Skip to main content

Teori Psikoanalisis Erickson

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: May 27, 2013

Salah satu tokoh psikologi yang sangat terkenal dan sekaligus tokoh psikoanalisis adalah Erik. H. Erickson. Dia memberi sumbangan bagi kemajuan teori psikoanalisis. Pemahamannya bahwa segala kehidupan itu dinamis. Dia menerima pandangan Freud bahwa masa kanak-kanak merupakan masa penting dalam perkembangan pribadi manusia.
Menurut Erickson, Setiap tahap perkembangan memiliki ketegangan psikodinamis, yang pemecahannya melahirkan keutamaannya sendiri yaitu kekuatan watak. Untuk memberi gambaran terhadap pola penafsiran Erikson, dibicarakan tahap hidup pertama, tahap oral. Dalam tahun-tahun pertama hidupnya, bayi memang ada dalam keadaan siap untuk menerima keadaan dirinya., dengan memasukkan makanan dan menerima kehangatan serta perhatian. Dalam hubungan dengan lingkungan itu, terutama dalam wujud ibu, ada ketegangan awal antara kepercayaan dan ketidakpercayaan. Dalam hubungan lingkungan yang amat terbatas itu, bayi belajar bahwa unsur-unsur lingkungan dapat dipercaya yaitu ibu menyusui, menggendong, dan menentramkan.
Dalam hal keagamaan, psikoanalisis telah membangkitkan cara baru dalam melihat dan membahas bahwa faktor-faktor yang ada di luar bidang kesadaran dan mempengaruhi pembentukan dan kelanjutan hidup keagamaan. Psioanalisis mempunyai pengandaian bahwa iman atau agama menjadi milik manusia berpangkal pada kodratnya, dan bahwa agama lahir dalam situasi awal dalam kaitannya dengan masa kanak-kanak.
Hal itu menjelaskan salah satu dimensi agama, dimana para penganutnya berhenti, tidak maju dan puas disitu saja. Tetapi ada penganut agama yang bertumbuh lebih jauh dari kepercayaan dan praktik agama tersebut. Hasil dari penelitian psikoanalisis dalam kaitannya dengan agama, terbentuk konsep-konsep, bahwa:
  1. Manusia memiliki dorongan dan kekuatan yang mendesak mereka untuk mendapatkan keamanan dan pemenuhan di bidang keagamaan, dan dalam arti itu manusia adalah bersifat religius dan tampil sebagai homo religius.
  2. Perilaku keagamaan ada kesamaan dengan perilaku manusia lain, mengandung arti yang lebih mendalam. Maka bila hanya secara terpotong-potong diartikanagama hanya secara fungsional.
  3. Hubungan dengan orangtua ikut memberi bentuk dan emosi dalam pemahaman awal anak tentang Tuhan.
  4. Tanggapan atau reaksi negatif, terutama seks, agresi, dan ketakutan yang ditekan, merupakan gejala yang tidak sehat pada penghayatan agama.
  5. Tuhan dan agama dapat menjadi khayalan dalam arti lahir karena tuntutan kebutuhan psikologis semata.
  6. Agama autoritarian dapat menghambat perkembangan penuh kemampuan manusia dan memperkecil kemampuan manusia untuk berpikir dan bersama rasa.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Irwanto, Psikologi Umum, (Prehallindo Jakarta, 2002). A. M. Hardjana, Dialog Psikologi dan Agama, (Penerbit Kanisius, Yogyakarta 1995).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar