Skip to main content

Konsep Manusia menurut Al Attas

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: April 19, 2013

Manusia merupakan subyek sekaligus obyek pengetahuan, sehingga sangat penting membahas tentang manusia. Manusia sering disebut sebagai makhluk monodualistik, karena manusia adalah makhluk yang terdiri dari jasad dan ruh; artinya makhluk jasadiah dan ruhaniah sekaligus.
Walaupun ruh manusia diciptakan tetapi ruh manusia merupakan sesuatu yang tidak mati dan selalu sadar akan dirinya. Dia adalah tempat bagi segala sesuatu yang intelijibel dan dilengkapi dengan fakultas yang memiliki sebutan berlainan dalam keadaan yang berbeda, yaitu ruh (ruh), Jiwa (nafs), hati (qalb), intelek (aql). Setiap sebutan itu memiliki dua makna, yang satu merujuk pada aspek jasad atau kebinatangan dan yang satu pada aspek keruhanian.
Al-Attas sebagaimana di kutip Wan Mohd Nor Wan Daud, menegaskan perbedaan model dari kesatuan ini, bahwa ketika bergelut dengan sesuatu yang berkaitan dengan intelektual dan pemahaman, ia (yaitu, ruh manusia) disebut intelek; ketika mengatur tubuh, ia disebut jiwa; ketika sedang mengalami pencerahan intuisi, ia disebut hati. Dan ketika kembali kedua yang abstrak, ia disebut ruh. Pada hakekatnya, ia selalu aktif memanisfestasikan dirinya dalam keadaan-keadaan ini.
Jadi jelas, menurut Al Attas bahwa diri manusia berkaitan erat dengan jasad dan ruh. Oleh karena itu pada satu sisi, ia dianggap jiwa rasional (al-Nafs al-Natiqqah) ketika berhubungan dengan ruh dan pada sisi lain, sebagai jiwa hewani (al-Nafs al-Hayawaniyyah) ketika berberhubungan dengan jasad. Pilihan dan sikap manusia bergantung aspek mana yang menjadi perioritas utama sehingga inilah yang akan menentukan nasib akhir yang akan mereka terima, baik di dunia yang terbuka ini maupun nanti di akhirat.
Al-Nafs mempunyai dua daya sebagai sebuah bagian kesempurnaan manusia yaitu daya berfikir yang disebut akal yang berpusat dikepala dan daya rasa yang berpusat di kalbu. Kedua daya inilah, yang membuat manusia mempunyai kebebasan untuk mengelola diri, lingkungan dan alam kehidupannya.
Jadi, menurut Al-Attas manusia adalah jiwa sekaligus jasad, sekaligus wujud jasmaniah dan ruhaniah; dan jiwanya mesti mengatur jasadnya sebagaimana Allah mengatur jagad. Dia terpadukan sebagai satu kesatuan, dan dengan adanya saling keterkaitan antara fakultas ruhaniah dengan fakultas jasmaniah serta inderanya, ia membimbing dan memelihara kehidupannya di dalam dunia ini.
Al Attas mendefinisikan manusia sebagai al-Hayawanun Nathiq yang dalam hal ini Nathiq diartikan rasional sehingga manusia sering disebut “binatang rasional”. Manusia mempunyai fakultas batin yang merumuskan makna-makna dan Perumusan makna yang melibatkan penilaian, pembedaan, dan penjelasan inilah menurut Al Attas yang membentuk rasionalitas.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Marasudin Siregar, Manusia Menurut Ibnu Khaldun, Habib Thoha dkk (editor), Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar Kerjasama dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo), 1996). Naquib Al-Attas (Ed.), Aims and Objectives of Islamic Education, (Jeddah; King Abdul Aziz University, 1979). Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, (Mizan, Bandung, 1994).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar