Skip to main content

Status Anak yang Lahir Tanpa Akad Nikah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 13, 2013

Berbicara tentang perkawinan dan segala permasalahannya tentu tidak lepas dengan masalah status anak yang dilahirkan terutama bagi anak yang dilahirkan sebagai akibat hubungan laki-laki dan perempuan tanpa memiliki surat nikah resmi.

Anak yang dilahirkan dalam keadaan suci (fithrah) tanpa dosa dan noda yang seyogyanya sejak dini harus dimulai dengan memberikan perlindungan hukum kepadanya supaya jelas status siapa ayah dan ibunya, lebih-lebih lagi kalau anak tersebut jenis kelamin wanita, siapa yang menjadi wali pernikahannya dikemudian hari apakah harus menanggung derita hukuman sosial dari masyarakat sekelilingnya karena dianggap sebagai anak zina atau anak haram.

Di Indonesia ketentuan tentang (hukum) perkawinan diatur dalam Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 (peraturan Penjelasannya) selanjutnya secara rinci dilengkapi dengan kehadiran Kompilasi Hukum Islam yang keberlakuannya diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991.

Undang Undang tersebut telah menjelaskan bahwa anak yang sah adalah :
  1. Anak yang dilahirkan oleh wanita akibat suatu perkawinan yang sah
  2. Anak yang dilahirkan oleh wanita didalam ikatan perkawinan dengan tenggang waktu minimal 6 (enam) bulan antara peristiwa perkawinan dengan melahirkan bayi
  3. Anak yang dilahirkan oleh wanita dalam ikatan perkawinan yang waktunya kurang dari kebiasaan masa kehamilan tetapi tidak diingkari kelahirannya oleh suami (Pasal 42 Undang Undang No. 1 Tahun 1974)
Sedangkan Kompilasi Hukum Islam menjelaskan:
  1. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah
  2. Hasil pembuahan suami isteri yang diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut (pasal 99 KHI).
Bahkan dalam Kompilasi Hukum Islam tersebut memunculkan istilah ”anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya” (pasal 100 KHI)

Dengan memahami kedua pasal terhadap kedua Undang-undang tersebut jelas bahwa apabila ada anak yang lahir setelah berlangsungnya pernikahan tanpa adanya gugatan pengingkaran anak oleh si ayah di Pengadilan Agama minimal selama 6 (enam) bulan sejak pernikahan orang tua sampai dengan melahirkan anak, maka anak tersebut adalah berstatus anak sah, otomatis harus dinisbahkan nama anak tersebut kepada nama ayahnya.

Jika muncul permasalahan baru misalnya orang tua si anak tersebut tidak memiliki surat nikah resmi, sedangkan anaknya membutuhkan sebuah akta kelahiran yang dikeluarkan dinas terkait (Dispenduk), maka terlebih dahulu orang tua si anak tersebut mengajukan permohonan istbat (pengesahan) nikahnya ke Pengadilan Agama ditempat dia berdomisili, kalau Pengadilan Agama mengabulkan permohonannya maka Penetapan yang dikeluarkan itulah sebagai pengganti surat nikah resmi untuk diserahkan ke Dispenduk sebagai dasar pembuatan akta kelahiran.

Referensi Makalah®
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar