Skip to main content

Teori Kebenaran Populer

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 27, 2012

Teori kebenaran (truth) yang penulis uraikan dalam referensi ini, hanya sebagaian dari teori kebenaran populer. Teori kebenaran yang dimaksud yaitu:
Teori korespondensi (the correspondance theory of truth)
Teori korespondensi berkaitan dengan teori penggambaran Aristoteles. Melalui ungkapannya, “ada yang tidak ada atau tidak ada yang ada adalah salah.” Sedangkan ungkapan “ada yang ada dan tidak ada yang tidak ada adalah benar.” Kebenaran bagi Aristoteles yaitu persesuaian antara pikiran dan kenyataan. kenyataan (realitas) itu bermuara pada dua hal yaitu realitas fisik (fakta empirik) yang dalam bahasa David Hume dinamakan Impression dan non fisikal (fakta akal budi yang bersifat rasio).
Kattsoff sendiri menyatakan bahwa kebenaran adalah kesesuaian (correspondence) antara makna suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan fakta (kenyataan). Jadi kebenaran adalah kesetiaan kepada realitas obyektif (fidelity of objective realty).
Ada atau tidaknya keyakinan dan benar atau tidaknya pernyataan sebelumnya tidak berhubungan dan tidak pula mempengaruhi kebenaran atau kesalahan. Sebab keduanya, tergantung pada kondisi yang telah diakui atau ditolak. Teori korespondensi (accordance) ini pada umumnya dianut oleh aliran realisme. K. Rogers mengungkapkan bahwa keadaan benar itu terletak dalam kesesuaian antara esensi atau arti yang kita berikan dengan esensi yang terdapat dalam obyeknya. Misalnya, Presiden RI paska jatuhnya Gus Dur adalah Megawati Soekarno P. Pernyatan ini dinilai benar, kalau memang kenyataan sejarah mengatakan demikian.
Teori Koherensi
Teori Koherensi atau disebut teori konsisten (the consistance theory of truth atau the coherency theory of truth), berangkat dari teori ideanya Plato. Menurutnya, dunia idealah yang membentuk ilmu pengetahuan yang konstant dan idea pula yang membentuk pemikiran manusia. Kemudian teori ini dikembangkan oleh Descartes, Spinoza, dan Hegel. Kattsoff mengatakan dalam bukunya Elements of Philoshopy, suatu proposisi cenderung benar jika proposisi itu berhubungan dengan proposisi lain yang benar atau makna yang dikandungnya berhubungan dengan pengamatan kita. Teori kebenaran ini didasarkan pada kriteria tentang konsistensi suatu argumentasi. Sekiranya terdapat konsistensi dalam alur berfikir maka kesimpulannya juga benar. Sebaliknya, jika terdapat argumentasi yang tidak konsisten, maka konklusinya juga salah.
Teori ini menunjukkan putusan atau pernyataan dinilai benar apabila saling berhubungan, logis, konsisten (truth is concistency) dan sitematik (truth is sistematic coherence) dalam struktur rumusannya. Kalau teori korespondensi condong ke aliran realisme, sebaliknya kebenaran teori ini condong ke aliran idealisme. Tampaknya kebenaran teori ini hanya sebatas penyaksian (justifikasi) terhadap kebenaran sebelumnya. Karena kebenaran ini hanya bisa diterima kalau memang berlandaskan pada keputusan dan pernyataan sebelumnya. Contoh pengetahuan yang penyusunan pembuktiannya berdasarkan teori koherensi adalah matematika.
Teori Pragmatis
Teori ketiga ialah teori Pragmatis (the pragmatist theory of truth). Istilah pragmatisme diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S Pierce. Teori ini dikembangkan oleh William James, John Dewey, G. Herbert Mead. William James mengemukakan kebenaran sebagai apa saja yang menempatkan manusia ke dalam hubungan yang memuaskan dan berguna. Sedangkan Dewey menjelaskan kebenaran merupakan suatu kata abstrak, yang menunjukkan kumpulan kasus yang akan terjadi, kemudian mendapat konfirmasi dan affirmasi dalam pekerjaannya, sehingga kebenaranya bersifat relatif (berubah-rubah).
Menurut teori kebenaran ini, suatu proposisi adalah benar jika proposisi itu berlaku (works), memuaskan, (satisfies) berguna (beneficial). Berlaku, memuaskan, dan berguna dalam perspektif pragmatisme diuraikan dengan berbagai ragam cara.
Para pengikut pragmatisme memaparkan pandangannya sebagai berikut: Pertama, sesuatu itu benar apabila memuaskan keinginan dan tujuan manusia. Kedua, sesuatu itu benar, seandainya bisa diuji melalui eksperimen. Dan Ketiga, sesuatu itu punya nilai useful apabila ia menolong dan membantu perjuangan biologis untuk tetap berlanjut.
Kebenaran dalam pandangan ketiga teori di atas adalah kebenaran dalam perspektif filsafat. Sedangkan kebenaran dalam perspektif metode ilmiah sebagaimana diungkapkan oleh Michael Williams adalah teori kebenaran dari ketiga teori di atas dan dikembangkan oleh beberapa teori kebenaran lain yang akan dipaparkan dibawah ini.
Teori Sintaksis
Dalam pandangan teori sintaksis ini, kebenaran berpangkal dan mengikuti aturan-aturan sintaksis atau gramatikal yang baku. Ungkapan ini dapat disederhanakan, apabila proposisi itu keluar dari hal-hal yang disyaratkan, maka proposisi itu tidak mempunyai arti (useless). Teori ini dibangun oleh Friederich Shleirmacher
Teori Semantik
Konstruksi teori semantik dianut oleh faham filsafat analitik yang dikembangkan paska filsafat Bertrand Russell. Abbas Hamami mengatakan bahwa teori ini mengacu pendapatnya Aristoteles sebagaimana kebenaran teori korespondensi. Menurut teori ini, suatu proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari segi arti. Dengan begitu, tampak jelas konstruksi dari teori kebenaran semantik menyatakan bahwa proposisi itu mempunyai nilai kebenaran jika proposisi itu memiliki arti. Jadi, arti yang dimaksud adalah Pertama, arti yang menunjukkan makna yang sesungguhnya dan bersifat konotatif dengan menunjuk pada refrensi atau kenyataan. Kedua, arti yang dimaksud adalah arti yang bersifat definitif dan denotatif yakni arti yang jelas yang menunjuk pada wujūd benda yang dimaksud.
Teori Non Deskripsi
Kerangka kerja (frame work) teori ini dikembangkan oleh madzhab fungsionalisme. Mengapa teori ini agak berdekatan dengan aliran fungsionalisme, karena pernyataan (statemen) itu bernilai kebenaran, jika sesuai dengan peran dan fungsi dari pernyataan itu sendiri. Dari definisi (diskursus) di atas, seolah-olah mengesankan bahwa aliran ini sama dengan aliran pragmatisme.
Teori Performatif
Teori performatif ini berbeda dengan teori-teori sebelumnya, dimana teori sebelumnya bersifat ekspresi diskriptif. Lain halnya pada teori performatif ini kebenaran adalah hasil ekspresi performatif. Maksudnya, Suatu pernyataan benar, berarti melakukan tindakan menyetujui atau menerima. Demikian pula, statemen yang salah adalah melakukan tindakan mengingkari dan menolak. Jadi jelas, bahwa kebenaran yang dimaksud dari teori ini bukanlah sifat atau kualitas, namun berupa tindakan berbicara. Tidak ada hubungannya dengan diskripsi benar atau salah dari suatu keadaan faktual. Teori ini juga disebut juga teori “ditto”.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Louis, O. Kattsoff, Soejono Somargono (alih bahasa), Pengantar Filsafat, (Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996). Wardani, Epitemologi Kalam Abad Pertengahan, Machasin, (peng), (LKIS, Yogyakarta, 2003). Endang Saifuddin A., Ilmu, Filsafat dan Agama, (Bina Ilmu, Surabaya, 1987). Noeng Muhājir, Filsafat Ilmu Telaah Sistematis Fungsional Komparatii (Rake Sarasin, Yogyakarta, 1998).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar