Skip to main content

Sumber Istinbath Imam Hambali

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 04, 2013

Ada lima dasar hukum yang dijadikan hujjah oleh Imam Ahmad Ibn Hambal dalam melakukan istinbath hukum yaitu al-Quran, al-Sunnah, al-hadis Mursal dan Dha’if, Qiyas.
Al-Quran
Seperti halnya ulama lain, istinbath Imam Ahmad Ibn Hambal menempati posisi yang sangat fundamental terhadap al-Quran, hadis, fatwa-fatwa sahabat, fatwa sahabat yang lebih dekat kepada al-Quran hukum Imam Ahmad, al-Quran adalah kalam Allah yang disampaikan pada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril sebagai mukjizat.
Apabila Imam Ahmad Ibn Hambal telah mendapatkan nash dari al-Quran dan dari Sunnah Rasul yang shahihah, maka beliau dalam menetapkan hukum adalah dengan nash itu.
Hadis dan Sunnah Nabi
Hadis merupakan hujjah untuk menunjukkan sebagai mukjizat untuk membenarkan (kerasulannya) dan Allah memerintahkan untuk mentaati dan mengancam bagi yang mengingkari perintahnya. Posisi kedua setelah al-Quran adalah hadis mutawatir. Para ulama berselisih pendapat mengenai jumlah kemutawatiran suatu rawi, ada yang mengatakan minimal tiga rawi, atau tujuh rawi serta sembilan rawi. Beliau membenarkan ungkapan qadhi, bahwa ilmu yang dihasilkan dengan jalan mutawatir menghasilkan pengetahuan yang pasti benarnya seperti pengetahuan adanya Makkah. Sedang ilmu nadhori ada kemungkinan terjadi syak, sebab manusia akan berbeda menanggapi keberadaannya (subyektif).
Imam Ahmad masih memegang erat kehujjahan hadis Mursal Shahabi. Menurutnya sahabat adalah merupakan jumhur ulama bahwa mereka merupakan golongan yang keadilannya tidak diragukan lagi, dan argumen ini telah dipegang oleh jumhur ulama. Tidak mungkin sesudah sahabat (tabi’in) menerima periwayatan sebuah hadis tanpa adanya sahabat. Dan kebanyakan hadis adalah Mursal Shahabi (terputus periwayatannya). Tidak diketahui secara jelas identitas sahabat siapa yang meriwayatkannya. Tapi hal ini tidak menjadi masalah. Keadilan sahabat telah dinash oleh Allah dalam al-Quran.
Fatwa Sahabat
Apabila ia tidak mendapatkan suatu nash yang jelas, baik dari al-Quran maupun dari hadis shahih, maka Imam Ahmad Ibn Hambal menggunakan fatwa-fatwa dari sahabat Nabi yang tidak ada perselisihan di kalangan mereka.
Apabila Imam Ahmad tidak menemukan fatwa para sahabat Nabi yang disepakati sesama mereka, maka beliau menetapkan hukum dengan cara memilih dari fatwa-fatwa mereka yang ia pandang lebih dekat kepada al-Quran dan Sunnah.
Hadis Mursal dan Hadis Dha’if
Jika tidak didapatkan dari al-Quran dan Sunnah yang shahihah, serta fatwa sahabat yang disepakati atau diperselisihkan, maka beliau menetapkan Hadis Mursal dan Hadis Dha’if.
Imam Ahmad adalah karena ia membagi hadis dalam dua kelompok: shahih dan Dha’if, bukan kepada hadis Shahih, Hasan, dan Dha’if seperti kebanyakan ulama yang lain.
Qiyas
Adapun Imam Ahmad jika tidak mendapatkan nash, baik al-Quran dan Sunnah yang shahihah serta fatwa-fatwa sahabat, maupun hadis Dha’if dan Mursal, maka Imam Ahmad dalam menetapkan hukum menggunakan qiyas. Kadang-kadang Imam Ahmad pun menggunakan al-Mashalih al-Mursalah terutama dalam bidang siyasah. Misalnya, Imam Ahmad pernah menetapkan hukum Ta’zir terhadap orang yang selalu berbuat kerusakan dan menetapkan hukum had yang selalu berbuat kerusakan dan menetapkan hukum had yang lebih berat terhadap orang yang minum khamar pada siang hari di bulan Ramadhan. Cara tersebut banyak diikuti oleh pengikut-pengikutnya. Begitu pula dengan Istihsan, Istishhab, dan Sadd al-Dzara’i.
Sekalipun Imam Ahmad jarang menggunakan qiyas di kala darurat saja. Apabila Imam Ahmad Ibn Hambal tidak mendapat hadis, atau yang tersebut di atas, beliau baru memakai qiyas. Dan beliau tidak mau memberi fatwa dalam sesuatu masalah yang belum diperoleh keterangannya dari salaf.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Khamsah, terj. Masykur A.B. Afif Muhammad dan Idrus al-Kaff, Fiqh Lima Madzhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hambali, (Jakarta: Lentera, 2000). Jaih Mubarok, Sejarah Dan Perkembangan Hukum Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000). Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, Dan Penetapan Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2005).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar