Skip to main content

Akad Transaksi dalam Ekonomi Islam

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: April 23, 2013

Akad sebagai pertalian antara ijab dan qabul dalam syariat yang menimbulkan akibat hukum pada hukumnya, memiliki beberapa bentuk transaksi. Berikut adalah beberapa akad transaksi dalam ekonomi Islam:
Al-Bai, yaitu menukarkan harta dengan harta melalui tata cara tertentu, atau mempertukarkan sesuatu yang disenangi dengan sesuatu yang lain melalui tata cara tertentu yang dapat dipahami sebagai al-Bai seperti ijab dan ta’athi (saling menyerahkan).
Al-Sharf adalah jual beli antara barang sejenis atau antara barang tidak sejenis secara tunai. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam akad al-sharf adalah: 1) masing-masing pihak saling menyerah-terimakan barang sebelum keduanya berpisah. Syarat ini untuk menghindar terjadinya riba nasiah. Jika keduanya atau salah satunya tidak menyerah barang sampai keduanya berpisah maka akad al-Sharf menjadi batal 2) Jika akad al-sharf dilakukan atas barang sejenis maka harus setimbang, sekalipun keduanya berbeda kualitas atau model cetakannya. 3) Khiyar syarat tidak berlaku dalam akad al-Sharf. Karena akad ini sesungguhnya merupakan jual beli dua benda secara tunai.
Al-Salam, yaitu akad atas suatu barang dengan kriteria tertentu sebagai tanggungan tertunda dengan harga yang dibayarkan dalam majlis akad. Para imam dan tokoh-tokoh madzhab sepakat terhadap enam persyaratn akad salam sebagai berikut: 1) Barang yang dipesan harus dinyatakan secara jelan jenisnya, 2) jelas sifta-sifatnya 3) jelas ukurannya 4) jelas batas waktunya 5) jelas harganya 6) tempat penyerahannya juga herus dinyatakan secara jelas.
Istishna, yaitu akad dengan pihak pengrajin atau pekerja untuk mengerjakan suatu produk Barang (pesanan) tertentu di mana materi dan biaya produksi menjadi tanggungjawab pihak pengrajin.karena akad istishna tidak sesuai dengan kaidah umum jual beli, maka fuqaha menggantungkan kebolehan akad ini dengan sejumlah syarat sebagai berikut: 1) Obyek akad (atau produk yang dipesan) harus dinyatakan secara rinci: jenis, ukuran, sifatnya. Syarat ini sangat penting untuk menghilangkan unsur jihalah dan gharar 2) Produk yang dipesan berupa hasil pekerjaan atau kerajinan yang mana masyarakat lazim memesannya, seperti sepatu,perabot rumah tangga dan lain-lain 3) Waktu pengadaan produk tidak dibatasi.
Ijarah, yaitu akad atau transaksi terhadap manfaat dengan imbalan atau transaksi terhadapa manfaat yang dikehendaki secara jelas harta yang bersifat mubah dan dapat dipertukarkan dengan imbalan tertentu. Tidak semua harta benda boleh diakadkan ijarah atasnya, kecuali yang memenuhi persyaratan berikut ini 1) Manfaat dari obyek akad harus diketahui secara jelas 2) Obyek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya 3) Obyek ijarah dan pemanfaatannya haruslah tidak bertentangan dengan hukum syara 4) Obyek yang disewakan adalah manfaat langsung dari sebuah benda 5) Harta benda yang menjadi obyek ijarah haruslah harta benda yang bersifat isti’maliy, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulang kali tanpa mengakibatkan kerusakan dzat dan pengurangan sifatnya.
Al-Qardh, yaitu penyerahan pemilikan harta al-misliyat kepada orang lain untuk ditagih pengembalinnya. Syarat utang-piutang adalah 1) Karena utang-piutang sesungguhnya merupakan sebuah transaksi (akad), maka harus dilaksanakan melalui ijab dan qabul yang jelas, sebagaimana jual beli, dengan menggunakan lafal qardh, salaf atau yang sepadan dengannya 2) Harta benda yang menjadi obyeknya harus mal-mutaqawwim 3) Akad utang-piutang tidak boleh dikaitkan dengan suatu persyaratan di luar utang piutang itu sendiri yang menguntungkan pihak muqridh.
Al-Rahn, yaitu sebuah akad utang piutang yang disertai dengan jaminan (atau agunan).
Al-Syirkah, yaitu akad antara pihak-pihak yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. Pada garis besarnya syirkah dibedakan menjadi dua jenis: 1) Syirkah amlak yaitu persekutuan dua orang atau lebih dalam pemilikan suatu barang. Jenis syirkah ini dibedakan menjadi dua macam: a) Ijbariyah, syirkah ini terjadi tanpa adanya kehendak masing-masing pihak b) Ikhtiriyah, syirkah ini terjadi atas perbuatan dan kehendak pihak-pihak yang berserikat. 2) Syirkah uqud yaitu perserikatan antara dua pihak atau lebih dalam hal usaha, modal dan keuntungan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ghufron A. Mas'adi, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002). P3EI UII, Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar