Skip to main content

Berbagai Penafsiran Ulama tentang Harut dan Marut

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 27, 2013

Dua pendapat yang berlawanan berangkat dari pemahaman akan kata malakain, karena bacaan ini ada dua macam qira’ah. Ibnu Abbas membacanya dengan kasrah, yaitu malikain yang berarti dua raja dan ahli qiraah yang lain membaca dengan fathah, yaitu malakain yang berarti dua malaikat. Hal itu menimbulkan beberapa pendapat di kalangan ulama Islam berkaitan dengan Harut dan Marut, yaitu:
Pertama; Harut dan Marut adalah benar-benar malaikat dan taat kepada Allah seperti malaikat yang lain. Pendapat inilah yang paling masyhur di kalangan mufasir. Hal ini disandarkan pada dua bacaan dalam kalimat al-malakain, yaitu dibaca fathah pada huruf lam-nya (jumhur ulama) serta dibaca kasrah.
Kedua: Harut dan Marut adalah manusia biasa, bukan malaikat dan bukan raja. Tetapi kedua-duanya dipandang oleh masyarakat pada waktu itu sebagai malaikat karena kesalehan dan ketakwaannya atau dipandang sebagai raja, karena pengaruh dan wibawanya sehingga kedua-duanya sangat dihormati dan ditaati oleh masyarakat. Pendapat ini disandarkan pada pembacaan al-malikain, yaitu dengan dibaca kasrah pada huruf lamnya. Bacaan ini dipelopori oleh Ibnu Abbas, Hasan, Abu Aswad dan al-Dhahak.
Malaikat pada dasarnya adalah immateri, terkadang juga menampakkan dirinya sebagimana manusia biasa. Sebagaimana contoh ketika Nabi Ibrahim didatangi tamu yang ketika disuguhi makan mereka tidak mau. Dengan demikian, karena manusia juga mempunyai unsur immateri, yaitu roh, maka pada dasarnya di balik bentuk fisik manusia, unsur ke-Ilahi-an (immateri) adalah sangat mungkin untuk bisa bertemu dengan unsur malaikat yang sama-sama immateri.
Akhirnya untuk menjaga ke-ma’shum-an inilah banyak ulama lebih cenderung bahwa Harut dan Marut adalah bukan malaikat dan bukan raja, karena termasuk lafadh tasybih atau majaz, seperti pendapatnya Muhammad Nasib Ar-Rifa’I yang berada satu jalur dengan penakwilan al-Qurthubi kecuali dalam pendapatnya yang mengatakan bahwa Harut dan Marut merupakan pengganti setan.
Ulama menegaskan bahwa kisah Harut dan Marut diceritakan dari berbagai jalan hingga mencapai 20 jalan. Walaupun jalan itu banyak, namun tidak ada satupun yang sampai kepada Rasulullah saw. Kisah itu ditolak oleh mayoritas ahli hadis, para hafidz dan mufasirin. Singkatnya, kisah itu bermuara pada dongeng Israiliyat, sebab tidak ada sebuah hadist pun yang marfu’ dan sahih yang sanadnya bersambung kepada Nabi saw.
Ketiga: Kisah ini bersumber dari cerita-cerita Israiliyat dan diri kumpulan cerita mereka yang paling dusta, sudah sepantasnya kisah seperti ini ditinggalkan. Para ulama yang konsisten dan mufassirin mengatakan bahwa kisah ini diceritakan dari para pendeta Yahudi yang harus didustakan. Boleh jadi, kisah itu sebagai kaum terdahulu, sebagaimana dikemukakan oleh al-Khatib. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami al-Makki dalam bukunya yang berjudul az-Zawajir, memandangan kisah itu ganjil tanpa dilebih-lebihkan.
Al-Qurthubi mengatakan bahwa keseluruhan kisah itu dhaif. Ibnu umar juga memandangnya ganjil dan tidak membenarkan satu bagian pun darinya. Al-Khafaji mengatakan bahwa menurut para ahli hadits, semua sanad kisah itu tidak dapat dipercaya. Adalah layak bila kisah yang bohong, palsu, batil, dan mengada-ada ini untuk tidak dihiraukan, dicerikatakan, atau ditulis kecuali untuk tujuan memperingatkan kepalsuan isinya. Dan ini telah kami lakukan.
Beberapa pendapat ulama lain tentang Harut dan Marut adalah sebagai berikut sebagaimana yang dikutip oleh Umar Hasyim, yaitu:
Imam Baidlawi, ia berpendapat bahwa cecrita Harut dan Marut ini bersumber dari cerita-cerita Yahudi atau Israiliyat. Padahal menurut sabda Nabi Muhammad, bahwa bila kita mendengar cerita-cerita Israiliyat, janganlah kita percaya atau menolak. Karena cerita itu dahulu tidak berdasar dari wahyu Tuhan kepada Nabi Musa atau kepada Nabi Isa, tetapi hanyalah cerita dari pendeta jaman Nabi Musa dan Nabi Isa saja.
Imam Abu Su’ud, ia mengatakan bahwa cerita Harut Marut itu tidak dapat dibenarkan sama sekali, cerita palsu dan sebangsa dongeng saja.
Imam Qadli ‘Iyadl, ia mengatakan bahwa cerita Harut Marut ini tidak ada keterangan hadits atau sabda Nabi Muhammad, walaupun satu hadits palsu-pun tidak ada. Apalagi yang menceritakan tentang wanita Persi itu, tidak ada walaupun satu hadits yang dla’if sekalipun.
Imam al-Razi, ia mengatakan bahwa wanita Persi juga tidak ada keterangan sama sekali. Pada umumnya para ulama’ tidak setuju akan adanya cerita Harut Marut yang disiksa karena keduanya berbuat salah. Hal ini tidaklah benar.
Maulana Muhammad Ali, ia menceritakan bahwa ada cerita yang telah diketahui dan dipercayai menjadi cerita rakyat, yaitu tentang adanya dua orang malaikat yang bernama Harut dan Marut yang durhaka kepada Tuhannya (sesuai dengan cerita ayat 102 surat al-Baqarah). Kemudian kedua malaikat itu ditendang, sehingga kakinya berada di atas dan kepalanya berada di bawah, yaitu di tanah Babil.
Ini artinya adanya cerita malaikat Harut dan Marut adalah dongeng yang disertakan di dalam kitab-kitab tafsir saja dan sebenarnya dongeng tersebut berasal dari cerita Israiliyat atau cerita pada zaman Majusi dari bangsa Parsi yang menyembah api, lantas dimasukkan ke dalam cerita Islam. Oleh karenanya al-Qur’an menyitir adanya cerita ini adalah bohong serta menjelaskan bahwa bahwa Harut dan Marut tidak mengajarkan ilmu sihir kepada rakyat.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Gema Insani Press; Jakarta 1999). Maspuk Zuhdi, Studi Islam, (Raja Wali; Jakarta,1998). Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar