Skip to main content

Teori-teori Inteligensi Kontekstual

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 13, 2013

Pendekatan pengukuran IQ memperhitungkan faktor kontekstual dimana inteligensi diperlihatkan. Beberapa teori inteligensi mendukung statement ini, diantaranya.
Teori Inteligensi Tritunggal (Triarchic Intelligence). Menurut Robert J. Stenberg seseorang yang berhasil mempunyai keseimbangan dalam inteligensi kreatif, analisis dan praktis. Inteligensi kreatif meliputi kemampuan mengenali dan merumuskan ide yang baik dan solusi untuk masalah dalam berbagai bidang kehidupan. Inteligensi analisis digunakan saat secara sadar mengenali dan memecahkan masalah; merumuskan strategi; menyusun dan menyampaikan informasi secara akurat; mengalokasikan sumber daya dan memantau hasil yang dicapai. Inteligensi praktis adalah inteligensi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk bias bertahan hidup, meliputi keberhasilan mengatasi perubahan dan kumpulan dari pengalaman dalam mengatasi berbagai masalah.
Teori Inteligensi yang Dapat Dipelajari (Learnable Intelligence). Teori inteligensi ini dicetuskan oleh David Perkins dari Harvard. Inti teori ini adalah bahwa inteligensi dipengaruhi dan dioperasikan oleh beberapa faktor dalam kehidupan manusia. Faktor tersebut adalah sistem otak, pengalaman hidup dan kapasitas untuk melakukan pengaturan diri.
Teori Inteligensi Perilaku (Behaviour Intelligence). Profesor Arthur Costa dari Institute of Intelligence di Barkeley melakukan riset terhadap inteligensi sebagai suatu kumpulan dari kecenderungan perilaku. Inteligensi adalah keuletan, kemampuan mengatur perilaku impulsive, empati, fleksibilitas dalam berpikir, metakognisi, menguji akurasi dan ketepatan, kemampuan bertanya dan mengajukan pertanyaan, menerapkan pengetahuan yang didapatkan sebelumnya, ketepatan penggunaan bahasa dan pikiran, mengumpulkan data melalui panca indera, kebijaksanaan, rasa ingin tahu dan kemampuan mengalihkan perasaan.
Adapun Howard Gardner mengkritik bahwa inteligensi tidak dapat diukur dengan skor tunggal, sebagaimana pengukuran inteligensi sebelumnya yang hanya menetapkan pada kecerdasan linguistik dan logis-matematis saja. Inteligensi dinyatakan dalam simbol kuantitatif. Simbol kuantitatif atau angka menyatakan nilai perbandingan, maka disebut quotient. Menurutnya, manusia mempunyai lebih dari satu inteligensi yang memiliki kemampuan berbeda dan berhubungan dengan daerah otak yang berlainan.
Teori inteligensi majemuk (multiple intelligence) ini mengatakan bahwa seorang manusia paling tidak memiliki sembilan inteligensi yaitu linguistik, logis-matematis, intarapersonal, interpersonal, musikal, gerak-badani, spasial, naturalis, dan eksistensial. Seluruh inteligensi ini saling bekerjasama dalam satu jalinan yang unik dan rumit. Setiap manusia memiliki seluruh inteligensi ini dengan kadar perkembangan yang berbeda.
Referensi Makalah
Kepustakaan:
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, terj. Alex. Tri Kantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999). Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar