guna yang maksimal dalam berpikir dan bekerja demi kebahagiaan umat.

Oleh karena itu, modernisasi berarti pula berpikir dan bekerja menurut sunatullah (hukum ilahi) yang hak, sehingga untuk dapat menjadi modern manusia harus mengerti terlebih dahulu hukum yang berlaku di alam.

Anthony Giddens, memandang globalisasi sebagai sebuah proses sosial yang ditandai dengan semakin intensifnya hubungan sosial yang meng-global. Artinya: kehidupan manusia di suatu wilayah akan berpengaruh kepada kehidupan manusia di wilayah lain dan begitu pun sebaliknya.

Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan, seorang tokoh pemikir Muslim, juga memberikan kesimpulan tentang modern dan globalisasi, dengan penjelasannya:
If modern meant the pursuit of Western education, technology and industrialization in the first flush of the post-colonial period, postmodern would mean a reversion to traditional Muslim values and a rejection of modernism. This would generate an entire range of Muslim responses from politics to clothes to architecture. For us definition is literal.
(Jika modern berarti mengejar pendidikan, teknologi dan industrialisasi Barat dalam semangat masa pasca kolonial yang awal, postmodern akan berarti pengambilan ke nilai-nilai Islam yang tradisional dan penolakan modernism [itu sendiri]. Hal ini menggeneralisir tanggapan dari seluruh lapisan Muslim dari [masalah] politik sampai pada pakaian dan arsitektur. Bagi kita [Muslim] definisi posmodern [hanyalah] bersifat kebahasaan.)

Wallerstain, seorang pelopor teori Sistem Dunia, dalam pengertian lain ia memandang bahwa: globalisasi tidak sebatas hubungan lintas batas negara. Namun, globalisasi merupakan wujud ke jalan ekonomi kapitalis dunia yang digerakkan oleh logika akumulasi kapital. (baca: definisi e-learning)

Jin Young Chung seorang Ilmuwan Politik asal Korea, senada dengan pengertian di atas ia memberikan definisi globalisasi dengan mengarahkan pada sektor ekonomi. Globalisasi adalah suatu proses terintegrasinya dunia melalui peningkatan arus kapital, hasil produksi, jasa, ide dan manusia yang lintas batas negara.

Proses ini merupakan hasil dari perkembangan-perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang revolusioner, serta liberalisasi perdagangan dan keuangan di negara-negara besar. Lebih lanjut, beliau mengemukakan bahwa pada tataran tertentu globalisasi merupakan hasil alami dari kecenderungan ekspansi pasar yang sejalan dengan keinginan perusahaan maupun manusia mengejar kesempatan-kesempatan bisnis.

Supriyoko menunjukkan dalam buku “Pendidikan Politik Di Era Globalisasi”, bahwa dalam globalisasi terdapat saling ketergantungan (interpendency) dalam masalah-masalah sosial, politik, dan kultural antar bangsa. Artinya, perkembangan perikehidupan sosial, kultural dan politik suatu bangsa akan saling mengait dengan bangsa lainnya di seantero dunia.

Selanjutnya, Ahmed memberikan batasan tentang globalisasi bahwa; pada prinsipnya globalisasi mengacu pada perkembangan-perkembangan yang cepat dalam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh [menjadi hal-hal] yang bisa dijangkau dengan mudah”.

Dalam konteks ini, globalisasi dipahami sebagai sebuah serangkaian proses yang saling terkait dan terjadi dalam struktur-struktur sistem kerja yang dibangun di atas mode-mode produksi kapitalis global.

Dengan ditandai perkembangan arus informasi yang begitu cepat dan tanpa batas semisal kejadian di mana pun berada dan kapan pun waktunya, dalam waktu yang bersamaan orang di seluruh penjuru dunia akan mudah mengakses dan mengetahui segalanya.

Di samping itu arus pesatnya teknologi menciptakan persaingan-persaingan antara orang yang satu dengan yang lainnya, negara yang satu dengan negara lain. (baca: one shift learning system)

Inti dari makna globalisasi di atas adalah perdagangan bebas dengan ditandai tidak adanya batas negara dan kompetisi atau daya saing tinggi. Negara yang daya persaingannya lemah akan menjadi negara pekerja, dimana para ahlinya datang dari berbagai negara maju, daya saing yang di tandai dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bagus dan ini berarti kualitas pendidikannya haruslah sangat bagus.

Referensi Makalah®
Kepustakaan: Oxford University, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (New York: University Press, 2001). www://sociologyonline.co.uk/GlobalGiddens1.htm. Akbar S. Ahmed, “Postmodernism and Islam: Predicament and Promise”, (London: Routledge, 1992). A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi, Reinterpretasi Ajaran Islam, Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004). Dikutip dari J. Robert Holton, “Globalization and Nation State”, (London, Macmillan Press, 1998). Supriyoko, “Pendidikan Politik Di Era Globalisasi”, dalam M. Masyhur Amin dan Ismail S. Ahmad (eds.), Dialog Pemikiran Islam dan Realitas Empirik, (Yogyakarta: LKPSMNU, 1993). Akbar S. Ahmed dan Hantings Donnan dalam “Islam, Globalization and Post-modernity”, (London: Routledge, 1994). A. Giddens dalam “The Consequences of Modernity”, (Cambridge: Polity Press, 1990).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar