Skip to main content

Pengertian Fatwa dan Hukumnya

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 31, 2013

Iftaa atau mengeluarkan fatwa lebih khusus daripada ijtihad. Ijtihad berarti melakukan kerja istinbath (mengeluarkan) hukum. Perbincangan mengenai istinbath begitu luas merangkumi semua hukum. Manakala mengeluarkan fatwa merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengeluarkan hukum bagi suatu perkara atau peristiwa yang tertentu saja.
Menurut Ahmad Hasan, Fatwa adalah bahasa arab yang berarti jawaban pertanyaan atau ketetapan hukum, maksudnya ialah ketapan atau keputusan hukum tentang sesuatu masalah atau peristiwa yang nyata oleh seorang mujtahid, sebagai hasil ijtihadnya.
Menurut Abu Zahra fatwa sahabat adalah orang-orang yang bertemu Rasullullah saw, yang langsung menerima risalahnya,dan mendengar langsung penjelasan syari’atnya dari beliau sendiri. Oleh karena itu Jumhur telah menetapkan bahwa pendapat mereka dapat dijadikan hujjah sesuai dalil-dalil nash.
Kata fatwa dalam bahasa arab disebut ifta yang berarti memberikan penjelasan, hukum, atau keputusan. Menurut ahli fikih fatwa adalah suatu penjelas tentang persoalan hukum agama. Menurut Syaifuddin fatwa adalah usaha memberikan penjelasan tentang hukum syara oleh ahlinya kepada orang yang belum mengetahuinya. Kata fatwa juga disebutkan di dalam al-Quran, misalnya:
Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu ?” (Q.S. 37: 11).
Menurut Ibnu Qayyim, fatwa adalah pernyataan yang disampaikan oleh seorang mufti tentang persoalan agama yang belum diketahui hukumnya. Tugas seorang mufti pada dasarnya sama dengan seorang mujtahid, yaitu mencurahkan seluruh potensi pikirannya untuk membahas maslah keagamaan.
Berfatwa salah satu bentuk implementasi amar ma’ruf nahyi munkar, sebab menyampaikan pesan-pesan agama yang harus dikerjakan atau dijauhi oleh umat. Karena itu hukum berfatwa menurut asalnya adalah fardhu kifayah. Apabila dalam suatu daerah hanya ada seorang mufti yang dapat ditanyai tentang suatu masalah hukum yang sudah terjadi dan akan luput seandainya ia tidak segera berfatwa, maka hukum berfatwa adalah fardhu ain.
Seorang mufti sebenarnya merujuk kepada perbuatan Nabi di dalam menjelaskan halal dan haramnya sesuatu. Dalam pemilihan pendapat yang akan difatwakannya itu, ia harus memperhatikan hal-hal berikut:
  1. Dalam memilih pendapat yang akan difatwakannya ia harus ikhlas dan beritikad baik untuk mewujudkan kemaslahatan dan tidak merugikan siapa pun.
  2. Memilih pendapat yang menurut keyakinannya benar dan kuat dalilnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Khalid Mazian, Kassim Thukiman, dan Mohd Zubil Bahak (Edit.), Maslahah Dalam Pandangan Hukum Syarak, (Johor Malaysia:Unversity Teknologi Malaysia, 2010). Mohamad Hasan, dan Rahmani (peterjemah), Ijma, (Bandung: Pustaka, 1985). Muhammad Abu Zahrah, dan Saefullah Ma’shum, Slamet Basyir (peterjemah), Ushul Fikih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009). Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemhnya, (Bandung: Di ponegoro, 2010). Yusuf Qardawi, Fikih Hiburan, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustsar, 2005)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar