Skip to main content

Prinsip-prinsip dalam Muamalah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 08, 2013

Kata prinsip, diartikan sebagai asas, pokok, penting, permulaan, fundamental, dan aturan pokok. Sedangkan kata muamalah berarti hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan.
Fikih muamalah menjelaskan dengan sangat jelas mengenai prinsip-prinsip muamalah. ada beberapa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam bermuamalah. Misalnya saja dalam memberikan hak atau melakukan segala sesuatu hal. Dianjurkan tindakan yang dilakukan tidak boleh menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Setiap tindakan yang dapat merugikan orang lain, sekalipun tidak sengaja, maka akan dimintai pertanggungjawabannya.
Prinsip-prinsip utama dalam bermuamalah adalah terjadinya unsur saling adanya kerelaan antara kedua belah pihak. Prinsip tersebut telah dijelaskan oleh Allah swt dalam surat An-Nisaa, 29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu ...”
Dalam fikih muamalah juga dijelaskan mengenai prinsip-prinsip muamalah dengan jelas, yaitu :
  1. Pada asalnya muamalah itu boleh sampai ada dalil yang menunjukkan pada keharamannya. Kaidah ini disampaikan oleh Ulama Syafi’i, Maliki, dan Imam Ahmad.
  2. Muamalah itu mesti dilakukan atas dasar suka sama suka;
  3. Muamalah yang dilakukan itu mesti mendatangkan maslahat dan menolak madarat bagi manusia;
  4. Muamalah itu terhindar dari kezaliman, penipuan, manipulasi, spekulasi, dan hal-hal lain yang tidak dibenarkan oleh syariat.
Prinsip-prinsip muamalah juga mengenal adanya keterbukaan dalam transaksi (aqad), dan prinsip itu diantaranya :
  1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi itu sendiri, kecuali transaksi yang dilakukan jelas-jelas telah melanggar aturan syariat.
  2. Syarat-syarat transaksi itu dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh dengan tanggungjawab, selama tidak bertentangan dengan syariat.
  3. Setiap transaksi dilakukan dengan cara suka rela, dengan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
  4. Syari (hukum) mewajibkan agar setiap perencanaan transaksi dan pelaksanaannya didasarkan atas niat yang baik, sehingga segala bentuk penipuan, kecurangan dan penyelewengan dapat dihindari.
  5. Setiap transaksi dan hak yang muncul dari satu transaksi, diberikan penentuannya pada urf atau adat yang menentukan kriteria dan batas-batasnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Bustami A. Gani, et. al., al-Qur’an dan Tafsirnya, (Semarang: Wicaksana, 1993). Haris Dimyati, Al-Farooid Al-Bahiyyah fi Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, (Pacitan: Tetuko, 1979). Pius A Partanto dan M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994). Hafidz Anshari, et. al, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1994). A. Djazuli dan Yadi Janwar, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar