Skip to main content

Hakikat Manusia menurut Ahmadi

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 06, 2013

Hakekat wujud manusia, dalam pandangan Achmadi dikatakan: “Manusia makhluk jasmani-Ruhani yang paling mulia.” Hakikat wujud manusia menurut Ahmadi ini, dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
Segi Fisik Biologis
Jasad atau fisik manusia asal mulanya dari tanah. Setelah berproses menjadi bentuk manusia, dalam al-Quran disebut basyar yakni makhluk fisik-biologis. Sebagai makhluk biologis kejadiannya hampir sama dengan makhluk biologis lainnya terutama jenis binatang mamalia, yaitu dari nutfah, ’ala qah kemudian mudhghah (embrio) dan akhirnya terbentuklah janin, yang strukturnya secara gradual lebih sempurna dari binatang.
Segi Ruhani
Setelah pembentukan fisik mendekati sempurna dalam bentuk janin, Allah swt meniupkan Ruh-Nya kepada manusia dan sejak itu dia benar-benar menjadi makhluk jasmani rohani yang mulia sehingga malaikat pun diperintahkan oleh Allah swt agar tunduk kepada manusia.
Kelebihan manusia itu terutama karena memperoleh percikan sifat-sifat kesempurnaan Ilahi yang kita kenal dengan ”Asmaul Husna” yang jumlahnya 99 itu, sehingga memungkinkan manusia hidup dengan berbagai kemampuan dan kewenangan sesuai dengan Asmaul Husna, dalam batas-batas kemakhlukannya.
Manusia dicipta sebagai wakil Tuhan di Bumi. Karena itu percikan Asmaul Husna itu merupakan modal dasar untuk berperan sebagai wakil Allah swt di bumi. Sesuai dengan kedudukannya sebagai wakil Allah swt, kemampuan dan kewenangan yang diperoleh sebagai akibat percikan Asmaul Husna itu harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya.
Tanda-tanda kemuliaan manusia itu tampak dalam tujuan penciptaannya dan diberikan berbagai sumber daya manusia yang merupakan kelengkapan hidupnya.
Manusia makhluk yang suci ketika lahir
Kesucian manusia biasannya dikaitkan dengan kata ”fitrah”. Ditinjau dari bahasa hal ini sesungguhnya kurang tepat karena pengertian fitrah, sebagaimana telah dijelaskan, ialah asal kejadian atau pola dasar penciptaan. Bila dikaitkan dengan asal kejadiannya, manusia ketika baru lahir memang masih suci dari segala noda dan dosa, walaupun ia lahir dari kedua orang tua yang bergelimang dosa.
Pandangan yang perlu diluruskan yang menyamakan fitrah dengan teori ”tabularasa” dari John Lock, yang menyatakan bahwa manusia lahir tanpa membawa bakat atau potensi apa-apa. Menurut pandangan Islam justru dengan fitrah itulah manusia memiliki potensi-potensi dasar, bahkan dilengkapi dengan sumber daya manusia, meskipun semuannya masih tergantung pada proses pengembangannya lebih lanjut melalui pendidikan.
Manusia makhluk etis religious
Sebagai rangkaian wujudnya yang suci di kala lahir, Tuhan senantiasa akan membimbingnya dengan agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Perbuatan etis juga merupakan naluri manusia, oleh karenanya manusia yang paling jahat sekalipun akan lebih suka pada orang yang memiliki etika dari pada yang tidak beretika, walaupun dirinya tidak mampu melakukannya.
Dalam Islam naluri etik tidak dapat dipisahkan dengan naluri agama. Etika, moral, dan akhlak merupakan esensi agama, sebagaimana ditegaskan dalam sabda Nabi ”Sesungguhnya semata-mata aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga sesuai dengan, bahkan menunjang, pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya, termasuk sumber daya manusiannya, sehingga akan membawanya kepada ketuhanan dan kesempurnaan pribadinya.
Manusia makhluk individu dan sosial
Individu adalah seseorang yang belum diketahui predikatnya sedangkan pribadi sudah menggambarkan predikat seseorang, baik mengenai sikap mental maupun perilakunya yang membedakannya dengan orang lain.Karena manusia makhluk individu dan sosial, maka pendidikannya juga sering diartikan sebagai individualisasi dalam sosialisasi.
Individu yang tidak mampu melakukan penyesuaian sering disebut maladjustment, yang dapat menghambat perkembangan pribadinya. Tetapi seperti dikatakan di atas individu tidak hanya dipengaruhi oleh masyarakatnya tetapi juga dipengaruhi proses perubahan masyarakat.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2005). Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemah, (Yakarta; Departemen Agama, 1989).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar