Skip to main content

Pengertian Gadai (Rahn) menurut Fikih

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 01, 2013

Menurut bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan al-Rahn, yang berarti tetap, ada pula yang menjelaskan bahwa rahn adalah terkurung atau terjerat. Menurut istilah yaitu menjadikan harta sebagai pengukuh/penguat sebab adanya utang. Dalam al-Quran Allah berfirman:
“Jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S: al-Baqarah: 283).
Istilah yang digunakan fikih untuk gadai adalah al-Rahn. Ia adalah sebuah akad utang piutang yang disertai dengan jaminan (agunan). Sesuatu yang dijadikan sebagai jaminan disebut marhun, pihak yang menyerahkan jaminan disebut rahin, sedangkan pihak yang menerima jaminan disebut murtahin.
Ada beberapa definisi ar-Rahn yang dikemukakan para ulama fikih. Ulama Malikiyah mendefinisikannya dengan:
Harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat. Pernyataan Imam Malik tersebut misalnya barang perabot rumah tangga, dan menurut Malik, yang dijadi kan barang jami nan (agunan) bukan saja harta yang bersifat materi, tetapi juga harta yang bersifat manfaat tertentu seperti hak memakai sapi sebagai kendaraan atau untuk menggarap sawah. Harta yang dijadikan barang jaminan (agunan) tidak harus diserahkan secara aktual, tetapi boleh juga penyerahannya secara hukum, seperti menjadikan sawah sebagai jaminan (agunan), maka yang diserahkan itu adalah surat jaminannya (sertifikat sawah).
Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan:
Menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagiannya.
Sedangkan ulama Syafi'iyah dan Hanabilah mendefinisikan ar-Rahn dengan;
Menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu.
Definisi yang dikemukakan Syafi'iyah dan Hanabilah ini mengandung pengertian bahwa barang yang boleh dijadikan jaminan (agunan) utang itu hanyalah harta yang bersifat materi; tidak termasuk manfaat sebagaimana yang dikemukakan ulama Malikiyah, sekalipun sebenarnya manfaat itu, menurut mereka (Syafi'iyah dan Hanabilah), termasuk dalam pengertian harta.
Menurut Masjfuk Zuhdi, gadai ialah pejanjian (akad) pinjam meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang. Sementara Syaikh Muhammad Ibn Qasim al-Ghazzi berpandangan, gadai adalah menjadikan barang yang sebangsa uang sebagai kepercayaan hutang dimana akan terbayar dengannya jika terpaksa tidak dapat melunasi (hutang tersebut). Cholil Uman menyatakan gadai adalah pejanjian (akad) pinjam meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang. TM. Hasbi Ash Shiddieqy menegaskan Rahn ialah akad yang obyeknya menahan harga terhadap sesuatu hak yang mungkin diperoleh bayaran dengan sempurna darinya.
Bertitik tolak pada pengertian gadai tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa gadai adalah akad yang melekat pada utang piutang dimana suatu barang untuk jaminan membayar hutang. Sedangkan dalam konteks KUH Perdata, gadai adalah hak yang dikuasai pemegang gadai terhadap barang bergerak sebagai jami nan membayar hutang.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Chairuman Pasribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996). Abd al-Rahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘ala-Madzahib al-Arba’ah, (al-Qubra: Maktabah al-Tijariyah, t.th). Imam Taqi al-Din Abu Bakr, Kifayah al-Akhyar, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, 1973). DEPAG RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993). Ghufron A .M As'adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002). Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar