Skip to main content

Pengertian Pesantren Tradisional

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 08, 2013

Pesantren merupakan salah satu jenis lembaga pendidikan Islam Indonesia untuk mendalami ilmu agama Islam dan telah diakui sebagai lembaga yang telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Bila dilihat dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous).
Dunia pesantren memiliki karakteristik tertentu yaitu dunia tradisional Islam, yakni dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan ulama dari masa ke masa, tidak terbatas pada periode tertentu dalam sejarah Islam, seperti misalnya, periode kaum Salaf, yakni para sahabat Nabi Muhammad dan tabi in senior. Anehnya, istilah salaf juga digunakan oleh kalangan pesantren misalnya pesantren salafiyah walaupun dengan pengertian yang jauh berbeda.
Pada pihak lain, kaum salafi adalah mereka yang memegang paham tentang Islam yang murni pada masa awal yang belum dipengaruhi bid’ah dan khurafat. Karena itulah kaum salafi di Indonesia sering menjadiksn pesantren dan dunia Islam tradisional lainnya sebagai sasaran kritik.
Usaha untuk mengidentifikasi pesantren dilakukan juga oleh Kafrawi. Ia membagi pola pesantren menjadi empat pola seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, yaitu:
Pesantren Pola I ialah pesantren yang memiliki unit kegiatan dan elemen berupa masjid dan rumah kiai. Pesantren ini masih sederhana, kiai mempergunakan masjid atau rumahnya untuk tempat mengaji, biasanya santri datang dari daerah sekitarnya namun pengajian telah diselenggarakan secara kontinyu dan sistematik. Jadi pola ini belum mempunyai elemen pondok, bila diukur dengan elemen dasar dari Zamachsyari.
Pesantren pola II sama dengan pola satu ditambah adanya pondokan bagi santri. Ini sama dengan syarat Zamachsyari. Pesantren pola III sama dengan pola II ditambah adanya madrasah. Jadi di pesantren pola III ini telah ada pengajian sistem klasikal. Sedangkan pesantren pola IV adalah pesantren pola III ditambah adanya unit ketrampilan seperti peternakan, kerajinan, koperasi, sawah, ladang dan lain-lain.
Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional khas Indonesia yang lebih dikenal dengan istilah pesantren. Di Jawa, Sunda dan Madura, umumnya digunakan istilah pesantren atau pondok. Di Aceh dikenal dengan istilah dayah atau rangkang atau meunasah, sedang di Minangkabau disebut surau.
Dalam kehidupan sehari-hari istilah tradisi sering digunakan. Istilah tradisi biasanya secara umum dimaksudkan untuk menunjuk kepada suatu nilai, norma dan adat kebiasaan yang berbau lama dan yang lama tersebut hingga kini masih diterima. Tradisi, intinya adalah warisan masa lalu yang dilestarikan terus hingga sekarang. Warisan masa lalu itu dapat berupa nilai, norma, sosial, pola kelakuan dan adat kebiasaan lain yang merupakan wujud di berbagai aspek kehidupan. Dari kata tradisi, akhirnya menjadi tradisional, artinya: menurut adat, turun-temurun. Dan akhir-akhir ini, kata tradisional tampaknya muncul di mana-mana untuk mengimbangi segala sesuatu yang berbau modern.
Sikap tradisional, menurut Soerjono Soekanto, adalah suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi dari masa lampau, serta anggapan bahwa tradisi tersebut secara mutlak tidak dapat dirubah. Sikap tradisional tidak selalu berkonotasi negatif seperti itu. Sebaliknya, terkadang justru bernilai positif atau setidaknya netral. Di tengah kehidupan modern yang segalanya bergerak serba cepat ini, tradisi tertentu ada kalanya justru harus diupayakan agar tetap lestari, jangan sampai lenyap tertelan kemajuan.
Menurut Zamachsyari Dhofier, pesantren tradisional adalah lembaga pesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah hanya untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.
Khusus di dunia pendidikan Islam, mengingat sejarah perjalanan agama ini yang sudah cukup panjang, munculnya kesan dan fakta tradisionalitas di sana-sini tidaklah terhindarkan. Tradisi untuk tetap memakai kitab-kitab klasik berbahasa Arab sebagai bahan pokok yang diajarkan pada santri, kebiasaan untuk duduk bersila di lantai pada saat mengaji, juga peralatan serba sederhana sampai kini masih menjadi gambaran yang lumrah bagi sebagian lembaga pendidikan Islam, terutama pesantren.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS XX, 1994). Azyumardi Azra, Pengantar dalam Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina,1997). Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997). Zamachsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1994). Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalimah, 2001). Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 2001).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar