Skip to main content

Mengenal Emosi Remaja

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 19, 2013

Para peneliti terus berdebat tentang emosi mana benar-benar yang dapat dianggap sebagai emosi primer-biru, merah, dan kuningnya setiap campuran perasaan atau bahkan mempertanyakan apakah memang ada emosi primer semacam itu. 

Sejumlah teoritikus mengelompokkan emosi dalam golongan-golongan besar, meskipun tidak semua sepakat tentang golongan itu. Calon-calon utama dan beberapa anggota golongan tersebut adalah :
  1. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali yang paling hebat, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.
  2. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melakolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis, depresi berat.
  3. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, khawatir, waspada, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut; sebagai patologi, fobia dan panik.
  4. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang, senang sekali, dan batas ujungnya, mania.
  5. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bukti, hormat, kasmaran, kasih.
  6. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.
  7. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
  8. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Yang jelas, hal ini tidak menyelesaikan setiap pertanyaan bagaimana mengelompokkan emosi. Misalnya, bagaimana tentang perasaan yang campur aduk seperti iri hati, variasi marah yang juga mengandung sedih dan takut?

Bagaimana tentang nilai-nilai klasik seperti pengharapan dan kepercayaan, keberanian dan mudah memaafkan, kepastian dan ketenangan hati?, atau beberapa cacat “bawaan”, perasaan seperti ragu-ragu, puas diri, malas, dan lamban atau mudah bosan? Tidak ada jawaban yang jelas; perdebatan ilmiah tentang bagaimana menggolong-golongkan emosi berjalan terus.
Orang seringkali bersenandung bahwa masa remaja adalah masa yang paling indah. Tapi agaknya senandung itu betul-betul mencerminkan kenyataan yang sesungguhnya. Para remaja sadar atau tidak juga menikmati masa-masanya sebagai masa-masa yang sulit dalam hidupnya. Menjadi remaja hampir selalu pasti adalah menjadi orang yang menempati posisi yang paling tidak enak: dalam posisi ditarik ke sana ke mari.
Secara psikologis, masa remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Di satu sisi, ia ditarik masuk ke dalam tantangan untuk mematangkan kedewasaannya; Di sisi lain, ia masih belum bisa sepenuhnya lepas dari daya tarik masa kanak-kanak. 

Oleh karenanya juga, secara sosial budaya, ia ditarik-tarik oleh kewajiban¬kewajiban ala orang dewasa yang (seringkali) belum sepenunnya dipahami; dan sekaligus juga ditarik oleh rangsangan untuk mengeksplorasi diri di tengah kenyataan sosial yang dihadapinya. Secara politik, dalam kelabilan psikisnya, remaja diperebutkan oleh berbagai kepentingan politik, begitu juga secara ekonomi.
Tanpa disadari emosi dapat menjadikan seseorang gagal dalam hidupnya, kemarahan seseorang sering kali diungkapkan dengan cara kekerasan kepada penyebab kemarahannya. Dengan cara itu diharapkan akan merasa tenang karena telah terlampiaskan emosi marahnya. Namun yang terjadi biasanya dengan cara demikian akan menjadikan kemarahan semakin meningkat bukannya merasa tenang. Semestinya seseorang mampu mengungkapkan emosinya tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain.
Kematangan remaja menyebabkan suatu perubahan yang amat penting dalam kehidupan tiap-tiap individu: mulai sekarang mereka dapat menghasilkan keturunan. Reaksi-reaksi pesikologis terhadap perubahan-perubahan ini menjadi buah pikiran mereka dan cara mereka mengolahnya ditentukan oleh pengalaman-pengalaman sebelum mereka mencapai kemasakan itu. 

Reaksi-reaksi dapat menjadi konflik-konflik kalau ada tekanan dari luar, misalnya dari orang tua, sekolah dan masyarakat pada umumnya, ditambah pula dengan keadaan dirinya: cita-citanya, kepercayaan dirinya, kecemasan-kecemasannya.
Konflik-konflik ini menyebabkan emosi-emosi yang bertentangan pada dirinya. Meskipun masa ini merupakan masa yang paling menyenangkan, ia merasa sedih; meskipun ia memiliki banyak teman, ia merasa terasing; ia merasa gagal, karena apa yang ia perbuat tidak sesuai dengan cita-citanya dan sukses yang telah dicapainya tidak dihayati sebagai semestinya. Ia juga merasa bersalah dan cemas, karena ia berusaha mengubah dirinya berulang-ulang kali, namun tak berhasil.
Referensi Makalah®
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar