Skip to main content

Hukum Haid dan Larangan Wanita Haid

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 10, 2013

Dalam tradisi fikih, terdapat empat hukum yang berkaitan dengan perempuan haid, sebagaimana yang dirumuskan oleh para ahli fikih, yakni perempuan yang haid wajib mandi setelah selesai masa haidnya, haid sebagai pertanda baligh, penentuan kosongnya rahim seorang perempuan pada masa iddah dengan haid, ditetapkannya kafarah atau hukuman karena melakukan jima pada masa haid
Adapun mengenai larangan bagi perempuan haid, ada delapan hal yang dilarang bagi perempuan haid, yakni shala, sujud tilawah, menyentuh mushaf, masuk masjid, thawaf, i’tikaf, membaca al-Quran, dan thalak.
Dari beberapa larangan diatas tiga hal yang menjadi ikhtilaf (perbedaan) para ulama yaitu:
Pertama: masuk masjid. Dalam hal ini ulama terbagi menjadi tiga pendapat, pendapat pertama yan melarag perempuan haid memasuki masjid secara muthlak dan ini adalah pendapat madzab maliki. Kedua, pendapat yang melarang melarang perempuan haid memasuki masjid dan membolehkan jika sekedar lewat, dan ini adalah pendapat syafii. Ketiga, pendapat yang membolehkan perempuan haid memasuki masjid dan ini adalah pendapat Zahiri.
Kedua: menyentuh mushaf. Jumhur ulama mengakui kemukjizatan al-Quran sehingga melarang menyentuh al-Quran bila tidak mempunyai wudhu, berhadas kecil saja dilarang apalagi yang berhadas besar seperti haid. Sedangkan bagi Zahiri tidak dilarang menyentuh mushaf walau tidak mempunyai wudhu. Perbedaan ini disebebakan perbedaan memahami ayat dalam QS. al-Waqiah: 79.
Menurut Daud al-Ẓahiri al-Quran yang dimaksud oleh ayat tersebut bukanlah al-Quran yang sekarang kita lihat, tetapi al-Quran yang bukan makhluk dan tersembunyi di lauh mahfudh. Sedangkan mushaf yang kita pegang saat ini adalah ciptaan, sehingga tak perlu dalam keadaan suci tuk menyentuhnya dan orang haid maupun junub juga tidak dilarang menyentuhnya.
Ketiga: membaca al-Quran. Para ulama yang mengharamkan perempuan haid membaca al-Quran berpedoman pada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Tirmizi dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar yang artinya:
Janganlah perempuan yang haid dan orang junub membaca sesuatupun dari al-Quran.
Menurut sebagian yang lain hadis itu ḍaīf, sehingga tidak bisa dijadikan landasan hukum. Ibnu Taimiyah berkata: melarang perempuan haid membaca al-Quran sama sekali bukanlah sunnah dari Nabi.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Epstein Hebrew, English Edition Of Babilonia Talmud. Nur Najmi Laila, Buku Pintar Menstruasi, (Yogyakarta: Buku Biru, 2011). Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid,(Indonesia: Dar Ihya al Kutub al-Arabiyah, t.th). Abu Muhammad bin Hazm, al-Muhalla, (Beirut: Dar al Fikr, t.th). Muhammad bin Isa bin Saurah, Sunan al-Tirmizi, (Beirut: Dar al Kutub al-Alamiyah, t.th).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar