Skip to main content

Hukum Haji menurut al-Quran dan Hadis

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 05, 2013

Melaksanakan haji wajib hukumnya bagi setiap kaum muslim dan muslimat yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, kewajiban haji ini berdasarkan pada dalil-dalil hukum yang berasal dari al-Quran, hadis, Dalam al-Quran terdapat ayat yang menerangkan kewajiban melaksanakan ibadah haji.
Allah berfirman dalam al-Quran surat al-Imron ayat: 97:
Dan karena Allah, wajiblah orang-orang yang melakukan haji ke baitullah, yaitu bagi yang mampu melaksankan perjalan kesana.
Di dalam hadis juga dijelaskan tentang dasar hukum haji, sabda nabi saw:
Dari Ibnu Umar ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Islam didirikan atas lima sendi: mengakui bahwasannya tiada Tuhan melainkan Allah swt, dan bahwasannya Muhammad saw utusan Allah swt, dan mengerjakan shalat, dan membayar zakat, dan haji, dan berpuasa di bulan Ramadhan. (HR. Bukhori dan Muslim).
al-Quran, hadis dan ijma para ulama menetapkan bahwa haji itu, merupakan fardu ‘ain bagi muslim dan muslimat yang sanggup mengerjakannya.
Di dalam fiqih wanita, Anshori Umar mengatakan bahwa haji itu fardu ‘ain yang diwajibkan sekali seumur hidup atas setiap laki-laki atau perempuan yang telah memenuhi syarat.
Ketentuan dari kewajiban haji para ulama bersepakat menetapkan hanya sekali saja dalam seumur hidup, tidak berulang-ulang diwajibkannya untuk seumur hidup kecuali kalau dinadzarkan. Selain satu kali diwajibkan, maka yang lebih dari satu dipandang sunnah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas:
Dari Ibnu Abbas ra. berkata: Rosullah saw berkhutbah kepada kami beliau berkata: Sesungguh Allah telah mewajibkan atas kamu sekalian haji. Lalu al-Aqra bin Ja’bis berdiri, kemudian berkata: Apakah kewajiban haji setiap tahun ya Rosullah? Nabi menjawab, dan sekiranya kukatakan ya, tentu menjadi wajib, dan sekiranya diwajibkan, engkau sekalian tidak akan melaksanakannya, dan pula tidak mampu, ibadah haji itu sekali saja. Siapa yang menambah itu berarti perbuatan sukarela saja.
Mengenai hukum pelaksanaan ibadah haji apakah kewajiban itu secara seketika, atau tertunda-tunda. Masalah ini para ulama berbeda pendapat. Imam Syafi’i, at-Tsuri, dan Muhammad Ibn Hasan, berpendapat bahwa haji itu tidak harus seketika. Artinya, boleh dikerjakan kapan saja. Demikian pula seperti yang dikutip Imam Mawardi dari Ibnu Abbas, Anas, Jabir, Atha’, dan Tawus. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Malik, Ahmad bin Hambal, al-Muzani dari madzhab Syafi’i, dan Abu Yusuf, bahwa haji itu harus seketika, maksudnya tidak boleh ditunda-tunda sampai mati.
Para ulama yang mengatakan bahwa haji itu harus dilaksanakan seketika berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
Dari Ibnu Abbas ra, Rasulallah saw pernah bersabda: Barang siapa yang ingin haji maka laksanakan dengan segera. Karena jadi ia akan sakit atau kesulitan tersesat atau keburu keperluan yang lain. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Baehaqi).
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Bairut: Dar al-Kutub al-Amaliah, 1991). Anshori Umar, Fiqih Wanita, (Semarang: Asy-Syifa, 1986). Muhamad bin Ismail, Subul As-Salam, (Bairut: Dar al-kutub al-Amaliah, 1988). Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu fiqh, (Jakarta: 1983).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar