Skip to main content

Overmacht dalam Hukum Pidana

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 12, 2013

Overmacht dalam hukum pidana diatur dalam pasal 48 KUHP yang menyatakan: “Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”. Menurut bunyi pasal tersebut, daya paksa (overmacht) menjadi dasar peniadaan hukuman. Undang-undang hanya menyebut tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan karena terdorong keadaan atau daya yang memaksa. Undang-undang tidak menjelaskan yang di maksud dengan daya paksa (overmacht). Pengertian dan penjelasan tersebut diberikan oleh para pakar hukum.
Kata daya paksa dalam pasal tersebut adalah salinan kata Belanda “overmacht”, yang artinya suatu keadaan, kejadian yag tidak dapat dihindarkan dan terjadi di luar dugaan (di luar kekuasaan manusia).
Moeljatno memberikan pengertian overmacht sebagai kekuatan atau daya paksa yang lebih besar. Surjanatamihardja menerjemahkan kata overmacht dengan berat lawan, sedang Jusuf Ismail menerjemahkannya dengan terpaksa oleh sesuatu kekuasaan yang tidak dapat di hindarkan.
Menurut Van Hammel, overmacht adalah keadaan yang menggambarkan adanya suatu ketidakmungkinan untuk memberikan perlawanan. Menurut Memorie van Toelichting (M vT) mengenai pembentukan pasal 48 KUHP tersebut, overmacht disebut sebagai suatu yang datang dari luar dan membuat perbuatan menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya dan telah di rumuskan sebagai kekuatan yang datang bukan dari diri sendiri. Setiap paksaan, setiap tekanan dimana terhadap kekuatan, paksaan atau tekanan tersebut orang tidak dapat memberikan perlawanan.
Overmacht ini merupakan kekuatan yang datang dari luar, yang disebabkan oleh alam lingkungan yang mengelilingi, atau juga yang dipaksa oleh orang lain. Overmacht dapat digambarkan sebagai peristiwa dimana seseorang karena ancaman bahaya, dipaksa melakukan suatu tindak pidana. Orang tersebut bisa melawan ancaman tersebut, tetapi apabila hal ini dilakukannya akan merupakan suatu perbuatan kepahlawanan atau perbuatan nekat yang berakibat fatal bagi dirinya. Misalnya seseorang yang diancam oleh orang lain dengan sebuah pistol, kemudian menembak mati orang lain, apabila hal ini dibenarkan dapat di anggap sebagai overmacht. Ia tidak dipidana karena tunduknya pada ancaman tersebut.
Dalam hukum pidana Indonesia, overmacht diatur dalam BAB III Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 48 yang berbunyi:
“Barang siapa yang melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana”.
Pasal tersebut mengandung unsur-unsur; Melakukan perbuatan, karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
Dalam rancangan KUHP tahun 2008, overmacht diatur dalam pasal 43 yang berbunyi :
“Tidak dipidana, seseorang yang melakukan tindak pidana karena: Dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan, atau Dipaksa oleh adanya ancaman, tekanan, dan kekuatan yang tidak dapat dihindari”
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Andi Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006). Simorangkir dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987). Wirjono Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta: Eresco, 1981). Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. (Bandung: Sinar Baru 1990). J.E. Sahetapy, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Liberty, 1995). Andi Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar