Skip to main content

Contoh Khabar Wahid Imam Syafi'iy

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 27, 2013

Dalam mengungkapkan Khabar Wahid para ulama berbeda-beda, Ibnu Hajar al-Atsqalani menyebut dengan Khabar al-Ahad, Imam Syafi’iy menyebut dengan Khabar al-Khassah. Sedangkan bagaimana Imam Syafi’iy berhujjah pada Khabar Wahid, dapat kita lihat beberapa contoh riwayat yang dikategorikan sebagai Khabar Wahid:
Riwayat dari Sufyan
Menceritakan dari kami Sufyan dari Abdul Malik bin Umar dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas'ud dari ayahnya sesungguhnya Nabi bersabda: Allah akan memberi kemakmuran kepada seorang hamba-Nya yang mendengar kata-kataku, mengingatnya, menjaganya dan memilikinya. Beberapa perawi hukum mungkin bukan ahli hukum dan beberapa orang dapat meriwayatkan hukum kepada orang lain yang lebih ahli dalam masalah hukum daripada mereka. Hati seorang muslim tidak akan pernah enggan untuk melakukan tiga hal: ikhlas beramal untuk Allah, nasehat pada sesama muslim, loyal dengan jamaahnya.
Dari riwayat tersebut dapat diketahui bahwa Rasulullah memerintahkan seorang hamba supaya mendengarkan kata-katanya, menghafalnya, dan memilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa Rasul tidak memerintah supaya seseorang meriwayatkan sesuatu dari beliau kecuali yang benar-benar dapat dipercaya. Sebab yang diriwayatkan itu menyangkut tentang halal, haram atau hukuman yang mesti ditegakkan.
Riwayat dari Malik dari Abdullah
Malik bin Anas memberitahu kepada kami dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar, yang mengatakan: Ketika orang berkumpul di Masjid Quba untuk shalat shubuh, seorang sahabat dating dan mengatakan, tadi malam ayat al-Quran diturunkan kepada Nabi, beliau diperintahkan supaya sholatnya menghadap arah Kabah. Maka mereka yang tengah shalat dengan menghadap kearah Syam, dengan serta merta dan seketika memalingkan muka mereka ke arah Ka'bah.
Dari riwayat diatas menunjukkan bahwa orang-orang Quba adalah muslimin Anshar pertama dan ahli hukum. Mereka menghadap kiblat sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Mereka tidak akan meninggalkan perintah Allah dan Rasul-Nyasehingga ketika datang satu orang yang diyakini kejujurannya membawa perintah dari Rasul untuk menghadap kiblat (ka’bah) mereka langsung memalingkan muka ke arah Ka’bah, meskipun mereka belum bertemu langsung dengan Rasulullah.
Riwayat dari Malik dari Ishak
Malik bin Anas memberitahu kami dari Ishak bin Abd Allah bin Abi Thalhah dari Anas bin Malik yang mengatakan: Ketika aku menyuguhkan sari buah anggur dan kurma dari Abu Thalhah, Abu Ubaydah bin al-Jarrah, dari Ubay bin Ka'ab, dating seorang utusan yang mengatakan: Khamr telah dilarang. Karenanya Abu Thalhah berkata: Anas, kemari hancurkan kendi-kendi ini!, maka akupun mengambil palu yang aku miliki dan memukulnya hingga kendi-kendi itu hancur.
Dari riwayat di atas dapt diketahui bahwa orang-orang terdekat Nabi yang memperoleh kedudukan terkemuka melaksanakan perintah yang mereka terima dari seorang yang terpercaya. Pada awalnya mereka menghalalkan sari buah anggur dan dengan spontan memusnahkan semua karena ada berita dari Rasul tentang pengharamannya.
Riwayat Abd al-Aziz
Mengabarkan kepada kami Abd al-Aziz dari Ibnu al-Had dari Abd Allah bin Abi Salamah dari Amr bin Sulaim al-Zuraqi dari ibunya yang mengatakan: Ketika kami di Mina, Ali bin Abi Thalib sambil menaiki unta mengatakan bahwa Rasulullah bersabda: Ini adalah hari makan dan minum, maka jangan ada seorangpun berpuasa. Ali berkeliling menaiki untanya meneriakkan pesan itu kepada orang banyak.
Rasulullah tidak akan mengutus orang yang jujur untuk mewartakan larangannya kecuali kejujuran dan berita yang dibawa dari Nabi tidak diragukan oleh orang-orang yang menerimanya, yaitu memang benar demikian dari Nabi. Dapat kita ketahui bahwa Nabi mempunyai jamaah yang banyak dan beliau sendiri mampu untuk pergi sendiri atau mengutus sejumlah orang, tetapi pada kenyataannya beliau hanya mengirim seorang saja yang kejujurannya telah diketahui.
Dari beberap riwayat diatas menunjukkan bahwa Rasulullah telah menunjukkan beliau tidak akan memberikan suatu amanat kecuali kepada orang yang terpercaya dan beliau yakini ketaatannya (meskipun hanya satu orang). Karena hal ini menyangkut tentang petunjuk beliau kepada seluruh umat yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar hukum.
Dengan demikian Khabar Wahid yang dibawa oleh satu orang (yang diyakini kejujurannya) dapatlah diterima sebagai petunjuk untuk beramal. Sehingga ketika menerima Kha bar Wahid para ulama memberikan persyaratan-persyaratan yang ketat demi menjaga kehati-hatian.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Ibn Idris al-Syafi’i, Ar-Risalah, Mustafa al-Baby al-Halaby, (Mesir, 1969). Subhi Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, (Pustaka Firdaus, Jakarta,1993). Muh. Anwar Bc., HK, Ilmu Musthalah Hadis, (Al-Ikhlas, Surabaya, 1981).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar