Skip to main content

Sejarah Kaum Murtad Masa Abu Bakar as

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: May 27, 2013

Referensi tentang perbuatan riddah dalam Islam berkaitan dengan pelanggaran persetujuan antara penguasa Islam di Madinah dan sejumlah suku Arab, menyusul wafatnya Nabi. Selanjutnya, penulis akan menjelaskan bagaimana sejarah peristiwa riddah pada masa Abu Bakar yang memberikan precedent fundamental terhadap hukuman mati orang murtad dalam Islam.
Umat Islam ketika di Makkah bukan merupakan society tetapi hanya sebagai community. Sampai ketika umat Islam hijrah ke Madinah pada tahun-tahun pertama masih merupakan community. Istilah ummah dalam Piagam Madinah pada awalnya masih memiliki konotasi heterogenitas etnis maupun agama. Kemudian setelah terjadi pengusiran besar-besaran terhadap kelompok Yahudi dari Madinah, karena mulai menampakkan kebencian serta sikap iri kepada kaum muslimin yang telah berhasil gemilang dalam perang badar, serta adanya upaya untuk membunuh Nabi dan menghabisi kelompok muslim dari Madinah.
Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit (11-13 H/ 632-634), yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi. Terpilihnya Abu Bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekat umat untuk bersatu melanjutkan tugas mulia Nabi. Menyadari bahwa kekuatan kepemimpinannya bertumpu komunitas Mu’tah.
Akibat lain dari wafatnya Nabi ialah membangkangnya beberapa orang Arab dari ikatan Islam. Mereka melapaskan kesetiaan dengan menolak memberikan bai’at kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian Nabi Islam itu. Fakta yang dapat membuka kesimpulan kepada kita kita bahwa, diwaktu Nabi wafat, agama Islam belum mendalam meresapi sanubari penduduk Jazirah Arab. Diantaranya mereka ada yang tetap menyatakan masuk Islam, tetapi belum mempelajari agama Islam itu.
Tidaklah mengherankan dengan banyaknya suku Arab yang melepaskan diri dari ikatan agama Islam, mereka murtad. Mereka adalah orang-orang yang baru memasuki Islam. Belum cukup waktu Nabi dan para sahabatnya untuk mengajari mereka prinsip-prinsip keimanan dan ajaran Islam. Memang suku-suku Arabia dari padang pasir yang jauh itu terus datang kepada Nabi dan mendapat kesan yang dalam tentang Islam, tetapi mereka hanyalah setitik air di samudra.
Beberapa suku Arab yang mengalami Islam selama masa kenabian harus membanyar zakat, dalam jumlah yang biasanya ditentukan melalui kesepakatan dengan Nabi. Adalah logis untuk mengatakan atas dasar sumber awal, sifat zakat pada masa Nabi sebenarnya tidak begitu jelas Ia lebih banyak menggambarkan sebagai beban yang dituntut oleh wakil peperintah Madinah daripada agama Islam. Atas dasar alasan ini, setelah wafatnya Nabi, beberapa suku Arab menolak untuk meneruskan membanyar zakat, karena mereka berpikir bahwa kesepakatan mereka dengan pemerintah Madinah batal dengan sendirinya dengan wafatnya Nabi.
Sebaliknya Abu Bakar dalam banyak kesempatan berbicara komunitasnya dengan suku-suku itu menekankan bahwa mereka harus tetap melaksanakan apa yang pernah mereka janjikan (pembayaran zakat) karena kesepakatan mereka itu bukan hanya dengan Nabi, makhluk yang tidak kekal, tetapi dengan Tuhan, saat Muhammad berperan sebagai Rasulnya, Abu Bakar adalah sebagai pengganti Muhammad sebagai pemimpin Madinah.
Atas dasar kondisi-kondisi itu, Abu Bakar dengan marah menolak tuntutan suku-suku Arab yang meminta dibebaskan dari membayar beban zakat, dan memerintahkan tentaranya untuk bersiaga melawan mereka. Setelah terjadi banyak pertumpahan darah, pemberontakan-pemberontakan itu dipadamkan, dan suku-suku dimasukan lagi dibawah kekuasaan Madinah. Peristiwa awal dalam pemerintahan Abu Bakar ini memberi Precedent Fundamental terhadap hukuman riddah dalam Islam
Abu Bakar dalam menghadapi orang-orang yang murtad tetap pada prinsipnya, yakni memerangi orang murtad sampai tuntas. Semuanya dihadapi dengan langkah-langkah yang bijak dan mulia. Keadaan yang sangat parah itu, dapat diatasi dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini membuktikan kebijakan agung Abu Bakar dan kesadarannya yang total terhadap Islam dan semangatnya yang keras dan seperti baja. Seandainya Abu Bakar dan imam seluruh umat Islam ditimbang, niscaya Abu Bakar lebih berat setelah Nabi. Abu Bakar dianggap sendi yang paling kokoh.
Selama perang Riddah, banyak dari (penghafal al-Qur’an) yang tewas. Karena orang-orang ini merupakan bagian dari al-Qur’an, Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, yang berarti beberapa bagian al-Qur’an akan musnah. Karena itu Umar menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “ kumpulan” al-Qur’an. Mulanya khalifah agak ragu untuk melakukan tugas ini karena tidak menerima otoritas dari Nabi, tetapi kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan Zaid bin Tsabit. Para pencatat sejarah menyebutnya bahwa pengumpulan al-Qur’an ini termasuk salah satu jasa besar dari Khalifah Abu Bakar.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Yusuf Qardhawi, Hukum Murtad, Tinjauan al-Qur’an dan As-Sunnah, perj. Irfan Salim dan Abdul Hayyie al-Kattanie,(Jakarta: Gema Insani Press, 1998). Muhammad Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, (Yogjakarta, Pustaka Book Publisher, 2007). Muhammad Halawi Hamdi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, (Yogjakarta, Mardhiyah Press, 2005). Abu Hafsin, Kebebasan Beragama Dan Hak-Hak Politik Minoritas, dalam Tedi Kholiludin (ed), Runtuhnya Negara Tuhan, Membongkar Otoritarianisme dalam Wacana Politik Islam, (Semarang: INSIDE, 2005). Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997). A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, ( Jakarta: Pustaka Al- Khusna, 1994). Said Ibn Ali Ibn Wahif al-Qaht, Dakwah Islam Dakwah Bijak, terj Masykur Hakim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar