Skip to main content

Syirkah; Pengertian dan Sumber Hukum

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 26, 2012

Syirkah menurut bahasa berarti al-Ikhthilath, yaitu campur atau percampuran. Dapat pula diartikan sebagai persekutuan dua atau lebih, sehingga masing-masing sulit dibedakan, misalnya persekutuan hak milik atau perserikatan usaha.
Secara terminologi, pengertian syirkah para ahli fikih berbeda pendapat. Menurut Sayyid Sabiq bahwa yang dimaksud syirkah ialah akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan. Sedangkan menurut Muhammad al-Syarbini al-Khattib bahwa yang dimaksud syirkah adalah ketetapan hak pada sesuatu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).
Taqiyuddin Abi Bakar memberikan pengertian syirkah sebagai ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang telah diketahui. Sementara M. Hasbi Ash Shiddieqy mendefinisikan syirkah sebagai akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta ’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya.
Penulis simpulkan bahwa syirkah merupakan kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
Dasar hukum syirkah adalah al-Quran, al-Hadis dan ijma’ ulama. Dalam al-Quran surat al-Nisa misalnya disebutkan:
“... Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga”... (Q.S. al-Nisa: 12).
Menurut Sayyid Sabiq, bahwa yang dimaksud dengan kata al-khulatha dalam ayat di atas adalah mereka yang berserikat.
Landasan sunnahnya dapat dilihat pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
“Aku ini ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang mereka tidak menghianati temannya. Apabila salah seorang telah berkhianat terhadap temannya aku keluar dari antara mereka ”. (H.R. Abu Dawud dan Abu Hurairah).
Sedangkan landasan ijma’nya, sekalipun pada pembagian-pembagian jenis syirkah terdapat perbedaan pendapat, namun umumnya mereka sepakat bahwa syirkah merupakan akad yang diperbolehkan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002). Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Kerja Sama dengan IAIN Walisongo Semarang, 2002). Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, terj. Kamaluddin Marzuki “Fiqh Sunnah 13, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987). Muhammad al-Syarbini al-Khattib, al-Iqna, (Beirut: Daar al-Ihya’, t.th.). Taqiyuddin Abi Bakar ibn Muhammad al-Husaini, Kifayah al-A khyar, (Semarang: Syirkah Nur Asia, t.th.). M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999). Tim Penyelenggara Penterjemah al-Qur'an, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahd li Thiba’at al-Mushaf al-Syarif, 1418 H). Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Daar al-Kitab al-Ilmiah, 1996).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar