Skip to main content

Citra dan Pencitraan dalam Perusahaan

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 18, 2013

Citra adalah total persepsi terhadap suatu objek, yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Citra dalam bahasa Inggris “image” adalah sejumlah kepercayaan, ide, atau nilai dari seseorang terhadap suatu objek, merupakan konstruksi mental seseorang yang diperolehnya dari hasil pergaulan atau pengalaman seseorang, atau merupakan interpretasi, reaksi, persepsi atau perasaan dari seseorang terhadap apa saja yang berhubungan dengannya.
Untuk lebih jelas tentang citra, beberapa ahli telah mengemukakan definisi dari citra. Webster (1993) mendefinisikan citra sebagai gambaran mental atau konsep tentang sesuatu. Kotler (1995) mendefinisikan citra sebagai jumlah dari keyakinan- keyakinan, gambaran-gambaran, dan kesan-kesan yang dipunyai seseorang pada suatu obyek. Obyek yang dimaksud bisa berupa orang, organisasi, kelompok orang, atau yang lainnya. Menurut Kotler (1997), perusahaan yang mempunyai kredibilitas tinggi yang mampu membentuk citra yang positif.
Dalam suatu masyarakat, sering mendengar citra yang baik maupun citra yang buruk. Citra yang baik dalam suatu transaksi, merupakan asset yang sangat berharga, karena citra mempunyai suatu dampak pada persepsi nasabah dari komunikasi dalam berbagai hal.
Gronsoon (1990) mengidentifikasikan bahwa terdapat empat peran citra bagi suatu perusahaan atau organisasi. Pertama, citra mempunyai dampak terhadap pengharapan perusahaan. Citra yang positif lebih memudahkan bagi organisasi untuk berkomunikasi secara efektif dan membuat orang-orang lebih mudah mengerti dengan komunikasi dari mulut ke mulut. Sedangkan citra yang negatif mempunyai dampak dengan arah sebaliknya.
Kedua, Citra sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan. Kualitas teknik dan kualitas fungsional dilihat melalui saringan ini. Jika citra baik, maka citra menjadi pelindung. Tetapi perlindungan akan efektif jika hanya terjadi kesalahan-kesalahan kecil pada kualitas teknis dan fungsional, artinya image masih dapat menjadi pelindung dari kesalahan tersebut. Jika kesalahan sering terjadi, maka citra akan berubah menjadi citra yang negatif.
Ketiga, citra adalah fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen/ nasabah. Ketika konsumen/ nasabah membangun harapan dan realitas pengalaman dalam bentuk kualitas pelayanan teknis dan fungsional, kualitas pelayanan yang dirasakan menghasilkan perubahan citra. Jika kualitas pelayanan yang dirasakan memenuhi atau melebihi citra, citra akan mendapat penguatan dan meningkat. Jika kinerja dibawah citra, maka pengaruhnya berlawanan.
Keempat, citra mempunyai pengaruh pada internal perusahaan (manajemen). Jika citra jelas dan positif, secara internal menceritakan nilai-nilai yang jelas dan akan menguatkan sikap positif terhadap organisasi. Sedangkan citra yang negatif juga akan berpengaruh negatif terhadap kineja karyawan yang berhubungan dengan konsumen/ nasabah dan kual itas.
Ada beberapa macam citra yang dikenal dalam aktivitas antara perusahaan dengan masyarakat menurut Frank Jefkins diantaranya:
1) Mirror Image (Citra Bayangan).
Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi( biasanya adalah pemimpinnya) mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam mengenai pandangan luar, terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidak tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. Dalam situasi yang biasa, sering muncul fantasi semua orang menyukai.
2) Current Image (Citra yang Berlaku).
Citra yang berlaku adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak- pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra ini sepenuhnya ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya.
3) Multiple Image (Citra Majemuk).
Yaitu adanya image yang bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi kita dengan tingkah laku yang berbeda-beda atau tidak seirama dengan tujuan atau asas organisasi.
4) Corporate Image (Citra Perusahaan).
Yang dimaksud dengan citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
5) Wish Image (Citra yang Di harapkan).
Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen atau suatu organisasi. Citra yang diharapkan biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenainya.
Konsep citra dalam dunia bisnis telah berkembang dan menjadi perhatian yang serius. Citra yang baik akan sangat menguntungkan bagi perusahaan sedangkan citra yang buruk akan sangat merugi kan perkembangan perusahaan.
Ketika nasabah mempunyai pengalaman yang baik terhadap bank misalnya, maka nasabah akan mempunyai citra yang positif terhadap bank tersebut. Dan sebaliknya, nasabah akan mempunyai citra yang buruk (negatif) apabila nasabah tersebut mempunyai pengalaman yang buruk terhadap bank.
Dari penjelasan citra tadi, terlihat adanya masalah citra. Masalah citra ini pada dasarnya dikarenakan alasan sebagai berikut: pertama, Organisasi dikenal, tetapi citranya buruk. Kedua, Organisasi tidak dikenal dengan baik, tetapi mempunyai citra yang tidak jelas atau citra didasarkan pada pengalaman yang telah lama berlalu.
Seperti yang telah dikemukakan Bernstein (1985) dan Gronsoon (1990) bahwa image (citra) adalah realitas, maka program-program pengembangan dan perbaikan citra akan memberikan citra yang positif harus didasarkan pada realitas.
Citra hanya dapat dirasakan oleh nasabah dengan kenyataan yang dialami. Agar citra yang dipersepsikan oleh masyarakat baik dan benar, citra perlu dibangun dengan jujur. Cara yang sudah digunakan secara luas dan mempunyai kredibilitas yang tinggi, yaitu dengan hubungan masyarakat. Gaulke dalam Marken (1995) mengatakan bahwa tujuan hubungan masyarakat adalah merancang dan melindungi citra organisasi. Kotler (1997) juga menjelaskan bahwa daya tarik penggunaan hubungan masyarakat sebagai cara untuk membangun citra.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Rosady Ruslan, Manajemen Publik Relations dan Media Komunikasi Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006). Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004). Reza Rahman, Corporate Social Responsibility antara Teori dan Kenyataan, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2009). Nuroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, (Jakarta: Prenada Media, 2003).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar