Skip to main content

Metode Sorogan dalam Pembelajaran Pesantren

Oleh: AnonymousPada: January 25, 2013

Sorogan berasal dari kata sorog yang artinya maju. Disebut demikian karena dalam sistem sorogan ini, santri menghadap ustadz seorang demi seorang dengan membawa kitab yang telah dipelajari. Belajar face to face dengan ustadz dimana para santri menunggu giliran untuk berguru dan bertatap muka satu persatu. Pada umumnya, metode ini diberikan kepada para santri yang baru masuk dan memerlukan bimbingan secara individual.
Penerapan metode sorogan, dilakukan di pondok pesantren pada umumnya, dan mempunyai beberapa cara dalam pelaksanaanya, Ustadz membacakan dan menerjemahkan kalimat demi kalimat, kemudian menerangkan maksudnya, atau ustadz cukup menunjukkan cara membaca yang benar, tergantung materi yang diajukan dan kemampuan santri.
Dalam pelaksanaan metode sorogan secara umum terdapat dua cara, yaitu; pertama: Bagi santri pemula, mereka mendatangi ustadz yang akan membacakan kitab tertentu. Kedua: Bagi santri senior, mereka mendatangi seorang ustadz supaya sang ustadz mendengarkan sekaligus memberikan koreksi terhadap bacaan kitab mereka.
Dengan sorogan, santri diajak untuk memahami kandungan kitab secara perlahan-lahan secara detail dengan mengikuti pikiran atau konsep yang termuat dalam kitab kata perkata, inilah yang memungkinkan menguasai kandungan kitab, baik menyangkut konsep besarnya maupun konsep detailnya.
Melalui sorogan, perkembangan intelektual santri dapat dipantau ustadz secara utuh, ustadz juga dapat memberikan bimbingan dengan penuh kejiwaan, sehingga dapat memberikan tekanan pengajaran kepada santri-santri tertentu atas dasar observasi langsung terhadap tingkat kemampuan dasar dan kapasitas mereka. Dengan mengetahui observasi langsung dari ustadz, metode sorogan menuntut kesabaran dan keuletan pengajar juga mengutamakan kematangan, perhatian dan kecakapan santri dan juga disiplin yang tinggi dari seorang santri, karena metode ini membutuhkan waktu lama, yang berarti pemborosan, kurang efektif dan efisien dalam pembelajaranya.
Untuk mengefesienkan waktu, dalam menerapkan materi pembelajaran, seorang ustadz harus mengetahui metode dan materi yang hendak dicapai, yang beragam jenis dan fungsinya. agar tidak bertentangan dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Metode sorogan dianggap telah terbukti secara efektif mampu meningkatkan semangat dan kemampuan santri dalam belajar dan menguasai kitab kuning. Namun demikian, metode tersebut dianggap sulit dari keseluruhan sistem metode pendidikan islam tradisional, sebab menuntut kesabaran, ketekunan, kerajinan, ketaatan, disiplin pribadi santri dan kemandirian belajar santri.
Metode sorogan merupakan salah satu metode efektif yang dapat digunakan seorang ustadz dalam proses belajar membaca kitab, ustadz sangat bersemangat dengan pembelajaran dengan metode ini, karena mempunyai kelebihan dan kekurangan yang tidak terlalu membebani ustadz dalam proses pembelajarannya. Diantara kelebihan-kelebihan metode sorogan adalah sebagai berikut:
  1. Terjadi hubungan yang harmonis dan erat antara ustadz dan santri.
  2. Memungkinkan bagi seorang ustadz untuk membimbing secara maksimal.
  3. Ustadz mengetahui secara pasti kualitas yang di capai santrinya.
  4. Santri yang IQ-nya tinggi akan cepat menyelesailkan materi pelajaran (kitab), sedangkan santri yang IQ-nya rendah, ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikanya.
Mujammil Qomar mengutip pendapat Ismail SM, bahwa metode sorogan secara dedaktik-metodik terbukti memiliki efektivitas dan signifikansi yang tinggi dalam mencapai hasil belajar, sebab metode ini memungkinkan ustadz mengawasi dan membimbing secara maksimal kemampuan santri dalam dalam menguasai materi. Sehingga dapat mengetahui kekurangan dalam metode yang digunakan. Diantara beberapa kekurangan metode sorogan adalah sebagai berikut:
  1. Tidak efesien, karena hanya menghadapi beberapa orang santri saja, sehingga kalau menghadapi santri banyak, metode ini kurang begitu cepat.
  2. Membuat santri cepat bosan karena metode ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan kedisiplinan pribadi.
  3. Santri kadang menangkap kesan verbalisme semata, terutama mereka yang tidak mengerti terjemahan dari bahasa tertentu.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ahmad Hadlor Ihsan, Profil Pondok Pesantren Al-Ishlah, (Semarang: Cetaklutfi, 2005). Haidar Putra Daulay, Historitas dan Eksis Tensi Pesantren Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001). Irwan Abdullah dan Muhammad Zain (eds.), Agama, Pendidikan Islam Dan Tanggung Jawab Sosial Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2008). Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2004). Mastuki HS, et. al., Menejemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004). Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan di Indonesia, (jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 2001). M.Dawam Rahardjo (ed), Pergulatan Dunia Pesntren Membangun dari Bawah, (Jakarta: Media Pratama Offset, 1985). Mujamil Qomar, Pesantren dan Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2006). M. Dawam Rahardjo (ed.), Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1988).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar