Skip to main content

Sistem Operasional Asuransi Syariah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 19, 2013

Sistem operasional asuransi syariah didasarkan pada ketentuan laba atau surplus bagi perusahaan. Surplus yang dimaksud adalah perbedaan antara aktiva dan kewajibannya. Karena perlakuan akuntansi bagi aktiva maupun kewajiban ditetapkan oleh Undang-undang Dasar Negara bagi perusahaan asuransi, kelebihan atau surplus ini umumnya disebut surplus menurut undang-undang (surplus statutorial). Sehingga setiap perusahaan asuransi memiliki pengelolaan dana untuk mencapai nilai surplus.
Sistem operasional asuransi konvensional tidak terlepaskan dari kewajiban yang sulit ditentukan, karena nilai kewajiban bersifat kontijen (bergantung pada persitiwa yang akan terjadi di masa depan). Sehingga perusahaan asuransi konvensional harus memiliki suatu pos/ akun yang disebut cadangan (reverse) sejumlah nilai uang nominal yang dipisahkan secara khusus.
Berbeda dengan sistem operasional asuransi syariah (asuransi keluarga), kontribusi/ premi takaful dapat diangsur secara bulanan, seperempat tahunan, setengah tahunan atau tahunan bahkan sekaligus. Jumlah angsuran minimal ditentukan oleh perusahaan dihitung sesuai dengan jangka waktu kontrak, jadwal waktu angsuran, dan jumlah pertanggungan. Adapun kontribusi yang dibayar peserta dimasukkan ke dalam dua jenis rekening, yaitu rekening peserta dan rekening khusus peserta sesuai dengan porsi masing-masing yang ditetapkan perusahaan.
Rekening peserta berfungsi sebagai investasi dan simpanan, sedangkan rekening khusus peserta berfungsi sebagai sumbangan/ derma (tabarru’) untuk menutup klaim jika terjadi musibah pada peserta takaful.
Sistem operasional asuransi syariah pada dasarnya dilandasi oleh tiga prinsip yaitu rasa saling tanggungjawab, kerja sama dan saling membantu, serta saling melindungi antara para peserta dan perusahaan. Perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai mudharib, yaitu pihak yang diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta sebagai shahibul maal untuk mengelola uang premi dan mengembangkan dengan jalan yang halal sesuai dengan syar’i serta memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai dengan akad.
Berdasarkan akad yang disepakati, perusahaan dan peserta mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Kewajiban tertanggung adalah membayar uang premi sekaligus dimuka atau angsuran secara berkala. Uang premi yang diterima perusahaan dipisahkan atas rekening tabungan dan rekening tabarru’. Sementara hak tertanggung diantaranya adalah mendapatkan uang pertanggungan atau klaim serta bagi hasil jika ada. Premi pada asuransi jiwa syariah, premi yang dibayarkan peserta terdiri atas unsur tabungan dan tabarru’. Dengan ketentuan tabarru’ diambil dari mortalita yang besarnya bergantung pada usia dan masa perjanjian.
Perusahaan dan peserta memperoleh keuntungan dari hasil surplus underwriting kegiatan investasi dan pengembangan usaha dengan prinsip mudharabah atau prinsip lain yang memperbolehkan secara syar’i atas petunjuk dewan syari’ah. Pembagian keuntungan didasarkan atas akad awal yang telah disepakati antara perusahaan dan peserta dalam bentuk sistem pembagian tertentu, seperti 60% : 40%; 60% atau 60 bagian untuk perusahaan dan 40% atau 40 bagian untuk peserta dari pendapatan bersih setelah dikurangi berbagai macam biaya atau beban asuransi, seperti reasuransi dan klaim.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Robert T. Kiyosaki, The Cash flow Quadrant¸ Terj. Rina Buntaran, (Jakarta: PT Sun, 2001). Y. Sri Susilo, et al., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar