Skip to main content

Latar Belakang Munculnya Pendidikan Non-Dikotomik

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 25, 2013

Kemunduran Islam yang tak kunjung akhir hingga saat ini, membuat para tokoh Islam berfikir keras untuk mencari solusi bagaimana agar Islam dapat jaya kembali sebagaimana yang pernah didapatkannya pada awal kemunculannya hingga abad ke-11 M. Secara umum latar belakang ide model pendidikan nondikotomik sebagai jawaban pendidikan dikotomik versi Abdurahman Mas’ud, dilatarbelakangi oleh dua bentuk yaitu secara non-akademis dan secara akademis sebagai berikut:
Non-Akademis. Latar belakang secara non-akademis ini berupa pengalaman-pengalaman beliau semenjak melakukan research yaitu pada tahun 1999.
Akademis. Semenjak kelahiran Islam pada abad ke-7 sampai abad ke-11, Islam telah menunjukkan kehebatannya yang mampu melahirkan pemikir-pemikir Islam yang pandai di segala bidang keilmuan dengan beberapa lintas keilmuan yang mereka miliki baik umum maupun agama di samping itu mereka juga memiliki akhlak yang tinggi. Gerangan apa yang terjadi saat ini Islam telah mengalami krisis yang berkepanjangan dan entah smpai kapan semuanya ini akan berakhir sehingga Islam bisa jaya kembali.
Tidak ditemukan dikotomi antara ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Pengaruh perdana Yunani kuno, Firs Wafe Of Helenism (meminjam istilah Montgomery watt, 1973), tidak pernah disambut dengan antagonisme dalam empat abad pertama peradaban Islam. Namun setelah simtom dikotomi menimpa umat Islam di abad ke-12, perkembangan berikutnya adalah orientasi umat Islam yang lebih puas pada pendalaman ilmu agama dengan supremasi fikih tanpa diimbangi dengan cabang-cabang ilmu lain yang luas sebagaimana prestasi mengesankan yang pernah diraih di masa-masa sebelumnya.
Dari keterangan tersebut, bisa kita ketahui bahwa penyebab utama layunya intelektualisme Islam adalah saat terjadinya dikotomi keilmuan di dalam dunia pendidikan Islam yang terjadi sekitar abad ke-12.
Sedang penyebab dikotomik sebagaimana di atas ternyata cukup kompleks yang bersifat menyeluruh, semuanya tampak berperan terhadap trend munculnya gejala dikotomik, dari penguasa sampai ilmuan, dari ulama sampai militer dan dari lembaga pendidikan sampai jauh di luar lembaga pendidikan sungguh merupakan sebuah gej ala alami dari kekayaan intelektual menjadi kekayaan spiritual. Pola pikir dikotomik ini tampaknya sudah mendarah mendaging sampai sekarang menyisakan image, bahwa Islamic learning identik dengan kejumudan, kemandegan dan kemunduran.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Abdurrahman Mas’ud, Tradisi Learning pada Era Pra-Madrasah, dalam Ismail SM (eds.), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). Abdurrahman Mas’ud, Antologi Pendidikan Agama, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003). Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, (Yogyakarta: Gama Media, 2002).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar