Skip to main content

Beberapa Wujud Wayang Kreasi Baru

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 27, 2013

Teater wayang senantiasa mengembangkan bentuk hiburan dan pendidikan. Wayang kulit sangat populer dan luwes, mengilhami penciptaan bentuk baru pada abad ke-20. Enam diantaranya wayang yang diterima dengan semangat oleh masyarakat adalah wayang suluh, wayang revolusi, wayang pancasila, wayang kancil, wayang sadat, dan wayang wahyu. Yang menarik dari semua wayang ini adalah digunakan serbagai sarana (wahana) pendidikan.
Munculnya wayang kreasi baru itu menambah semaraknya dunia pewayangan. Dengan latar belakang dan dasar pemikiran yang berbeda-beda dalam mencipta wayang, sehingga mengenai makna dan nilai beragam pula. Sumber gubahan dalam mewujudkan wayang kreasi baru, ialah cerita (lakon), bentuk (wujud), dan wayang Suluh.
Wayang Suluh tercipta setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, pada tahun 1950, gren baru dipergunakan oleh Departemen Penerangan untuk menyebarkan penerangan pemerintah karena pada zaman itu selain radio jarang, jarak terlalu jauh, dan televisi belum ada rakyat masih buta huruf. Seiring dengan perjalanan waktu, bentuk wayang ini berkembang menjadi teater rakyat.
Boneka wayang suluh terbuat dari kulit kerbau atau sapi. Sosok tokoh diperlihatkan dalam raut wajah. Boneka-boneka ini menggambarkan laki - laki dan perempuan modern yang mengenakan pakaian sehari-hari, pakaian setempat atau pakaian Barat atau tergantung tokoh yang menggambarkan. Pementasan wayang suluh ini diiringi gamelan dengan gubahan modern. Cerita dan tema yang dilakonkan adalah kejadian sehari-hari yang dialami oleh anggota masyarakat, adapula yang diambil dari sejarah mataram, perang Diponegoro, kisah kepahlawanan Suropati melawan Belanda dan sebagainya.
Wayang Revolusi. Masa revolusi (1945-1949) pemerintah nasional Indonesia berjuang dengan menggunakan berbagai cara untuk mendapat dukungan masyarakat. Pemerintah menggunakan wayang revolusi ini sebagai sarana penerangan.
Boneka dalam wayang revolusi menggambarkan berbagai tokoh kontemporer, seperti Soekarno, Nehru, Perjuangan revolusi, Belanda dan rakyat. Banyak boneka yang diukir dan dilukis secara nyata, mengambarkan masyarakat modern. Cerita-cerita wayang revolusi diambil dari kejadian nyata pengeboman Hirosima, Jepang dan pecahnya pertempuran antara Belanda dan tentara pelajar atau rakyat. Dengan berakhirnya masa revolusi, wayang revolusi tidak lagi terkenal.
Wayang Sadat: Wayang ini merupakan wayang kulit kreasi baru yang berdasar pada faham (ajaran) Islam dan berfungsi sebagai sebagai sarana dakwah. Wayang ini diciptakan oleh Suryadi Warnosuharjo, pada tahun 1985. Kata sadat berasal dari kata syahadatain atau merupakan akronim sarana dakwah dan tablig. Cerita wayang sadat berkisar pada masa penyebaran ajaran Islam di Jawa (pada masa dikenalnya para wali demak) hingga masa berdirinya kerajaan mataram. Sumber ceritanya berasal dari Serat Babad Tanah Jawi dan Serat Babad Demak.
Wujud wayang sadat masih berdasar pada wayang kulit purwa, baik atribut sistem stilasinya. Hanya saja bagian muka dan tanggan serta irah-irahan (ikat kepala) mendapat beberapa gubahan, maka dari jenis wayang ini hampir sama dengan wayang suluh atau merupakan penggambaran manusia dari samping dengan atribut sorban, jubah, gamparan (sepatu) menyandang keris dan lain sebagainya.
Wayang Pancasila: Salah satu dari beberapa bentuk wayang kulit yang diciptakan setelah kemerdekaan oleh Harsono Hadi Soeseno adalah wayang pancasila. Dalam wayang pancasila pendawa lima dari Mahabarata menjadi lambang lima sila dasar negara Indonesia.
Wayang kancil: Wayang kancil diciptakan sekitar tahun 1924 atau 1925 oleh Bolim, seorang warga negara Indonesia keturunan Cina dari Surakarta. Dengan kalimat yang sudah dimengerti dongeng tentang kancil yang cerdik dan sangat masyhur selain menghibur dan mendidik pendengarnya, juga memberikan pesan moral, bahkan membuat kritik sosial melalui tokoh-tokoh hewan yang dapat berbicara.
Wayang Wahyu: Teater wayang kulit jenis ini diciptakan tahun 1957 oleh Timotheus Mardji Wignyasoebrata dipergunakan untuk mengajarkan ajaran agama Katholik. Dengan mengambil cerita perjanjian lama dan pejanjian baru, serta iringan musik gamelan dengan nada diatonis musik gereja.
Kesenian khususnya yang berhubungan dengan perkembangan wayang, adanya harapan mengenai perkembangan wayang di masa mendatang. Hal ini tidak saja dipengaruhi oleh keindahan dan ketertarikan untuk mengetahui lebih mendalam tentang wayang kemunculan wayang kreasi baru akan diikuti pula tentang cita rasa yang kemungkinan sesuai dengan jiwa dan cita rasa generansi muda kini.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Edi Sedyawati, Seni Pertunjukan, (Jakarta: Grolier Internasional, 2002). Sunarto, Seni Gatra Wayang Kulit Purwa, (Semarang: Dahara Prize, 1997).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar