Skip to main content

Pendapat Ulama Tentang Menghadap Kiblat

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 29, 2013

Sebagaimana telah diketahui bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah salat. Terdapat berbagai macam pendapat ulama bagi mereka yang tidak mampu melihat Ka’bah. Hal inilah yang tidak terjadi pada masa Nabi Muhammad saw, karena umat Islam masih relatif sedikit dan bertempat tinggal di Makkah tempat Ka’bah berada. Perbedaan pendapat ini mengenai kewajiban menghadap kiblat haruskah Ain al-Kiblat, atau cukup dengan arahnya saja (jihat).
Fiqih lima mazhab yang berisi kumpulan pendapat dari para imam mazhab menjelaskan: pertama; Imam Hanafi, Hambali, Maliki, dan sebagian kelompok Imamiyah menjelaskan kiblat orang yang jauh atau tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah itu berada, bukan bangunan Ka’bah.
Kedua: Imam Syafi’i dan sebagian Imamiyah berpendapat bahwa menghadap kiblat secara pasti merupakan kewajiban baik bagi itu bagi mereka yang dapat melihat fisik Ka’bah ataupun yang jauh. Jika dapat mengetahui arah Ka’bah secara pasti maka harus menghadap ke arah tersebut. Jika tidak dapat mengetahui arah kiblat dengan pasti cukup dengan perkiraan. Artinya orang yang jauh dari Ka’bah harus berijtihad untuk menghadap ke ain al-kiblat.
Ayat 150 surat al-Baqarah merupakan salah satu dalil yang digunakan. Dengan mengartikan kata Syathr al-Masjidil Haram dalam potongan ayat tersebut adalah arah dimana orang yang salat menghadapnya dengan posisi tubuh menghadap ke arah tersebut, yaitu arah Ka’bah. Maka seseorang yang akan melaksanakan salat harus menghadap tepat ke arah Ka’bah.
Ketiga: Pendapat empat mazhab dan sebagian Imamiyah, bagi orang yang tidak dapat melihat Ka’bah harus berijtihad sampai mengetahui arah kiblat. Namun jika tetap tidak dapat mengetahui maka salatnya menghadap kemana saja. Dan keempat: Sebagian Imamiyah juga ada yang berpendapat harus salat menghadap ke empat arah. Jika tidak mampu cukup ke sebagian arah saja.
Jika diperhatikan, pendapat yang muncul dari jumhur ulama berpendapat cukup dengan menghadap arah Ka’bah (jihat al-Masjidiharam). Berpegang pada hadis Imam ibn Majah dan at-Tirmidzi yang berbunyi; “apa yang berada di antara timur dan barat adalah kiblat.” Hadis ini secara jelas menunj ukkan bahwa diantara keduanya adalah kiblat. Jika diwajibkan melihat fisik Ka’bah, maka banyak umat Islam yang salatnya tidak sah karena tidak dapat melihat kiblat dengan pasti.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Ali ash-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, (Surabaya: Bina Ilmu, 1983). Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Mutiara Hadits 3, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. 1, 2003). Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, Cet. 1, 2006).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar