Skip to main content

Ragam Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 06, 2013

Ada berbagai ciri perlakuan pola asuh yang diterima anak dari orang tua maupun pendidik. Semuanya mempunyai implikasi masing-masing pada anak. Secara garis besar ada tiga pola asuh yang diterapkan kepada anak, yaitu:
Pertama: Pola asuh otoriter
Merupakan cara mendidik anak dengan menggunakan kepemimpinan otoriter, kepemimpinan otoriter mempunyai ciri yaitu memimpin atau mengasuh anak dengan menentukan semua kebijakan, langkah dan tugas yang harus dikerjakan bersifat agresif dan apatik.
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti pengasuh, kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua atau pengasuh, mereka yakin bahwa anak-anak harus berada di tempat yang telah ditentukan, karena pola asuh otoriter ini menuntut agar semua peraturan-peraturan itu dipatuhi oleh anak.
Pola asuh yang otoriter juga ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak hukuman badan, segala keperluan anak juga diatur dengan aturan yang ketat, dan masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak dewasa. Anak yang dibesarkan dalam situasi seperti ini akan mempunyai sifat yang raguragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja.
Orang tua atau pendidik yang otoriter dicirikan sebagai orang tua atau pendidik yang berorientasi pada diri sendiri, mendominasi proses pendidikan, menuntut kepatuhan yang berlebihan, tidak menggunakan pujian dan hadiah serta mengutamakan hukuman sebagai alat pendidikan.
Kedua: Pola asuh permisif
Pola asuh permisif merupakan kebalikan dari pada otoriter, pola asuh permisif merupakan pola asuh yang berpusat pada anak, di mana anak mempunyai kebebasan yang sangat luas untuk menentukan segala sesuatu yang diinginkan sampai-sampai tidak ada batasan aturan-aturan maupun larangan-larangan dari orang tua atau pendidik.
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua atau pendidik dalam mendidik anak secara bebas. Anak dianggap orang dewasa atau muda, diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua atau pendidik sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya. Semua apa yang kelak dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapatkan teguran, arahan atau bimbingan.
Pada dasarnya orang tua atau pendidik permisif berusaha menerima dan mendidik sebaik mungkin, tetapi cenderung sangat pasif ketika sampai ke masalah penetapan batas-batas atau menanggapi ketidakpatuhan. Pola permisif tidak begitu menuntut, juga tidak menetapkan sasaran yang jelas bagi anak, karena meyakini bahwa anak seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan alamiahnya.
Jika pola asuh otoriter dibandingkan dengan pola asuh permisif terdapat keyakinan ada peluang lebih besar untuk dapat lebih mengenali diri anak, sifat keakuannya sedikit lebih terbangun, sebab anak lebih terbiasa untuk dapat mengatur dan menata dirinya sendiri tanpa harus tergantung pada orang lain. Namun, ada juga peluang untuk menciptakan anak-anak yang asosial sebab anak terbiasa untuk berbuat semaunya sendiri.
Ketiga: Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua atau pendidik terhadap kemampuan anak. Anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung kepada orang tua atau pendidik. Orang tua pendidik sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya. Anak didengar pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam menyangkut hidupnya.
Pola demokratis yang digambarkan sebagai orang tua atau pendidik yang memberi bimbingan, tetapi tidak mengatur mereka, memberi penjelasan tentang yang mereka lakukan, serta membolehkan anak memberi masukan dalam pengambilan keputusan penting. Orang tua menghargai kemandirian anak-anaknya, tetapi menuntut anaknya memenuhi standar tanggung jawab yang tinggi pada keluarga, teman dan masyarakat serta perilaku kekanak-kanakan tidak diberi tempat.
Namun, Abduh Azizi El-Qussy dalam Zahira, mengemukakan, tidak semua orang tua atau pendidik harus memberi toleransi terhadap anak. dalam hal-hal tertentu orang tua atau pendidik perlu ikut campur, misalnya :
  1. Dalam keadaan yang membahayakan hidupnya atau keselamatan anak.
  2. Hal-hal yang terlarang bagi anak dan tidak tampak alasan-alasan yang lahir
  3. Permainan yang menyenangkan bagi anak, tetapi menyebabkan keruhnya suasana yang mengganggu ketenangan umum.
Pola asuh dan sikap orang tua atau pendidik yang demokratis menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tuaatau pendidik. Dan adanya kehangatan yang membuat anak merasa diterima di keluarga atau di masyarakat menjadi pendorong terhadap perkembangan anak ke arah yang positif.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Lawrence S. Shopiro, Mengajarkan Emotional Intelegence, (Jakarta: Gramedia, 1999). Zahari Idris, Dasar-dasar Pendidikan, (Padang: Angkasa Raya, 1987). Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, jilid I, (Jakarta: Erlangga,1988).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar